Share

Siapa Sebenarnya Suamiku
Siapa Sebenarnya Suamiku
Penulis: Yuliswar

BAB 01

Siapa Sebenarnya Suamiku

BAB 01

Kaya siapa sich manusia didunia ini yang tidak ingin hidup kaya? Namun tidak semua orang kaya itu bahagia.

contoh kecil dengan Ku. Sebut saja aku Nadia. Aku adalah istri dari seorang suami bernama Herman Kusumo. Seorang pengusaha sukses dan kaya raya.

Memiliki suami yang ekonomi sangat fantastic tak membuatku bisa menikmati hidup bahagia.

setiap hari waktu suamiku harus tersita oleh pekerjaan dan sangat jarang bisa meluangkan waktu untukku.

setiap hari waktuku habis hanya dirumah. Setiap ingin keluar rumah untuk sekedar jalan-jalan selalu dilarang, dengan dalih terlalu berbahaya jika aku keluar sendiri tanpa mas Herman.

Bayangkan setiap hari selalu dimonitor. CCTV ada dimana-mana. Setiap apa yang aku lakukan selalu diintai.

Pernah aku melayangkan protes terhadap mas Herman, namun ujung-ujung nya jadi sebuah pertengkaran.

Mendengar cerita Dina jadi membuat Ku teringat akan mas Herman.

Seketika aku tidak fokus dalam menyetir, lalu aku meminta Dina untuk menggantikanku.

Dua puluh menit kemudian kami pun sampai mall. Aku turun duluan karena Dina mau memarkirkan mobil terlebih dahulu.

Kami pun masuk kedalam mall dan mulai berbelanja. Ku edarkan pandangan karena aku merasa jika ada yang sedang memperhatikan kami. Namun setelah aku cari-cari tak menemukan siapa pun. Ah! Mungkin hanya pikiranku saja "bathinku"

Setelah terasa kakiku capek. Aku ajak Dina untuk istirahat disebuah cafe di lantai tiga. Kami memesan makanan dan minuman karena memang sudah waktunya perut untuk diisi.

Ketika sedang menikmati makananku, gawaiku berbunyi menandakan ada sebuah panggilan.

Aku jadi salah tingkah dan sedikit takut setelah melihat siapa yang menghubungi Ku.

Tapi jika tidak ku angkat maka akan menjadi masalah besar nantinya.

" Hallo mas."jawab ku

"Dek! Mas kan sudah bilang jangan pergi tanpa ijin dari mas."jawabnya sedikit kesal.

"Maaf Mas." Jawabku lirih.

"Sekarang kamu pulang dan tunggu ditempat. Jangan kemana-mana. Mas akan suruh Bobi jemput kamu."ucap mas Herman dengan sedikit menekan suaranya.

Lalu sambungan tlp terputus.

Tidak perlu menunggu lama Bobi sudah datang. Aku menyuruh Dina untuk membawa mobilku dan nanti biar anak buah mas Herman yang mengambil kerumah Dina.

Bobi adalah bodyguard sekaligus orang kepercayaan mas Herman.

"Mari Bu." Ajaknya dengan sopan. Lalu dia membawa semua paper bag belanjaan ku.

Bobi membukakan pintu untuk ku. Jujur aku merasa tidak nyaman diperlukan seperti ini, apa lagi ditempat umum banyak mata yang melihat kearah kami.

Didalam mobil Bobi hanya diam tanpa bicara sepatah kata pun.

" Bob. Nanti didepan berhenti sebentar. Saya mau beli buah." Kataku padanya sambil menunjuk kios buah.

Mobil berhenti pas didepan kios buah, ketika aku hendak turun.

"Maaf Bu... Biar saya yang membelikan buahnya. Ibu mau buah apa?"tanyanya dengan sopan.

Aku hempaskan nafas dengan kasar. Jujur aku sangat jengkel.

"Beli aja setiap macam buah yang menurut mu selera saya." Jawabku dengan nada kesal. Sepertinya Bobi tahu jika aku sedang kesal.

"Maafkan saya, Bu. Saya bertanggung jawab atas keselamatan Ibu." Ucapnya dan berlalu berjalan kearah kios.

