Share

Siapa yang Menghamili Muridku?
Siapa yang Menghamili Muridku?
Penulis: Naffa Aisha

Dikeluarkan dari Sekolah

Siapa yang Menghamili Muridku?

 

Bab 1 : Dikeluarkan dari Sekolah

 

"Diyya positif hamil," ucap Bu Ayu sang guru BK sambil menyodorkan bukti pemeriksaan dari Bidan.

 

Astaga, hatiku seperti dihujam pisau tajam. Ini bagai mimpi. Sandiyya, muridku yang pendiam di kelas, juga cerdas itu.

 

"Apa ini gak salah?" Aku mencoba mengontrol debaran jantung sambil memegang kertas itu dengan tangan gemetar.

 

"Ini benar, Bu Endang. Sandiyya murid kelas VIII B itu positif hamil enam bulan. Ternyata sakit mag yang diakunya selama ini, itu hanya kebohongan," ujar Bu Ayu.

 

Aku jadi teringat Sandiyya yang selalu izin ke UKS dengan mengaku sakit. Pagi-pagi ia selalu mengaku pusing dan mual karena gejala penyakit mag katanya. Aku tak pernah menaruh curiga waktu itu.

 

Kupegangi kepala yang mendadak terasa berdenyut sebelah. Aku masih tak percaya akan kenyataan ini, sungguh tak masuk diakalku. Murid sepintar dia bisa melakuka hal ini.

 

"Terus Diyya mana?" tanyaku sambil menarik napas panjang.

 

"Sudah kami antar pulang dan menjelaskan semua masalah ini kepada orang tuanya. Kepala sekolah juga sudah tahu, tadi juga ia sudah dibuatkan surat pengunduran diri dari sekolah," jelas Bu Ayu lagi sambil melipat tangan di bawah dagu.

 

"Kasian sekali anak itu, ia pasti akan dikucilkan oleh keluarganya juga masyarakat. Apa Diyya bilang siapa pelakunya? Apa dia punya pacar atau ini hasil pemerkosaan?" Aku menatap Bu Ayu dengan mata yang berkaca-kaca, air mataku jatuh juga.

 

"Aku tak dapat informasi apa pun saat menanyainya tadi. Saat ibunya marah-marah tadi juga, ia hanya membisu seribu bahasa."

 

"Kasihan sekali Diyya .... " lirihku sambil menyapu air mata yang terasa sudah berjatuhan.

 

***

 

Saat sudah pulang ke rumah pun, wajah polos Sandiyya masih terbayang di benakku. Dia murid yang pintar dalam pelajaran matematika yang kuajar. Di kelas juga ia tak banyak bicara, kurasa ia tak punya pacar. Aku yakin ia diperkosa. Siapa pelakunya? Sekarang juga aku harus ke rumahnya, keadilan harus ditegakkan.

 

Bergegas kuganti pakaian kerja dengan pakaian biasa, meraih kunci motor dan mengunci pintu. Segera kulajukan kendaraan menuju rumahnya.

 

Saat tiba di depan rumah Sandiyya, terdengar suara gaduh. Sepertinya Ibunya sedang mengamuk di dalam sana.

 

"Assalammualaikum," teriakku.

 

Tak ada sahutan, hanya omelan dan segala cacian saja yang terus terdengar dari dalam rumah.

 

"Agggh ... sakit, Bu!" suara Sandiyya keras.

 

Astaga, apa yang terjadi di dalam sana? Aku langsung bergegas masuk dan mendapati Sandiyya sedang dihajar ibunya di dalam kamar.

 

"Hentikan ini, Bu!" teriakku sambil memeluk Sandiyya yang menangis di bawah meja.

 

"Heh, kamu jangan ikut campur! Dia anakku, kalau tidak tahu duduk permasalahannya, jangan sok jadi pahlawan!" bentak wanita paruh baya itu dengan wajah sembab.

 

"Saya guru Sandiyya di sekolah, saya tahu permasalahan yang sedang kalian hadapi," ucapku pelan sambil menatap prihatin anak didikku yang sudah babak belur itu.

 

"Oh, anda gurunya di sekolah? Siapa yang menghamili anak saya, hah?! Apa salah satu guru di sana? Apa anda tahu?" tanya Ibunya Sandiyya dengan mata garang.

 

"Saya tidak tahu, Bu. Kita tanya pelan-pelan dengan Sandiyya, jangan pakai kekerasan seperti ini! Kasian dia, Bu .... " ujarku sambil mengelap darah di dahu gadis berumur empat belas tahun itu.

