Share

Empat

Devan sadar sepenuhnya kalau hal itu bukanlah urusannya. Oliv mau bertemu dengan siapa saja itu bukanlah urusannya. Tapi, kenapa ia begitu sangat penasaran dan ingin tahu siapa pria yang tengah bersama Oliv saat ini? 

Keduanya juga terlihat asyik mengobrol dan tak berhenti saking menatap satu sama lain. Dan disaat yang bersamaan itu juga Devan merasakan dadanya sesak, serasa panas terbakar. 

"Aneh!" gumamnya tersenyum geli. 

Mungkin Devan perhatian pada Oliv karena gadis itu bekerja di toko buku miliknya. Meskipun terkesan sombong, dingin dan juga cuek. Tapi bukan berarti Devan tidak memperhatikan para pekerjanya. Hanya saja ia tidak kelihatan terlalu mencolok menunjukkan sikap perhatiannya. Dan jujur saja, Devan memang lebih sering memperhatikan Oliv ketimbang Rahayu. 

Setiap satu minggu sekali Devan memang datang mengunjungi toko buku miliknya. Niatnya sih memang ingin melihat perkembangan usahanya, juga sekaligus melihat Oliv dan segala tingkah gadis itu. 

Menurut Devan, Rahayu lebih heboh daripada Oliv. Tapi entah kenapa yang terlalu mencolok di mata Devan adalah Oliv. 

Devan mulai terbayang-bayang dan selalu memikirkan Oliv beberapa waktu belakangan ini. Meskipun dari awal Oliv bekerja disini Devan memang sudah terngiang-ngiang akan sosoknya. 

Oliv yang selalu memakai pakaian panjang sampai telapak tangannya pun ikut tenggelam mencuri perhatian Devan yang sejak awal sangat penasaran. Terkadang juga gadis itu memakai sarung tangan rajutan jika tidak memakai baju panjang. 

Tak peduli cuaca sedang panas atau tidak Oliv tetap memakainya. Devan menebak sepertinnya ada sesuatu di tubuh Oliv yang memang sengaja Oliv sembunyikan. Tapi, entah apa itu. 

Devan mengerjap dan tersadar dari lamunannya kala pria yang bersama Oliv tampak bangkit berdiri dari duduknya dan setelahnya pergi meninggalkan Oliv sendirian. 

Beberapa saat berlalu hanya Oliv habiskan duduk termenung di tempatnya. Raut wajah gadis itu terlihat sedih dan merasa kecewa. 

Tunggu, apa Oliv habis diputuskan oleh pacarnya? Atau mereka tengah bertengkar hebat karena si cowok atau Oliv ketahuan selingkuh? Atau juga karena orangtua yang mungkin saja tak merestui hubungan mereka sehingga Oliv dan kekasihnya kompak memutuskan berpisah? 

Dan, masih banyak lagi kemungkinan-kemungkinan lainnya. Eh, sebentar, kenapa jadi Devan yang pusing memikirkannya? 

Devan menggelengkan kepalanya sekali seraya mendengus geli. Tak habis pikir kenapa bisa ia malah memikirkan masalah orang lain. 

Dekan dan Adel saling melirik bingung melihat tingkah Devan yang aneh. Dan lebih aneh lagi ketika Devan tiba-tiba mengajak pulang.

Meski bingung, namun Dekan dan Adel menurut saja untuk pulang. Karena sebenarnya mereka juga sangat lelah seharian ini. 

Devan berjalan dibelakang dekan dan Adel, melirik sebentar Oliv saat ia melewatinya. Oliv sendiri masih belum ingin beranjak dari posisinya. 

Pikirannya kembali teringat ke beberapa saat yang lalu. Sebuah penolakan yang kembali ia terima setelah ia menunjukkan salah satu kekurangannya pada pria yang menjadi teman kencan butanya lewat suatu aplikasi pencarian jodoh. 

Oliv pikir, kali ini ia pasti akan mendapatkan pasangan yang mau menerimanya apa adanya. Nyatanya pria yang tadi langsung bergidik jijik saat Oliv menunjukkan jari-jarinya yang penuh dengan kutil.

Detik itu juga tubuh Oliv merasa lemas, niat untuk menemukan cinta sejatinya ternyata tidaklah semudah yang ia bayangkan. 

Benar. Banyak yang pastinya jijik melihat kutil-kutilnya. Bahkan Oliv saja kadang masih merasa jijik melihat kutilnya sendiri. 

***

Wajah Oliv dan Devan sama-sama memerah menahan malu dengan posisi mereka saat ini. Perlahan Devan melepaskan tubuh Oliv yang berada dalam dekapannya. 