Setelah menunggu sedikit lama, Bobi datang dan membuka bagasi belakang. Aku terkejut ketika ada tiga orang pelayan kios mengangkat beberapa kardus dan langsung memasukkan kedalam bagasi.

Setelah semua selesai. Bobi langsung naik kembali kedalam mobil.

"Kamu beli buah banyak sekali?"tanya ku.

"Saya tidak tahu Ibu suka buah apa? Jadi saya beli beberapa macam buah." Jawabnya sopan.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang.

"Bob, bapak dimana?" Tanyaku. Bobi tidak langsung menjawabku. Dia seperti sedang berpikir untuk memberi jawaban.

" Kenapa sich Bob! Susah sekali menjawab pertanyaan saya."jawabku sedikit ku tekan.

"Bukan seperti itu Bu. Tapi, Bapak menyuruh saya untuk merahasiakan keberadaannya." Jawabannya dengan ragu.

"Sebenarnya ada apa sich dengan bapak? sampai harus dirahasiakan dari saya?"tanyaku lagi membuatku semakin penasaran.

"Ti-tidak ada apa-apa Bu." Jawab Bobi terbata. Jadi semakin membuatku yakin jika ada hal tidak beres.

Tanpa terasa kami pun sampai, setelah barang belanjaan diturunkan dari mobil. Bobi memanggil bodyguard yang bertanggung jawab menjagaku.

Entah apa yang mereka bicarakan, karena aku sudah capek, lalu aku langsung masuk kedalam rumah dan membersihkan diri lalu beristirahat.

Dua jam beristirahat tenggorokan terasa kering, lalu aku kedapur untuk mengambil minum.

Aku adalah perempuan mandiri, jadi sangat risih jika semua kebutuhanku harus selalu dilayani.

Kadang mas Herman memarahiku jika melihatku masuk kedapur untuk sekedar minum.

Tiba-tiba aku teringat Mas Herman. Aku bingung mas Herman tahu darimana kalau aku sedang jalan ke mall?

Sedangkan aku bilang kepada bodyguardku jika aku hanya main di kompleks sebelah.

Ah! Sudahlah dari pada aku pusing nanti ku tanyakan langsung padanya jika dia pulang.

👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌

Hari ini hari dimana mas Herman pulang dari dinas luarnya.

Aku sudah mempercantik diri untuk menyambutnya. Rasa rindu yang menggebu membuatku lupa akan kecurigaanku.

Tiga puluh menit menunggu akhirnya mobil mas Herman datang.

Bobi turun dari mobil lalu berlari kecil menuju pintu dimana mas Herman duduk, lalu Bobi membukakan pintu untuk mas Herman.

Ketika Bobi masuk kedalam mobil. Aku sedikit heran karena biasanya ketika pintu terbuka mas Herman langsung keluar. Namun mengapa kali ini harus Bobi masuk kemobil lagi?

Dengan rasa penasaran. Ku beranikan diri untuk mendekat kearah mobil dan ketika aku tepat berada di samping mobil mataku dikejutkan dengan melihat mas Herman.

" Mas!!!"teriakku histeris. Bobi langsung turun dari mobil sambil memapah mas Herman.

"Jangan panik Dek. Mas gak apa-apa."jawabnya dengan lembut.

"Gak apa-apa bagaimana?"kataku meninggikan suaraku.

"Sudah ayo masuk, mas mau istirahat."ajaknya sambil berjalan dibantu Bobi.

Hatiku semakin yakin jika ada banyak hal yang mas Herman sembunyikan dari ku.

Tiga tahun menikah, aku belum tahu sifat asli mas Herman. Karena waktu mas Herman habis diluar rumah, entah itu pergi kekantor, keluar kota atau bahkan kadang sering keluar malam dengan alasan meeting dengan klien.

Hari libur pun mas Herman selalu pergi entah kemana. Dia selalu marah jika aku banyak bertanya dengannya. Bagi mas Herman selama, Dia masih bertanggung jawab dan mencukupi kebutuhanku, aku harus nurut dengannya dan tidak banyak menuntut.

Pernah aku berpikir jika mas Herman memiliki perempuan lain diluar sana, namun semua itu segera aku tepis. Karena aku yakin cinta mas Herman hanya untuk ku.

