Begitu halaman profil terbuka, Diana bisa melihat informasi mengenai Diana Tami Brawija dengan lengkap. Dari penjelasan umum hingga detail kehidupannya bisa dibaca. Ada banyak informasi yang perlu Diana tahu mengenai tubuh barunya ini sebelum bertemu dengan orang lain yang mengenal 'Diana' muncul.
Pertama, 'Diana' adalah putri dari keluarga Brawija yang bergelut di industri tekstil sejak tahun 1952. Dia dijodohkan dengan suaminya, Angga, sejak berumur dua belas tahun karena kakek Diana dari pihak ibu dan kakek Angga adalah teman lama.
keduanya menikah saat menginjak umur dua puluh satu tahun. Mereka apa yang dibilang cinta dengan teman masa kecil. Tapi sayang itu hanya apa yang dipikir publik untuk sesaat karena pernikahan ini tidak disetujui oleh Angga atau orang tua Angga.
Angga jatuh cinta pada Anggun yang merupakan adik tiri 'Diana' hasil perselingkuhan ayah 'Diana'. Ketiganya berumur sama, jadi ayah 'Diana' berselingkuh dari awal pernikahannya dengan ibu Diana. Apa ini sebuah opera sabun?
Baru kali ini Diana melihat ada orang yang suka dengan tunangan kakaknya sendiri. Walau dia sendiri anak satu-satunya tapi jika punya adik atau kakak mana mau Diana memacari mereka apalagi sampai jatuh hati. Jangankan adik, jika itu kekasih sepupunya pun Diana juga tidak akan mau.
Lalu berselingkuh sejak awal pernikahan. Gila. Diana yakin hubungan itu pasti terjalin dari sebelum menikah. Jika seperti itu dia bisa memilih selingkuhannya dibanding ibu 'Diana' dan melahirkan anak diluar nikah.
Apa mereka semua waras?
Melanjutkan bacaannya, Diana tahu orang yang bersikeras dengan pernikahan ini adalah kakek mereka terutama kakek Angga. Lelaki tua itu mengancam Angga jika tidak mau menikahi 'Diana' maka dia akan dicoret sebagai ahli waris.
Ini membuat seluruh keluarga Angga termasuk lelaki itu sangat kecewa dan marah kepada kakek tapi tidak ada yang bisa melawan kakek mengingat dia yang masih memegang kekuasaan di perusahaan.
Karena tidak ingin namanya dicoret akhirnya Angga menurut. Hah! Cinta. Pada akhirnya dia lebih memilih kekuasaan dan uang dibanding cintanya pada Anggun. Diana tidak habis pikir kenapa Anggun masih mau bersama Angga hingga sekarang.
Oh, berita ini ada di situs gosip yang sepertinya lebih mendukung hubungan Angga dengan Anggun dibandingkan dengan 'Diana'.
Dari situs ini juga Diana tahu kalau Anggun adalah seorang aktris terkenal tapi lagi-lagi, Diana tidak pernah melihat aktris ini di Indonesia. Dia memang bukan seseorang yang mengikuti dunia entertainment tapi suka menonton film keluaran Indonesia.
Lagi pula jika dia memang terkenal Diana pasti pernah melihat profilnya sebagai salah satu kandidat untuk projek yang dia pakai tapi ini sama sekali tidak pernah. Aneh sekali. Mereka ini ada di Indonesia belahan mana?
Masih dengan kebingungannya, Diana memutuskan untuk melihat berita lain mengenai 'Diana', Angga juga Anggun.
BRAK!
Suara pintu terbuka dengan kasar membuat Diana terlonjak dan langsung menoleh ke arah pintu. Di sana berdiri seorang perempuan muda yang memakai seragam berwarna biru tua hampir hitam dengan celemek kotak panjang menjuntai di depannya.
"Nyonya muda kenapa masih di kasur?! Ini sudah jam berapa? Kenapa Nyonya malas sekali, sih?" ujarnya dengan nada melengking tinggi yang menusuk ke gendang telinga Diana. Suaranya cempreng dan dengan melengking seperti itu membuat telinga Diana sakit mendengarnya.
Diana menggosok telinganya berharap kalau suara itu tidak menyakiti gendang telinga dan mengerutkan dahi kepada makhluk tidak tahu sopan santun itu. Perempuan itu sepertinya tidak peduli dengan reaksi Diana karena dia terus berjalan hingga berdiri tepat di depan Diana.
"Kenapa masih diam saja?" tanya perempuan itu dengan kesal. Wajahnya merengut sangat dalam seolah Diana sudah melakukan sesuatu paling berdosa. Tapi apa yang dilakukan perempuan itu selanjutnya lebih mengejutkan Diana.
