Olivia merasakan dadanya berdebar tak karuan. Bukan berdebar karena ungkapan cinta melainkan panggilan si kulkas berjalan yang ingin membicarakan sesuatu hal.
Batin Oliv bertanya-tanya, ada apa gerangan bos dinginnya itu memanggil dirinya untuk bicara?
Sejauh yang Oliv ingat, si kulkas berjalan itu jarang bicara alias irit bicara dan juga irit ekspresi. Bahkan sapaan semalam pun adalah yang pertama kalinya ia dan Rahayu dapatkan dari Devan, nama bos mereka yang super dingin.
Oliv menarik nafas perlahan sebelum mengetuk pintu, dan membuka pintu itu perlahan setelah mendengar titah masuk dari bosnya.
"Saya mendapat komplen dari pelanggan."
"Hah?" Oliv terhenyak kaget.
Bosnya ini apa tidak bisa menyapa dulu apa? Baru juga Oliv masuk sudah main nyerocos saja.
Untuk menghilangkan sikap begonya Oliv pun nyengir, namun nyatanya ternyata tindakan itu justru membuat Oliv terlihat semakin bego dimata Devan yang terlihat kesal.
"Kamu dengar yang saya katakan tidak?" dan, Oliv pun langsung menggeleng.
"Maaf Pak," lagi, Oliv nyengir dan itu sungguh membuat Devan merasa kesal.
"Dan bukannya harus ada sapaan dulu kan, Pak?" kata Mila pelan namun masih dapat di dengar Devan yang menatap tajam dirinya.
"Kamu ngatur saya?"
"E-enggak. Saya gak bermaksud untuk begitu kok, Pak."
"Terus apa kalau bukan itu?"
"Ya, saya kan cuma-"
"Sudah cukup!" sela Devan tak ingin mendengar alasan apapun yang keluar dari mulut Oliv.
Oliv sendiri merasa kesal melihat bosnya ini. Menyebalkan sekali. Cih!
"Langsung saja, ke inti permasalahan yang ingin saya bicarakan sama kamu?"
Malas sekali!
"Iya, Pak." sahut Oliv yang berbeda dengan kata hatinya.
"Ada pelanggan yang komplen. Katanya para pekerja saya sudah sangat keterlaluan. Tidak memiliki sopan santun dan terkesan sangat kasar sekali. Apa itu benar?"
Oliv mengerjap dengan mata membulat sempurna, mencoba mengerjap setiap kata demi kata yang diucapkan bosnya.
Menarik nafas sebentar sebelum menjawab pertanyaan si kulkas berjalan. "Uhm, jadi itu sebenarnya gini Pak...." Oliv pun menjelaskan perihal pria kemarin. Salah satu pelanggan yang sering membeli buku di toko buku milik Devan ini.
Oliv bahkan tak segan mengatakan jika pria itu sangat menyebalkan. Hobinya hanya mengejek dan menghina karya orang lain. Termasuk ejekan untuk sang penulis favoritnya.
Devan tak terlihat terkejut sama sekali, tetapi ia tetap mendengarkan ucapan Oliv sampai selesai.
"Jadi ya wajar dong, Pak. Kalau saya dan Rahayu balas bersikap tak sopan dan sama kurang ajarnya seperti pria itu." tukas Oliv membela diri setelah ia selesai menjelaskan mengapa ia dan Rahayu bersikap tak sopan.
"Tapi pelanggan ini cuma komplen sama satu orang saja. Tidak, sepertinya teramat kesal sekali sama kamu." Oliv melotot mendengarnya.
"Pelanggan itu bilang, pekerja saya yang paling tidak sopan dan yang paling kurang ajar itu ciri-cirinya bertubuh mungil. Uhm, maksudnya bertubuh lebih kecil dari pekerja yang satunya lagi. Mungkin maksud dia Rahayu." buru-buru Devan meralat ucapannya yang hampir memuji Oliv imut.
"Jadi maksudnya saya gitu Pak?"
"Ya mungkin, kalau dilihat dari ciri-ciri yang disebutkan pria tersebut ya memang cocok sama kamu."
"Kok...?"
"Apa?"
Oliv menggeleng, "enggak apa-apa, Pak. Jadi gimana?"
"Gimana apanya?"
"Saya dipecat?"
Devan mengulum bibir sesaat, "kamu memang niat untuk saya pecat ya?"
Oliv kembali menggeleng. "Enggak sih Pak."
"Ya sudah, balik bekerja sana." titah Devan tanpa menatap ke arah Oliv yang termangu di tempatnya tak beranjak sedikitpun hingga Devan merasa jengah.
"Kamu betah ya di dekat saya?"