 

"Dasar anak tidak tahu diri, sudah bikin malu ... malah tak mau bilang siapa pelakunya. Kalau pelakunya pacarmu, biar Ibu cari dia dan memaksanya menikahi kamu. Kalau kamu diperkosa, kasih tahu! Biar kita laporkan polisi. Ini cuma diam, siapa yang tidak geram! Hahh!" teriak wanita itu lagi sambil berusaha menarik rambut anaknya, namun berhasil kugagalkan.

 

"Sudah hidup miskin, bikin masalah pula! Saya ini seorang janda, Bu, kerja pontang-panting demi anak. Namun, apa balasannya? Malah dicoreng dengan aib memalukan ini!" Ibunya sesegukan.

 

"Kalau tahu bakal seperti ini, sebaiknya kubunuh saja kamu waktu baru lahir!"

 

Dengan sambik terus mengumpat, wanita yang berstatus ibu dari muridku itu keluar dari kamar anaknya dan meninggalkan kami berdua saja.

 

Kuobati luka memar di dahi Sandiyya, juga bibirnya yang pecah. Ia hanya menangis dan tak berani menatap wajahku. Hati ini ikut menangis melihat keadaan murid kesayanganku itu diperlakukan seperti ini. Kasihan dia, sudah dalam keadaan perut membuncit begini tapi juga mendapatkan perlakuan kasar dari ibunya.

 

"Sandiyya, bilang sama Bu Endang, siapa ayah dari anak ini?" aku mengelus perutnya yang kian membuncit.

 

Selama ini dia selalu mengenakan jaket saat di sekolah dan menutupi perutnya. Baru saat mengenakan baju tidur begini, perut besarnya tampak begitu jelas.

 

Sandiyya masih menangis dengan menundukkan wajah.

 

"Apa kamu diperkosa?"

 

Sandiyya menggeleng, menatapku sekilas lalu menunduk lagi.

 

"Apa pelakunya pacar kamu?"

 

Lagi-lagi, Sandiyya menggeleng.

 

"Lalu siapa, Nak? Bilang saja, jangan takut!"

 

Sandiyya menatapku lalu berkata, "Sudahlah, Bu! Jangan bertanya lagi, aku gak akan mau bilang."

 

"Kenapa? Apa kamu diancam?"

 

Sandiyya menggeleng lalu meraih benda pipih dari bawah bantalnya. Tampak di tangannya ponsel bermerek Iphone keluaran terbaru yang harganya belas juta. Pikiranku langsung melayang ke mana-mana melihat benda itu.

 

"Apa Si pemberi ponsel itu ayah bayi yang kamu kandung, Sandiyya?" tanyaku dengan kalimat penuh penekanan.

 

Sandiyya mengangguk dan menatapku dengan wajah penuh penyesalan. Kuraih dia ke dalam pelukan. Ternyata muridku ini adalah korban dari barang mewah itu. Sungguh keparat sekali pelakunya!

 

Setelah kubujuk, akhirnya Sandiyya mau menceritakan sedikit informasi itu. Ternyata teman-temannya di luar sekolah yang telah menjerumuskan anak ini. Dengan kelabilan emosi, ia mengikuti gaya teman-temannya yang bergaya bak orang kaya walau perekonomian orang tua kelas ke bawah. Mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan barang-barang mahal yang tak mampu dipenuhi orang tuanya. Walaupun harus dengan menjadi pacar om-om, hingga menjual keperawanannya.

 

Sandiyya yang polos, yang langsung mau saja ketika diajak ke hotel hanya karena diiming-imingi ponsel mahal itu.

 

Kalau sudah kejadian seperti ini, mau menuntut ke mana lagi? Apalagi Sandiyya mengaku tidak begitu mengenal pria itu.

 

Sungguh menyedihkan pergaulan anak jaman sekarang, hanya demi mau bergaya, hingga keperawanan jadi korban. Apalah arti barang-barang malah itu jika hanya membawa petaka dan hancurnya masa depan. Sandiyya yang malang, kuatkan hatimu, Nak! Bu Endang akan selalu bersamamu. Semoga kamu kuat menjalani hidup ini.

 

Sungguh kuasa Allah tiada yang tahu, hubungan terlarang sekali saja bisa langsung jadi begitu. Aku saja yang sudah menikah enam tahun belum dikarunia anak juga. Pikiranku terus berkecamuk dalam perjalanan pulang.

 

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status