Dengan tidak sopannya dia merampas ponsel yang berada di tangan Diana dan melihat isinya. "Kau membaca gosip tentang suamimu dan Nona Anggun?" Perempuan itu tertawa merendahkan Diana dengan ucapannya lalu menatap Diana penuh iba.
"Kembalikan!" ujar Diana yang mencoba merebut ponselnya kembali tapi dia didorong hingga jatuh ke kasur. "Hah! Kau mendorongku?!" Diana menatap nyalang perempuan itu.
Bukan merasa takut tapi perempuan yang jelas kalau dia pelayan malah melipat kedua tangannya di depan dada dan menaikan dagunya. "Jangan berlebihan, Nyonya muda. Aku hanya membela diri karena kau tiba-tiba menyerangku!" ujarnya yangdengan lancar membalikan fakta.
"Daripada mempermasalahkan itu lebih baik kau ke kamar mandi sekarang dan bersiap untuk sarapan bersama!" Perempuan itu menunjuk pintu kamar mandi dengan satu tangan sementara tangan lainnya bertolak pinggang. Dia menunjukan kekuasaanya.
Diana bergeming. Jujur saja saat ini dalam batinya Diana sedang mempertimbangkan apa dia harus menjambak rambut perempuan sialan ini atau menamparnya dengan sangat keras atau menurutinya saja.
Banyak hal yang perlu Diana pertimbangkan karena jika bersikap tidak seperti 'Diana' sebelumnya itu akan mencurigakan tapi Diana sendiri tidak tahu bagaimana biasanya 'Diana' bersikap seperti apa.
Lalu jika dia menimbulkan masalah sekarang, Diana tidak tahu apa akibatnya nanti dan dampak dari tindakan yang tidak diketahui itu berbahaya.
Menggigit bibirnya kuat-kuat, Diana menahan amarahnya sebelum berdiri dan berjalan menuju kamar mandi. Tapi sebelum itu dia merampas kembali ponsel miliknya dan membanting pintu kamar mandi tak peduli dengan reaksi terkejut dari si pelayan.
"Dasar kutu kasur!" umpat Diana begitu dia berada di dalam kamar mandi.
Kedua saudara itu panik melihat nenek mereka menangis. “Nenek hanya terharu. Sudah lama sekali sejak melihat kalian seperti itu. Kalian sudah tumbuh besar.” Diana dan Reza tentu saja mengerti maksud nenek. Sejak Kakek meninggal, Diana dan Mama tidak pernah datang lagi ke sini. Bahkan saat pernikahan Diana, mereka hanya bertemu sebentar. Keluarga mereka sudah terpecah begitu lama jadi Nenek terharu bisa melihat kedua cucunya bergurai lagi. “Aku akan sering-sering ke sini.” ujar Diana sambil merengkuh pundak Nenek. Pelukannya itu dibalas usapan pada pundak Diana. “Datanglah kapan saja. Nenek senang kalau kau datang.” “Dan aku yang bosan melihatnya, Nek.” Suasana haru itu dihancurkan oleh ucapan mengolok penuh canada dari Reza. Diana yang mendengar itu langsung mengadu kepada Neneknya. Dia memandang Nenek dengan tatapan terluka yang membuat Nenek memukul Reza. “Jangan menggoda adikmu!” Reza hanya terkekeh mendengar ucapan Nenek. “Jadi, kau sudah mengundurkan diri?” Melihat suas
“Diana, maaf nenek ganggu saat kamu lagi kerja tapi apa siang ini bisa makan bareng nenek?”“Nggak ganggu sama sekali kok, Nek. Aku malah seneng nenek ajak makan. Kita makan dimana nek?”“Di rumah aja. Tante kamu mengundang teman-temannya, jadi nenek bikin soto kudus terus inget kamu suka banget sama soto kudus.”Diana tersenyum mendengar ucapan neneknya itu. Dia tidak mengerti kenapa ‘Diana’ bisa menyianyiakan nenek sebaik ini.“Kalau gitu aku kesana sekarang ya. Kebetulan aku lagi diluar kantor.”Setelah bertukar beberapa kalimat lagi, telepon ditutup dan Diana seger
