Share

Tiga

Olivia merasakan dadanya berdebar tak karuan. Bukan berdebar karena ungkapan cinta melainkan panggilan si kulkas berjalan yang ingin membicarakan sesuatu hal.

Batin Oliv bertanya-tanya, ada apa gerangan bos dinginnya itu memanggil dirinya untuk bicara?

Sejauh yang Oliv ingat, si kulkas berjalan itu jarang bicara alias irit bicara dan juga irit ekspresi. Bahkan sapaan semalam pun adalah yang pertama kalinya ia dan Rahayu dapatkan dari Devan, nama bos mereka yang super dingin.

Oliv menarik nafas perlahan sebelum mengetuk pintu, dan membuka pintu itu perlahan setelah mendengar titah masuk dari bosnya.

"Saya mendapat komplen dari pelanggan."

"Hah?" Oliv terhenyak kaget.

Bosnya ini apa tidak bisa menyapa dulu apa? Baru juga Oliv masuk sudah main nyerocos saja.

Untuk menghilangkan sikap begonya Oliv pun nyengir, namun nyatanya ternyata tindakan itu justru membuat Oliv terlihat semakin bego dimata Devan yang terlihat kesal.

"Kamu dengar yang saya katakan tidak?" dan, Oliv pun langsung menggeleng.

"Maaf Pak," lagi, Oliv nyengir dan itu sungguh membuat Devan merasa kesal.

"Dan bukannya harus ada sapaan dulu kan, Pak?" kata Mila pelan namun masih dapat di dengar Devan yang menatap tajam dirinya.

"Kamu ngatur saya?"

"E-enggak. Saya gak bermaksud untuk begitu kok, Pak."

"Terus apa kalau bukan itu?"

"Ya, saya kan cuma-"

"Sudah cukup!" sela Devan tak ingin mendengar alasan apapun yang keluar dari mulut Oliv.

Oliv sendiri merasa kesal melihat bosnya ini. Menyebalkan sekali. Cih!

"Langsung saja, ke inti permasalahan yang ingin saya bicarakan sama kamu?"

Malas sekali!

"Iya, Pak." sahut Oliv yang berbeda dengan kata hatinya.

"Ada pelanggan yang komplen. Katanya para pekerja saya sudah sangat keterlaluan. Tidak memiliki sopan santun dan terkesan sangat kasar sekali. Apa itu benar?"

Oliv mengerjap dengan mata membulat sempurna, mencoba mengerjap setiap kata demi kata yang diucapkan bosnya.

Menarik nafas sebentar sebelum menjawab pertanyaan si kulkas berjalan. "Uhm, jadi itu sebenarnya gini Pak...." Oliv pun menjelaskan perihal pria kemarin. Salah satu pelanggan yang sering membeli buku di toko buku milik Devan ini.

Oliv bahkan tak segan mengatakan jika pria itu sangat menyebalkan. Hobinya hanya mengejek dan menghina karya orang lain. Termasuk ejekan untuk sang penulis favoritnya.

Devan tak terlihat terkejut sama sekali, tetapi ia tetap mendengarkan ucapan Oliv sampai selesai.

"Jadi ya wajar dong, Pak. Kalau saya dan Rahayu balas bersikap tak sopan dan sama kurang ajarnya seperti pria itu." tukas Oliv membela diri setelah ia selesai menjelaskan mengapa ia dan Rahayu bersikap tak sopan.

"Tapi pelanggan ini cuma komplen sama satu orang saja. Tidak, sepertinya teramat kesal sekali sama kamu." Oliv melotot mendengarnya.

"Pelanggan itu bilang, pekerja saya yang paling tidak sopan dan yang paling kurang ajar itu ciri-cirinya bertubuh mungil. Uhm, maksudnya bertubuh lebih kecil dari pekerja yang satunya lagi. Mungkin maksud dia Rahayu." buru-buru Devan meralat ucapannya yang hampir memuji Oliv imut.

"Jadi maksudnya saya gitu Pak?"

"Ya mungkin, kalau dilihat dari ciri-ciri yang disebutkan pria tersebut ya memang cocok sama kamu."

"Kok...?"

"Apa?"

Oliv menggeleng, "enggak apa-apa, Pak. Jadi gimana?"

"Gimana apanya?"

"Saya dipecat?"

Devan mengulum bibir sesaat, "kamu memang niat untuk saya pecat ya?"

Oliv kembali menggeleng. "Enggak sih Pak."

"Ya sudah, balik bekerja sana." titah Devan tanpa menatap ke arah Oliv yang termangu di tempatnya tak beranjak sedikitpun hingga Devan merasa jengah.

"Kamu betah ya di dekat saya?"

Oliv melotot mendelik mendengarnya, dan setelah itu ia cepat-cepat pamit undur diri dari hadapan Devan dengan wajah memerah malu.