Tadi, beberapa saat yang lalu Devan berusaha menolong Oliv yang hampir terjatuh dari tangga kecil kayu. Syukurlah Devan berhasil menangkap tubuh mungil Oliv tepat waktu. 

Sebenarnya insiden ini bukanlah kesalahan Oliv sepenuhnya. Sebab Devan sendirilah yang mengagetkan Oliv sehingga membuat gadis itu tersentak kaget dan nyaris hampir jatuh. 

"Kamu gak apa-apa?" tanya Devan kikuk. Namun tak dapat menutupi kekhawatiran dalam nada bicaranya. 

Oliv menggelengkan kepala dengan gerakan kikuk. "Terima kasih, Pak. Sudah menolong saya."

Devan mengangguk sembari berdeham, "kamu tadi mau ngapain memangnya? Sampai pakai naik itu segala?" tanya Devan seraya menunjuk tangga kayu kecil tersebut. 

Gantian Oliv yang menunjuk ke arah rak buku yang paling atas. "Mau ambil buku."

Devan mengangguk mengerti, "buku yang mana yang mau diambil?" tanya Devan mengangkat sebelah tangannya bersiap mengambil buku yang tadinya ingin diambil Oliv. Dan Oliv pun lantas menyebutkan judul bukunya.

Oliv takjub dengan kemampuan Devan yang dengan mudah menjangkau rak paling atas dan berhasil mendapatkan buku tersebut. 

"Yang ini?" tanya Devan. Oliv mengangguk senang. 

"Terima kasih, Pak." Devan mengangguk. 

"Makanya kamu tuh lebih tinggi dikit, seperti Rahayu." 

Wajah Oliv yang tadinya tersenyum senang kini berubah menjadi kesal. "Ya maunya saya juga gitu, Pak. Jadi gak ngerepotin orang lain segala."

Devan terdiam mendengar ucapan Oliv, sebenarnya ia bicara seperti bukan untuk bermaksud menghina diri Oliv yang mungil. Candaannya dianggap serius oleh Oliv, dan Devan merasa sangat menyesal. 

"M-maksud saya bukan begitu Oliv—"

"Iya kok, Pak, saya ngerti." sela Oliv tersenyum. Meski terpaksa, karena sungguh ucapan Devan tadi sedikit melukainya. 

Siapapun pasti menginginkan kesempurnaan, tak ada yang mau kekurangan dalam dirinya. Tapi jika Tuhan memang sudah memberikannya seperti itu, maka manusia harus bisa menerimanya dengan segala rasa syukur. Dan bukannya mengeluh. 

"Oliv, saya minta maaf."

"Iya Pak." sahut Oliv sekali lagi tersenyum. 

Sejenak keadaan menjadi hening, keduanya terlihat sama-sama kikuk hingga Oliv tidak tahan dan bermaksud untuk segera menyudahinya. 

Tapi, baru saja Oliv ingin membuka mulutnya namun terhalang oleh suara Devan yang lebih dulu bicara. 

"Kemarin, siapa?"

"Maaf? Maksudnya?"

"Pria yang di cafe kemarin?" Devan merutuki dirinya sendiri yang sudah kelepasan bertanya. 

Sejak tadi ia berusaha menahan dirinya untuk tidak mengungkapkan pertanyaan tersebut. Pertanyaan yang membuatnya sangat penasaran setengah mati, dan akhirnya keluar juga dari mulutnya. Shitt! 

Oliv terbelalak mendengarnya, ingatannya kembali berputar tentang di cafe kemarin. 

"Bapak memperhatikan saya ya?" 

"A-apa? Memperhatikan?" Oliv mengangguk. 

"Tentu tidak. S-saya kebetulan ada di cafe itu bersama teman-teman saya. Dan ya, saya gak sengaja lihat kamu disana." jelas Devan membela diri.

"Lagian kamu juga tau kan saya ada disana? Kan, kira secara gak sengaja saling tatapan sebentar." sambung Devan mengingatkan semalam jika ia Dan Oliv sempat terlibat saling menatap walau sebentar. Merasa tak bisa mengelak Oliv pun mengangguk malu. 

"Nah, jadi, siapa pria semalam?"

"Uhm, itu...." Oliv melirik ke segala arah. Mencoba mencari celah untuk keluar dari situasi ini. Karena jujur saja Oliv tidak mau mengatakan yang sebenarnya pada Devan. 

Namun jika Devan terus memaksa dan semakin memojokkan Oliv untuk menjawab, maka sepertinya Oliv harus terpaksa mengatakannya dengan berat hati. Yang artinya sama saja jika Oliv juga akan mengatakan mengenai kutil-kutilnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status