Share

BAB 06

Siapa Sebenarnya Suamiku

BAB 06

Setelah keluar dari ruang kerja Mas Herman. Aku langsung menuju kekamar.

Ku hubungi Vivi dan mengirimkan gambar kotak itu kepadanya agar Vivi segera mencari kotak yang sama persis.

Dua hari berselang belum ada kabar dari Vivi. Aku mulai gelisah apa begitu sulit mencari kotak yang sama persis seperti ini gumamku.

Mas Herman dua hari ini tidak ada dirumah. Jadi aku bisa sedikit leluasa untuk mencari sesuatu yang Mas Herman sembunyikan.

Ketika sedang melamun tiba-tiba gawaiku berbunyi. Aku segera bangkit dan mengangkatnya.

"Hallo Bu, Bapak sedang koma dirumah sakit."ucap Bobi diseberang telepon. Aku sangat terkejut mendengar kabar dari Bobi badanku gemetar, jantungku berdegup kencang nafasku terasa sesak.

"Di rumah sakit mana?"tanyaku dengan tangis histeris.

Lalu Bobi menyebutkan nama rumah sakitnya dan Bobi juga sudah menyuruh anak buahnya untuk menjemputku.

Satu jam berlalu namun anak buah Bobi belum juga datang. Aku sudah tidak sabar untuk segera sampai rumah sakit. Mbok Sannah menangis sedih setelahku ceritakan kondisi Mas Herman.

Aku sudah benar-benar bingung harus berbuat apa? Anak buah Bobi belum juga datang. Aku coba untuk menghubungi Bobi kembali namun nomor Bobi tidak bisa dihubungi.

Ketika aku hampir putus asa, akhirnya anak buah Bobi datang.

"Ayo Kita berangkat."perintahku pada mereka.

Aku tidak boleh lemah. Aku yakin Mas Herman tidak mau melihatku lemah seperti ini.

Setelah menempuh perjalanan dua jam. Akhirnya Kami sampai disebuah rumah sakit yang sangat besar.

Mereka langsung membawaku keruangan VIP.

Dadaku terasa sangat sesak ketika sudah berada di depan pintu dimana mas Herman sedang berbaring tak berdaya.

Aku harus kuat. Mas Herman membutuhkan Ku.

Ku buka pintu dan melihat Mas Herman terbaring dengan beberapa alat medis ditubuhnya. Aku menangis histeris melihat kondisi Mas Herman.

Aku mendekat. Lalu ku genggam tangan Mas Herman.

"Mas. Kenapa Kamu sampai seperti ini Mas."ucapku sambil menangis, tak ada respon apapun dari Mas Herman.

Bobi hanya diam berdiri dibelakangku.

Aku beranjak duduk disofa dan memanggil Bobi.

"Bobi, Sebenarnya apa yang terjadi? bukanlah Kamu bertanggung jawab atas keselamatan Bapak."tanyaku menyelidik.

"Kejadiannya sangat cepat Bu. Maafkan Saya karena tidak bisa menjaga Bapak dengan baik."ucapnya sedih.

"Sekarang Kamu ceritakan kepada Saya semuanya, Karena kondisi Bapak koma jadi Saya yang harus menggantikan Bapak."ucapku tegas.

Maaf Bu, Bapak tidak memperolehkan Saya untuk memberitahu kepada Ibu."Jawabnya sopan.

Percuma aku berbicara pada Bobi karena Bobi tidak akan mau membocorkan apapun kepadaku. Bobi terlihat sangat patuh kepada mas Herman jadi percuma saja aku mencoba mengoreknya.

πŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘Œ

Tiga hari telah berlalu namun belum ada tanda-tanda Mas Herman sadar dari komanya.

Aku tidak pernah meninggalkan Mas Herman. Aku selalu mendampingi Mas Herman.

Hatiku sedih melihat kondisi Mas Herman. Bobi menyuruhku untuk pulang dan menunggu kabar darinya, namun aku menolaknya.

Penjagaan ketat mereka lakukan didepan pintu. Anak buah Bobi bergantian berjaga.

Waktu berjalan begitu cepat. Sudah satu bulan Mas Herman koma, namun sampai saat ini belum juga ada perubahan.

Sore itu, Aku berjalan kearah taman yang ada dirumah sakit sekedar untuk melepas penat.

Ketika aku sedang duduk, tiba-tiba ada seorang pria yang berjalan kearahku dan langsung duduk disampingku.

"Bu Herman."sapanya dengan ramah.

"Iya."Jawabku, sebenarnya aku sedikit terkejut ada orang yang mengenalku disini.

