Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 3 : MenyesalSetelah membuatkan sarapan untuk Mas Bilal, kutemani ia duduk di depan meja makan. Lalu menyiapkan bekal untuknya. Tempat kerja yang lumayan jauh, mengharuskan ia berangkat pagi-pagi sekali sebelum jalanan macet. Dia mengelola perusahaan tambang minyak warisan keluarga."Mas berangkat dulu, Dek. Hati-hati di rumah! Ingat, jangan terlalu ikut campur dengan urusan anak muridmu itu. Sebaiknya antar dia pulang pagi ini juga!" ucapnya ketika memasuki mobil.Aku hanya mengangguk, tak kuasa membantah omongan pria brewokan itu walau sebenarnya keinginanku jauh berbeda dengan perintahnya."Mas hati-hati di jalan!" Aku melambaikan tangan padanya lalu masuk ke rumah setelah mobilnya sudah tak kelihatan lagi.Kubawa sepiring nasi goreng dan segelas susu hangat menuju kamar tamu yang ditempati Diyya. Kuketuk pintunya, lalu masuk. Gadis kecil itu buru-buru bangun dari tempat tidur dan tersenyum ke arahku."Selamat pagi, Cantik. Sarapan dulu, yuk!" sap
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 4 : Mendatangi KepsekSebelum menuju sekolah, kubelokan sepeda motor ke arah rumah Sandiyya. Tak mengapa datang agak siang, lagipula jam mengajarku hari ini cuma ada di jam terakhir saja. Aku harus bisa memberikan pengertian pada wanita khalaf itu, jiwanya tidak beres. Seenaknya saja mau membunuh darah daging sendiri. Dikira binatang apa, masih banyak wanita lain yang tak dikaruniai anak.Kuparkirkan sepeda motor di depan rumah sederhana itu, lalu mengucap salam. Tak ada sahutan dari dalam, pintu rumah juga tertutup rapat."Cari siapa, Mbak?" Dua orang wanita paruh baya menghampiriku."Yang punya rumah ada gak ya, Bu?" tanyaku sedikit bingung menjawab pertanyaannya sebab aku tak tahu nama dari Ibuk Sandiyya."Oh, Suryati jam segini masih kerja, Mbak. Sore atau malam baru ada di rumah," jawab wanita yang berjilbab panjang tapi berdaster cuma di bawah lutut."Iya, dia buruh cuci keliling dari rumah ke rumah gitu," timpal wanita yang tidak berjilbab, de
Siapa yang Menghamili MuridkuBab 5 : Cacian SuryatiAku tersenyum mendengar penuturan dari Pak Yoga, kenapa tidak kepikiran begitu olehku. Ah, ini benar-benar angin segar buat Sandiyya. Aku harus terus mensupport anak itu untuk terus melanjutkan pendidikannya. Akan kubuktikan kepada semua orang, anak-anak yang terperosok karena miskinnya moral tetap bisa berjaya asalkan ada kemauan dan usaha. Kekhilafannya harus dibayar dengan kegigihan untuk mau memperbaiki kesalahan."Terima kasih, Pak, saya permisi," ucapku dengan rasa bahagia tak terhingga, kusalami Pak Yoga dan keluar dari ruangannya.Ada sedikit rasa lega di hati ini, aku sudah mendapatkan pencerahan untuk jalan pendidikan Sandiyya. Tak apa hanya pendidikan Paket, yang penting ia bisa dapat ijazah dan melanjutkan ke SMA nanti.Siangnya, setelah keluar dari kelas, aku masih duduk di ruang guru. Kubuka aplikasi Kojek untuk dilevery makanan di restoran padang. Setelah itu kutelepon Sandiyya untuk membukakan pintu jika si abang koj
Siapa yang Menghamili MuridkuBab 6 : Dijemput PaksaTiga hari sudah Sandiyya menginap di rumahku dan selama itu pula Mas Bilal terus mendesak untuk segera mengantarnya pulang."Mas, tolonglah ... biarkan Sandiyya tetap di sini beberapa hari lagi," bujukku sambil mengelus punggung pria berotot itu."Dek, baik sama orang itu boleh saja tapi jangan terlalu memasuki ranah kehidupan pribadi seseorang. Mas gak mau kebaikan kamu malah disalahgunakan dan nanti akan menimbulkan masalah baru.""Maksud Mas gimana?""Intinya Mas sangat tidak mendukung keputusan kamu menampung Sandiyya di sini. Dia masih punya ibu, orang yang lebih berhak atas kehidupannya!" tegasnya lagi."Ibunya itu kejam, Mas. Endang takut Sandiyya makin tertekan kalau diantar pulang. Kasihan bayinya kalau sang ibu terlalu stres," ucapku dengan nada memelas, berharap Mas berkumis itu luluh."Bisa jadi panti sosial rumah ini kalau setiap siswamu yang hamil dibawa pulang," lirihnya sambil berjalan menuju kamar mandi.Ah, Mas Bil