Oliv melotot mendelik mendengarnya, dan setelah itu ia cepat-cepat pamit undur diri dari hadapan Devan dengan wajah memerah malu.
***
"Bagaimana?" tanya Dekan tampak antusias.
Devan menatap malas pada sepupunya yang satu ini. "Sudah," jawab Devan singkat.
"Kau memecatnya?"
"Ya enggaklah!" jawab Devan kesal.
Dekan terkikik mendengarnya, "biasa aja dong jangan sinis gitu."
Netra hitam Devan menatap lekat seorang wanita cantik yang berjalan ke arah mereka berdua.
"Hai, cewek-cewek." sapa wanita itu tertawa saat melihat wajah kedua pria itu yang terlihat kesal.
"Kebiasaan!" cibir Dekan tak terima. Sedangkan Devan memilih tak ambil pusing, ya walupun ia juga kesal mendengar sapaan itu keluar dari mulut adiknya.
"Kak, karya-karya aku diejek dan dihina habis-habisan sama dia!" adu Ade Tiwi atau yang akrab dipanggil Adel.
Merasa dirinya sedang ditunjuk Dekan nyengir. "Sengaja ku lakukan untuk menggoda pekerjamu, Van."
Devan geleng-geleng kepala mendengarnya, "keren sekali." Dekan tersenyum bangga.
"Jika kau menyukai salah satu pekerjaku, kau seharusnya tinggal bilang saja. Tembak langsung orangnya ditempat."
"Waduh! Mati dong, Van." pekik Dekan memasang wajah ngerih.
Merasa gemas, Adel memberikan satu jitakan yang mampir di kepala Dekan. "Tembak, nyatain cinta maksudnya Kakak gue. Dasar bego!"
"Oohh, nyatain cinta toh." Dekan terkikik geli karena berhasil membuat Adel kesal. Padahal sebenarnya ia hanya bergurau dengan pura-pura tidak mengerti maksud ucapan sepupunya itu.
Mata Devan menangkap sosok yang sudah tak asing baginya di cafe ini. Ia perhatikan terus sosok itu yang sepertinya tengah menunggu seseorang.
"Oh ya, Dev, loh udah ngomong kan sama salah satu pekerja loh itu?"
Devan mengangguk seraya melirik sekilas pada Dekan yang asyik bicara, setelahnya Devan kembali fokus memperhatikan Oliv yang duduk sendirian di cafe ini sembari sibuk dengan ponselnya. Terlihat raut gusar di wajah Oliv, sesekali juga gadis itu terlihat melirik ke kanan dan kiri. Dan secara tak sengaja tatapan mereka bertemu, namun Oliv yang memutuskan kontak mata itu dengan mengalihkan tatapannya ke arah lain.
"Terus responnya pekerja lo apa?"
"Apalagi? Ya marah lah pasti, udah lo yang buat ulah malah komplen dan nuduh mereka yang tidak sopan. Aneh!" itu suara Adel menjawab pertanyaan Dekan yang sebenarnya ditujukan untuk Devan yang tak begitu fokus. Sebab, sedikit terusik dengan sosok yang menjadi objek menarik di netra hitamnya.
Menghiraukan Adel, Dekan kembali bicara pada Devan yang sama sekali tak menggubris. Dekan kesal dan ikut memperhatikan ke mana arah fokus mata Devan. Penasaran akan hal apa yang tengah dilihatnya.
"Itu bukannya salah satu pekerja lo?" Devan mengangguk.
"Ngapain dia disini?"
Adel memutar bola matanya kesal akan pertanyaan Dekan, lantas Adel pun kembali menjitak kepalanya.
"Terserah dia dong mau ngapain, ini kan tempat umum."
"Ah iya juga," Dekan mengangguk setuju.
Adel menatap sang kakak yang masih fokus menatap ke arah objeknya. Sama sekali tak menghiraukan kedua mahluk yang ada di dekatnya saat ini.
Devan baru mengalihkan tatapannya setelah mendengar ucapan Dekan yang membuatnya terkejut.
"Aku salah orang," kata Devan membuat kedua orang itu terperanjat.
"Maksudnya?" pekik Dekan dan Adel kompak.
"Aku pikir kau menyukai Oliv," Devan menunjuk ke arah Oliv. "Tapi ternyata kau naksir sama Rahayu."
"What?!" Dekan histeris kaget mendengarnya. "Kok bisa, sih?!"
Devan mengendikkan kedua bahunya, "mana ku tahu kalau kau naksir Rahayu."
"Ya ampun, Dev. Kan gue udah kasih tahu ciri-cirinya sama lo. Gimana sih?"
"Lupa." sahut Devan santai memilih fokus kembali pada Oliv yang kini sudah tak lagi duduk sendirian.