Selama ini Dirga tahu betul kalau kakaknya itu waspada terhadapnya. Dirga sendiri tidak tahu kenapa tetapi hubungan mereka memang agak rumit. Tidak seperti anak bungsu lainnya, Dirga tidak pernah dimanja. Perlakuan ayah dan ibunya juga biasa saja. Seolah dia ada atau tidak bukan sesuatu hal yang penting. Terkadang dia sendiri merasa dirinya seperti orang asing dalam keluarga sendiri. Itu sebabnya Dirga jarang dirumah dan setelah menginjak bangku SMA dia semakin jauh dengan keluarganya. Satu-satunya orang di keluarga ini yang masih memperhatikannya hanya kakek. Kepala keluarga itu sering memperhatikan Dirga dalam diam. “Tenang saja. Aku belum punya kekasih.” jawab Dirga dengan pasti dan Angga mengangguk percaya dengan ucapan adiknya. Dirga akhirnya pamit. Ketika sudah di mobil Dirga menghela nafas lega. Dia tahu betul kalau kakaknya tadi itu sedang mengujinya. Jika Angga merasa ada yang aneh dari dirinya, Dirga yakin kalau Angga akan menyuruh orang untuk mengawasinya. Dirg
Angga melihat istrinya yang baru saja masuk memandangnya tidak suka. Dia menaikan satu alisnya. “Apa yang salah dengan aku disini? Ini kamarku.” Jawaban itu membuat Diana mendelik. Memang benar ini kamarnya yang menjadi kamar mereka berdua. Semenjak Diana pindah ke rumah ini Angga tidak pernah menginjakan kaki di kamar ini. Angga lebih memilih untuk tidur di kamar tidur tamu dibandingkan satu kamar dengan Diana. Jadi wajar saja bagi Diana untuk terkejut melihat Angga berada di kamar ini. Yang tadi pun, ketika Angga mandi di sini juga sebuah kejanggalan. TIdak mau pusing dan melakukan interaksi lebih banyak dengan tukang selingkuh ini, Diana berjalan masuk tanpa menjawab pertanyaan Angga. Dia mengambil ponsel yang berada di atas nakas lalu berjalan keluar dari kamar. Angga yang tadinya diam melihat itu semua pun terheran. “Kau mau kemana?” Diana berbalik, “Tidur. Apa lagi?” “Lalu kenapa keluar?”“Aku tidur di kamar tamu.”Mendengar itu, Angga mengerutkan dahi. Dia yang biasanya
Ketika selesai mandi Diana tidak merasakan ada orang lain di dalam kamar. Melihat bagaimana kasur tetap rapi dan tidak ada barang yang berantakan selain bagian lemari Angga, Diana rasa lelaki itu tidak lama di sini. Baguslah. Diana kira rencananya untuk berbicara dengan Kakek Tanuraja harus ditunda karena kehadiran Angga dan Anggun tapi sepertinya itu tidak perlu. Selesai dengan kegiatan sehabis mandinya, Diana segera keluar dari kamar. Ruang kerja Kakek Tanuraja berada di lantai satu. Dulu kamar dan ruang kerjanya berada di lantai dua. Tapi karena lutut Kakek semakin memburuk, semuanya dipindahkan ke lantai satu agar memudahkan Kakek untuk beraktifitas. Diana berjalan menuruni tangga dan berhenti saat menyadari dia harus melewati ruang tempat Ibu mertua, suami dan adik Diana sedang bercanda ria. Dia harus melewati ruangan itu untuk berjalan ke lorong yang akan membawanya ke ruang kerja Kakek Tanuraja. Ugh, mau bagaimana lagi. Diana berjalan melewati ruangan itu tanpa menoleh yang
Hari keduanya menjadi Diana si istri lelaki konglomerat tidak seheboh hari pertama. Tidak ada teriakan dan ujaran angkuh dari adik iparnya tapi ada tambahan mata yang menatapnya tajam selain ibu mertuanya. Diana tidak ambil pusing dengan itu. Di kantor Tika juga tidak banyak bertingkah. Walau masih dengan wajah masam setiap kali harus melakukan sesuatu atas perintah Diana tapi Tika melakukannya. Proyek yang sedang dilakukan oleh divisinya juga berjalan lancar. Diana sudah mulai bisa mengikuti alur kerjanya juga aturan-aturan yang perlu diperhatikan. Pekerjaan memang bukan hal yang Diana khawatirkan. Soal Mama, masih belum ada kabar. Biar sajalah. Diana juga tidak terburu-buru untuk hal itu. Selagi ada kesempatan, Diana ingin menikmati rasanya menjadi anak keluarga kaya yang hidupnya santai tanpa perlu khawatir soal uang. Siapa sih yang tidak mau hidup sebagai anak sultan? Diana sih mau sekali. Apalagi setelah bertahun-tahun menjadi budak korporat yang hanya tahu berangkat kerja