Siapa yang Menghamili Muridku Bab 7 : Ide Gila Mas Bilal kembali dari dapur sambil membawa dua piring makanan, pria brewokan itu hobi memasak pas hari minggu begini. "Mas bikin bakso bakar, Sayang, ayo makan!" ucapnya sambil meletakkan piring berisi bulatan bakso yang sudah ditusuk seperti sate. Baunya enak sekali, Kalau Diyya masih ada di sini, pasti bakalan senang dia. Aku hanya diam. Pikiran masih berkecamuk, melayang ke mana-mana, masih mencari cara untuk menghindari pernikahan paksa itu. "Mas .... " panggilku pada pria berotot itu. "Hemmm .... " Dia menatapku sekilas. "Sandiyya mau dinikahkan ibunya sama pria yang tadi, Mas," lirihku sambil menyeka air mata. "Bagus dong, berarti kamu gak perlu berpikir keras lagi. Masalah sudah beres," jawabnya sambil mengunyah. "Tapi, Mas ... pria itu mesum, tukang kawin ... pokoknya gak benarlah ..... " "Itu sudah keputusan ibunya, dia yang paling berhak menentukan nasib anaknya." "Kasihan Sandiyya, Mas. Dalam
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 8 (POV Sandiyya 1)“Awas kamu kalau berani kabur-kabur lagi!” Ibuk mendorongku masuk ke kamar.“Aggh ... sakit, Buk!” rintihku saat terjatuh ke lantai kamar.“Jangan cengeng kamu, gitu aja mau nangis! Jual diri saja kamu happy-happy saja. Dasar anak tidak berguna!” Ibuk mendorong kasar kepalaku hingga membentur dinding.“Udah, Bu, jangan siksa Diyya lagi!” Aku berusaha menghindar dari pukulan bertubi-tubinya.Ibu berhenti memukuliku, napasnya terlihat terengah-engah. Dengan wajah yang merah padam, ia keluar dari kamar dan membanting pintu dengan sangat keras.Dengan sambil menghapus air mata, aku naik ke atas tempat tidur dan duduk selonjoran, sambil memegangi perut yang semakin hari semakin membuncit ini. Walau sedalam apa pun penyesalanku, semuanya takkan kembali seperti dulu. Aku sudah hancur tanpa sisa, bahkan takkan bisa mengumpulkan serpihannya.Kuhapus air mata, sembari mengeluarkan barang paling berharga dalam hidupku sebab mendapatkan perlu
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 9 : POV Sandiyya (2)“Ponsel baru lagi kamu, Feb?” tanyaku pada Febiola sore itu saat kami bertemu di sebuah kafe.“Ya dong, ini dibelin Om Felix,” jawab Febiola dengan memainkan ponsel mahal yang kalau tak salah harganya dua puluh juta.“Baik banget tuh om-om, sampai mau beliin ponsel mahal begitu.” Aku jadi sedikit iri.“Diyya, lo gak mau nanya tas branded mahal gue ini dikasih ama siapa?” Xenna juga mempamerkan tas mahalnya.Aku hanya melengos, iri sudah pasti sebab aku belum berani jika diajak Om-om pergi berdua saja. Aku beraninya kalau dengan mereka, beramai-ramai.“Diyya, bagus gak kalung gue?” Kini Raisa tak mau ketinggalan untuk pamer denganku.“Iya, kalung mutiaramu itu bagus banget, itu mutiara asli, ya, Raisa?” tanyaku takjub melihat perhiasan putih berkilauan yang melingkat di lehernya.“Ya dong, ini asli soalnya Om yang tadi malam itu ... hmm ... dia pemilik usaha permata. Jadi, gue dikasih kalung mutiara deh,” jawab Raisa lagi.“Kalian
Siapa yang Menghamili MuridkuBab 10 : POV Sandiyya (3)“Soalnya kata Si Om dia mandul, tenang aja! Aku juga udah beberapa kali main sama dia dan aman saja. Kalo lo was-was, bujuk aja Si Om buat pakai pengaman. Nanti sebelum ke hotel, kita ke apotek dulu, buat beli pengaman. Kamu harus santai dan tak boleh memikirkan yang buruk-buruk, yang penting elo bakalan dapatin ponsel kayak gue ini.” Febiola meraih ponselnya dan memainkannya di depanku agar aku semakin tergoda.“Oke deh, Feb, gue akan ikuti semua yang lo bilang. Gue akan santai dan akan memikirkan apa yang akan gue dapat saja jika melayani Si Om seram itu. Tapi lo dah bilang belum, kalau gue mau minta ponsel kayak lo?” Aku kembali bertanya.“Udah sih tadi siang dan Si om juga udah bilang oke soalnya ‘kan dia itu tajirnya nggak ketulungan.” Febiola terlihat mengetik sebuah pesan di ponsel mahalnya itu, mungkinmau nanyain tentang permintaanku.Aku meremas jemari tangan yang terasa dingin, tapi tekad ini sudah bulat. Semua kulakuka