Seorang pria yang mengisi kursi kosong yang ada di depan Oliv. Keduanya tampak saling melemparkan senyuman, dan tak lama mengobrol.
Batin Devan bertanya-tanya. Siapa pria itu? Gebetan Oliv kah atau kekasihnya Oliv?
***
Devan sadar sepenuhnya kalau hal itu bukanlah urusannya. Oliv mau bertemu dengan siapa saja itu bukanlah urusannya. Tapi, kenapa ia begitu sangat penasaran dan ingin tahu siapa pria yang tengah bersama Oliv saat ini?Keduanya juga terlihat asyik mengobrol dan tak berhenti saking menatap satu sama lain. Dan disaat yang bersamaan itu juga Devan merasakan dadanya sesak, serasa panas terbakar."Aneh!" gumamnya tersenyum geli.Mungkin Devan perhatian pada Oliv karena gadis itu bekerja di toko buku miliknya. Meskipun terkesan sombong, dingin dan juga cuek. Tapi bukan berarti Devan tidak memperhatikan para pekerjanya. Hanya saja ia tidak kelihatan terlalu mencolok menunjukkan sikap perhatiannya. Dan jujur saja, Devan memang lebih sering memperhatikan Oliv ketimbang Rahayu.Setiap satu minggu sekali Devan memang datang mengunjungi toko buku miliknya. Niatnya sih memang ingin melihat perkembangan usahanya, juga sekaligus melihat Oliv dan se
Oliv meringis karena tidak bisa keluar dari situasi ini. Bahkan bos dinginnya kini menuntut jawaban darinya.Menghela nafas sejenak akhirnya Oliv pasrah mengatakan semuanya pada Devan yang awalnya sempat syok. Namun kembali tenang sembari tetap mendengarkan ucapan Oliv."Jadi, hal apa yang membuat pria itu mundur?"Mila gelagapan, menelan kasar air liurnya sendiri. "I-itu karena....""Apa, Liv? Kok kamu dari tadi gugup dan ngomongnya gagap gitu?""E-enggak kok, Pak." Oliv menggeleng."Itu buktinya, k—" ucapan Devan terhenti begitu mendengar suara Adam Levine yang mengalun merdu.Lantas dengan cepat Devan merogoh saku celananya, menatap sebuah nama dilayar ponselnya."Sebentar ya," ucap Devan meminta waktu sebentar pada Oliv yang mengangguk.Devan memunggungi Oliv seraya mengangkat panggilan tersebut. Oliv menatap pun
Baik Oliv maupun Rahayu sama-sama merasa kaget dan juga bingung akan sikap bos dingin mereka yang akhir-akhir ini lebih sering datang ke toko buku. Berbeda dengan sebelumnya, bisa dihitung pakai jari dalam sebulan bosnya datang ke toko buku.Tapi ini? hebat! Dalam seminggu ini saja sudah tiga kali datang. Jadi, siapa yang tak kaget coba?Karena hal itulah membuat Rahayu dan Oliv menganga lebar saking tak percayanya. Bahkan keduanya sangat tidak menyangka sekali akan kedatangan Devan hari ini. Padahal tadinya kedua gadis itu tampak asyik mengobrol, ngobrolin banyaknya hal namun harus terhenti dan menyapa Devan yang lebih mengejutkannya lagi tersenyum dan membalas sapaan mereka berdua."Sumpah, demi apa tuh bos tampan nan super cool kita jadi datang kesini?" pekik Rahayu heboh.Oliv mengendikkan kedua bahunya, "kesambet kali.""Aduh! Orang ganteng bisa kesambet setan juga?"