"Mana Bodyguard Bu Herman."tanyanya lagi.

"A-ada."jawabku tergagap karena takut. Aku takut jika orang itu ingin melakukan hal buruk terhadapku.

"Jangan takut Bu, Saya bukan orang jahat."ucapnya dengan sopan. Sepertinya Dia tahu apa yang sedang aku rasakan saat itu.

"Kamu tahu darimana jika Saya istri Pak Herman..?"tanyaku penasaran.

"Saya tahu semua tentang Bapak dan Ibu."jawabnya santai. Mataku membulat sempurna ketika mendengar jawabannya.

"Maksud Kamu..???""tanyaku semakin penasaran.

"Banyak hal yang Saya tahu.."ucapnya dengan santai.

"Apa yang kamu ketahui tentang kami?"tanyaku menyelidik

"Banyak. Hampir semua saya tahu."Jawabnya santai.

"Siapa sebenarnya kamu? Dan apa hubunganmu dengan kami?"tanyaku lagi

"Ini kartu nama Saya, jika Ibu sewaktu-waktu butuh bantuan, Ibu bisa langsung menghubungi saya,"ucapnya sambil menyodorkan kartu nama.

Aku menerima kartu nama itu dan aKu simpan disaku bajuku. Aku sebenarnya sangat ingin tahu siapa laki-laki itu, tapi, aku yakin Dia tidak akan mau memberitahu aku begitu saja.

Pria itu berdiri dan beranjak pergi. Setelah pria itu pergi, aku melihat Bobi berlari kearahku dan memberitahuku jika Mas Herman sudah sadar dari komanya.

Aku langsung bangkit dan berlari masuk kedalam ruangan mas Herman. Benar saja, ketika aku sampai, Mas Herman sudah sadar dan sedang berbicara dengan dokter.

Aku langsung mendekat dan memeluk Mas Herman.

"Mas, syukurlah Kamu sudah sadar, Aku takut jika Kamu akan pergi meninggalkan Aku."ucapku sambil menangis.

"Sudah jangan takut Dek. Mas baik-baik saja."diusapnya air mataku.

Dokter menyarankan agar Mas Herman banyak istirahat untuk sementara waktu untuk pemulihan. Setelah satu minggu dirawat.

Dan Mas Herman benar-benar dinyatakan sehat. Dokter mengijinkan Mas Herman pulang.

πŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘Œ

Seperti biasa, mobil selalu beriringan. Namun, kali ini Kami tidak menaiki mobil yang biasanya. Kami menaiki mobil anak buah Bobi.

Kamipun tiba dirumah, dimana Mbok Sannah sudah menunggu Kami dengan raut wajah yang sedih.

"Bapak baik-baik sajakan."ucapnya sambil berlari memeluk Mas Herman.

Sebuah pandangan langka bagiku, karena selama ini tak pernah Ku lihat mereka sedekat itu.

Mbok Sannah terlihat sangat menyayangi Mas Herman.

Setelah mengantar Mas Herman untuk istirahat dikamar. Aku kedapur untuk meminta Mbok membuatkan bubur untuk Mas Herman.

Ketika aku sedang duduk dikursi dapur. Aku teringat akan Vivi.

"Mbok Vivi kemana?"tanyaku.

"Lho... Bukannya Vivi ikut Ibu kerumah sakit?"Mbok Sannah berbalik bertanya.

"Gak Mbok, selama Saya dirumah sakit tidak pernah Vivi datang atau menghubungiku."jawabku bingung.

Karena memikirkan Mas Herman koma Aku jadi lupa akan perintahku kepada Vivi dan bahkan aku sampai tak sadar selama dirumah sakit Vivi tak pernah menghubungiku.

Karena capek aku putuskan untuk istirahat.

Malamnya Kami duduk bersama.

"Mas banyak hal yang terjadi, Mengapa seakan aku merasa jika nyawa Kita terancam."ucapku kepada Mas Herman.

"Adek tidak usah takut dan khawatir Mas akan selalu melindungi Mu."ucap Mas Herman sambil memeluk tubuhku.

"Gimana aku tidak khawatir. Dulu aku yang tertembak sekarang Kamu terluka sampai koma, ayo Mas coba jelaskan! Aku benar-benar ingin mengetahui semuanya."ucapku sedikit menekan omongan.

"Ada saatnya Mas akan cerita semuanya Dek, Bersabarlah."ucapnya sambil mengecup keningku dan beranjak naik ketempat tidur.

Selalu seperti ini, mas Herman selalu mengalihkan pembicaraan jika aku bertanya sesuatu terhadapnya. Entah apa yang Dia sembunyikan dariku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status