Ketika itu mas Herman pamit bekerja keluar kota selama seminggu dan mengatakan jika tempat yang dia tuju adalah sebuah perkampungan yang susah sinyal. Jadi mas Herman mengatakan jika selama disana gawainya akan dimatikan. Dan jika ada sinyal baru mas Herman yang akan menghubungiku.

Dua hari setelah kepergian mas Herman, hatiku mulai tak tenang. Entah mengapa ada perasaan perih didada. Aku mencoba menghubungi sekertaris mas Herman yang bernama Dewi.

"Hallo Dewi..." sapa Ku dalam panggilan telephone

"I-iya hallo bu Nadia..." jawab Dewi dengan sopan.

"Saya boleh bertanya?" ucapku sedikit ragu

"Si-silahkan Bu, apa yang ingin ibu Nadia tanyakan?" jawabnya

"Dimana kota pak Herman datangi sekarang.?" tanyaku dengan ragu

"OH... Maaf Bu, saya tida tahu pak Herman dikota mana saat ini." jawaban Dewi membuatku mengernyitkan dahi, bagaimana bisa seorang sekertaris tidak tahu dimana bosnya berada? bukankah tugasnya untuk mengatur dan mengingat kan bosnya jadwal pekerjaannya.

"Lho! Kamu kan sekertaris pak Herman. Bagaimana bisa tidak tahu pak Herman dimana sekarang?" tanya ku sedikit menyelidik.

"I-iya Bu. Memang biasanya Pak Herman selalu memberitahu saya. Namun kali ini pak Herman tidak mengatakan kemana beliau pergi." jawab Dewi sedikit takut

Karena kesal aku langsung mematikan sambungan telephone secara sepihak.

Aku yakin jika Dewi pasti merahasiakan sesuatu dariku. Tidak mungkin Dewi tidak tahu atasannya pergi kemana jika memang kepergian itu urusan pekerjaan.

Karena merasa jenuh dirumah. Akhirnya ku putuskan untuk jalan-jalan kesebuah Mall. Sebenarnya Mas Herman akan sangat marah jika tahu aku pergi sendirian tanpa membawa bodyguard dan tidak meminta ijin darinya, entah apa yang membuat mas Herman seperti itu.

Aku menghubungi sahabatku, Dina untuk menemaniku jalan-jalan.

Aku mengenalnya ketika tanpa sengaja kami bertemu di sebuah Mall. Dan semenjak itulah aku dekat dengannya dan sangat kebetulan ternyata suaminya adalah rekan kerja Mas Herman.

"Hallo... Dina temenin aku yok. Kita jalan ke mall suntuk dirumah." ajakku

"Eeeith... Ada angin apa nich? Emang boleh kamu jalan sama suamimu yang........" ucapan Dina menggantung.

"Mas Herman lagi keluar kota, sudah ah! Siap-siap tiga puluh menit ku jemput." ucap ku lalu mematikan telepon

Setelah berdadan rapi dan siap untuk berangkat. Tiba-tiba dua bodyguard sudah siap didepan pintu mobil dan membuka kan untukku. Setelah aku masuk kedalam mobil mereka juga langsung ikut naik.

"Kalian tidak usah ikut. Saya cuma main kerumah teman di perumahan sebelah." kataku berbohong

"Tapi Bu... " jawab mereka bareng

"Sudah tidak ada a tapi-tapian!" jawab tegas. Lalu mereka turun dari mobil dengan wajah ragu.

Tak membuang waktu. Aku lalu bergegas memasuki mobil dan menyetirnya sendiri, ada rasa puas dihati bisa keluar rumah tanpa harus diawasi.

Tepat tiga puluh menit. Aku sudah berada digerbang rumah Dina. Ku bunyikan klakson agar Dina tahu jika aku sudah di luar dan tak butuh menunggu waktu Lama Dina pun keluar dan langsung naik kemobil.

Tanpa membuang waktu langsung ku tancap gas dan meluncur menuju Mall. Dalam perjalanan Dina bercerita tentang sebuah kasus seorang pengusaha yang keluarganya dihabisi oleh orang suruhan rekan bisnisnya, entah mengapa setelah mendengar cerita Dina. tiba-tiba aku teringat tentang mas Herman.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status