Tubuh tak berdaya Rahayu dibaringkan ke atas ranjang. Tak sulit bagi Oliv untuk membawa teman sejawatnya yang tengah teler pulang, Rahayu yang memang tinggal sendirian di rumah sederhana ini memang terbiasa menaruh kunci di bawah pot bunganya.Dari cerita yang Oliv tau, kedua orang tua Rahayu sudah lama meninggal sejak Rahayu masih duduk di sekolah dasar. Kemudian Rahayu diasuh oleh bibi dan omnya sampai SMA. Setelah lulus SMA Rahayu memutuskan untuk merantau ke kota ini, banyak pengalaman pekerjaan yang telah di cobanya. Hingga pada akhirnya ia diterima bekerja di toko buku milik Devan sekaligus menjadi awal pertemuannya dengan Oliv. Selang tak lama Rahayu bekerja di toko buku itu Oliv melamar pekerjaan disana.Tidak terlalu sulit bagi keduanya untuk cepat akrab, sebab baik Oliv maupun Rahayu adalah wanita yang mudah berkomunikasi dengan orang-orang baru. Keduanya pun berteman baik sampai sekarang. Oliv bahkan sering membawa Rahayu ke rumahnya untuk ia ken
Ketika pagi tiba Oliv yang sudah terbangun dari tidurnya nyenyaknya langsung bangkit dari ranjang. Melangkah menuju dapur dan membuka lemari pendingin milik Rahayu."Wow!" satu hal yang membuat Oliv berdecak kagum adalah kebiasaan Rahayu yang pembersih dan rajin berbelanja untuk kebutuhan isi kulkasnya yang tak pernah kosong.Rahayu terlihat bar-bar dan berantakan diluar, tapi aslinya siapa yang menyangka? Oliv mengambil beberapa macam bahan makanan yang akan ia olah untuk sarapan ini.Semua bahan tersebut ia potong-potong sesuai selera. Yap, Oliv akan membuat sarapan yang simpel saja. Salad sayur, dan sandwich saja.Selesai membuat sarapan Oliv membersihkan peralatan masak yang kotor kemudian membangunkan si kebo yang tidur di sofa ruang tamu."Bangun!" Oliv membangunkan dengan cara menepuk-nepuk bahu abangnya.Namun sayangnya Olano sama sekali tak terusik tidurnya. Oliv
Devan sudah mempersiapkan dirinya untuk menjawab segala pertanyaan yang akan Oliv lontarkan. Bagaimanapun juga pastilah wanita di depannya ini merasa curiga soal insiden tadi malam.Begitu sigapnya Devan langsung membawa sang adik tercintanya dan juga sepupu gesreknya keluar dari club malam. Yang tentu saja itu menimbulkan kecurigaan bagi Oliv.Devan baru tahu jika pria yang bersama Rahayu adalah abangnya Oliv. Dan Devan juga baru tahu kalau Olano adalah kekasih dari adiknya, Adel alias Ade Tiwi.Aishh, betapa tak sukanya Devan dengan nama pena sang adik.Dekan yang memberitahukan informasi itu padanya. Hal itu pun Dekan dapatkan dari Adel yang sempat memarahinya karena Dekan yang suka sekali menjahili Oliv dan Rahayu. Tentu saja Adel marah jika Oliv ikut kena imbas kejahilan Dekan, padahal gadis yang Dekan sukai adalah Rahayu. Jadi Rahayu saja yang seharusnya Dekan jahili dan bukannya calon adik iparnya,
Diantara ketiga pria ini sepertinya yang paling heboh cuma pria menyebalkan ini. Oliv menggeram kesal, seheboh-hebohnya Olano tetapi tidak sebising Dekan. Ah iya, Oliv baru ingat namanya.Seakan tak merasa lelah mulut Dekan terus bicara, menyerocos tak jelas hingga membuat Oliv dan Rahayu merasa muak."Diamlah Dekan. Kau membuatku mereka berdua merasa bosan." titah Devan ikut kesal melihat tingkah sepupunya. Mulut bawelnya yang terlalu banyak bicara itu sedikit banyaknya membuat orang bosan dan muak."Loh, apa iya aku ngebosenin dan bikin kesal?" tanya Dekan begitu percaya dirinya. Lalu, ia mencolek lengan Rahayu yang kebetulan duduk di sampingnya. "Aku ngebosenin ya?" tanyanya pada Rahayu yang nyengir kemudian dengan terpaksa menggelengkan kepala."Nah, enggak tuh. Iya kan, Oliv?" Dekan meminta pendapat Oliv yang duduknya persis di samping Rahayu.Sama seperti Rahayu, Oliv pun masih menjaga perasaan dengan menghargai
Pagi hari Olano sudah membuat heboh seantero rumah hanya karena habis membaca balasan chat dari Adel, kekasihnya.Sedari bangun tidur tadi bahkan Olano sudah merecoki Oliv yang pembawaan dirinya selalu terlihat tenang. Namun kali ini ketenangan dalam dirinya seakan lenyap begitu saja gara-gara kebisingan sang abang."Dia juga merasakan hal yang sama sepertimu," beritahu Olano sebelum Oliv sempat bertanya."Ini," dengan penuh semangat Olano menunjukkan layar ponselnya pada Oliv yang menganga saat membaca ruang chat antara abangnya dan Adel yang rupanya membahas antara ia dan Devan."Apa-apaan ini?" lirih Oliv tak percaya. Sementara Olano asyik menggodanya dengan kedua alis yang naik turun secara bergantian.Merasa tindakannya ini adalah hal yang benar dan mulia Olano pun merasa sangat bangga pada dirinya. Tak tahu bagaimana perubahan wajah Oliv yang malu sekaligus kesal."Kalian berdua keterlaluan!" hardiknya tak