***

"Bagaimana?" tanya Dekan tampak antusias.

Devan menatap malas pada sepupunya yang satu ini. "Sudah," jawab Devan singkat.

"Kau memecatnya?"

"Ya enggaklah!" jawab Devan kesal.

Dekan terkikik mendengarnya, "biasa aja dong jangan sinis gitu."

Netra hitam Devan menatap lekat seorang wanita cantik yang berjalan ke arah mereka berdua.

"Hai, cewek-cewek." sapa wanita itu tertawa saat melihat wajah kedua pria itu yang terlihat kesal.

"Kebiasaan!" cibir Dekan tak terima. Sedangkan Devan memilih tak ambil pusing, ya walupun ia juga kesal mendengar sapaan itu keluar dari mulut adiknya.

"Kak, karya-karya aku diejek dan dihina habis-habisan sama dia!" adu Ade Tiwi atau yang akrab dipanggil Adel.

Merasa dirinya sedang ditunjuk Dekan nyengir. "Sengaja ku lakukan untuk menggoda pekerjamu, Van."

Devan geleng-geleng kepala mendengarnya, "keren sekali." Dekan tersenyum bangga.

"Jika kau menyukai salah satu pekerjaku, kau seharusnya tinggal bilang saja. Tembak langsung orangnya ditempat."

"Waduh! Mati dong, Van." pekik Dekan memasang wajah ngerih.

Merasa gemas, Adel memberikan satu jitakan yang mampir di kepala Dekan. "Tembak, nyatain cinta maksudnya Kakak gue. Dasar bego!"

"Oohh, nyatain cinta toh." Dekan terkikik geli karena berhasil membuat Adel kesal. Padahal sebenarnya ia hanya bergurau dengan pura-pura tidak mengerti maksud ucapan sepupunya itu.

Mata Devan menangkap sosok yang sudah tak asing baginya di cafe ini. Ia perhatikan terus sosok itu yang sepertinya tengah menunggu seseorang.

"Oh ya, Dev, loh udah ngomong kan sama salah satu pekerja loh itu?"

Devan mengangguk seraya melirik sekilas pada Dekan yang asyik bicara, setelahnya Devan kembali fokus memperhatikan Oliv yang duduk sendirian di cafe ini sembari sibuk dengan ponselnya. Terlihat raut gusar di wajah Oliv, sesekali juga gadis itu terlihat melirik ke kanan dan kiri. Dan secara tak sengaja tatapan mereka bertemu, namun Oliv yang memutuskan kontak mata itu dengan mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"Terus responnya pekerja lo apa?"

"Apalagi? Ya marah lah pasti, udah lo yang buat ulah malah komplen dan nuduh mereka yang tidak sopan. Aneh!" itu suara Adel menjawab pertanyaan Dekan yang sebenarnya ditujukan untuk Devan yang tak begitu fokus. Sebab, sedikit terusik dengan sosok yang menjadi objek menarik di netra hitamnya.

Menghiraukan Adel, Dekan kembali bicara pada Devan yang sama sekali tak menggubris. Dekan kesal dan ikut memperhatikan ke mana arah fokus mata Devan. Penasaran akan hal apa yang tengah dilihatnya.

"Itu bukannya salah satu pekerja lo?" Devan mengangguk.

"Ngapain dia disini?"

Adel memutar bola matanya kesal akan pertanyaan Dekan, lantas Adel pun kembali menjitak kepalanya.

"Terserah dia dong mau ngapain, ini kan tempat umum."

"Ah iya juga," Dekan mengangguk setuju.

Adel menatap sang kakak yang masih fokus menatap ke arah objeknya. Sama sekali tak menghiraukan kedua mahluk yang ada di dekatnya saat ini.

Devan baru mengalihkan tatapannya setelah mendengar ucapan Dekan yang membuatnya terkejut.

"Aku salah orang," kata Devan membuat kedua orang itu terperanjat.

"Maksudnya?" pekik Dekan dan Adel kompak.

"Aku pikir kau menyukai Oliv," Devan menunjuk ke arah Oliv. "Tapi ternyata kau naksir sama Rahayu."

"What?!" Dekan histeris kaget mendengarnya. "Kok bisa, sih?!"

Devan mengendikkan kedua bahunya, "mana ku tahu kalau kau naksir Rahayu."

"Ya ampun, Dev. Kan gue udah kasih tahu ciri-cirinya sama lo. Gimana sih?"

"Lupa." sahut Devan santai memilih fokus kembali pada Oliv yang kini sudah tak lagi duduk sendirian.

Seorang pria yang mengisi kursi kosong yang ada di depan Oliv. Keduanya tampak saling melemparkan senyuman, dan tak lama mengobrol.

Batin Devan bertanya-tanya. Siapa pria itu? Gebetan Oliv kah atau kekasihnya Oliv?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status