“Diana, maaf nenek ganggu saat kamu lagi kerja tapi apa siang ini bisa makan bareng nenek?”“Nggak ganggu sama sekali kok, Nek. Aku malah seneng nenek ajak makan. Kita makan dimana nek?”“Di rumah aja. Tante kamu mengundang teman-temannya, jadi nenek bikin soto kudus terus inget kamu suka banget sama soto kudus.”Diana tersenyum mendengar ucapan neneknya itu. Dia tidak mengerti kenapa ‘Diana’ bisa menyianyiakan nenek sebaik ini.“Kalau gitu aku kesana sekarang ya. Kebetulan aku lagi diluar kantor.”Setelah bertukar beberapa kalimat lagi, telepon ditutup dan Diana seger
Kedua saudara itu panik melihat nenek mereka menangis. “Nenek hanya terharu. Sudah lama sekali sejak melihat kalian seperti itu. Kalian sudah tumbuh besar.” Diana dan Reza tentu saja mengerti maksud nenek. Sejak Kakek meninggal, Diana dan Mama tidak pernah datang lagi ke sini. Bahkan saat pernikahan Diana, mereka hanya bertemu sebentar. Keluarga mereka sudah terpecah begitu lama jadi Nenek terharu bisa melihat kedua cucunya bergurai lagi. “Aku akan sering-sering ke sini.” ujar Diana sambil merengkuh pundak Nenek. Pelukannya itu dibalas usapan pada pundak Diana. “Datanglah kapan saja. Nenek senang kalau kau datang.” “Dan aku yang bosan melihatnya, Nek.” Suasana haru itu dihancurkan oleh ucapan mengolok penuh canada dari Reza. Diana yang mendengar itu langsung mengadu kepada Neneknya. Dia memandang Nenek dengan tatapan terluka yang membuat Nenek memukul Reza. “Jangan menggoda adikmu!” Reza hanya terkekeh mendengar ucapan Nenek. “Jadi, kau sudah mengundurkan diri?” Melihat suas
"Kau tidak bisa seperti itu, Diana!" kira-kira itu tujuh jam yang lalu ketika Diana masih di kantor dan seperti biasa berdebat dengan manajernya. Si lelaki tua itu tidak pernah berhenti untuk mencari-cari kesalahan Diana yang sebenarnya tidak ada. Seperti kali ini. Diana dan klien sudah sepakat kalau mereka tidak akan mengganggu satu sama lain selama akhir pekan. Selain untuk menghargai satu sama lain, siapa juga yang mau bekerja pada hari libur?Tapi sepertinya manajer tua merasa kalau itu bukan etika yang baik karena mereka seharusnya bisa melayani klien dua puluh empat jam per tujuh hari. Gila!Diana menolak keras dan meminta satu timnya untuk mematikan ponsel selama akhir pekan dan tidak menjawab panggilan kerja apapun. Karena hal itu sang manajer marah dan memberikan begitu banyak petuah kepada Diana sebelum dia pulang kerja tadi. Pertengkaran kali ini lebih besar dari biasanya dan rekan Diana cukup khawatir dengan nasib Diana di kantor tapi yang jadi pusat kekhawatiran malah
Diana turun dari kasur dan merasakan kakinya menyentuh sesuatu yang lembut. Karpet berwarna beige dengan bulu-bulu halus itu membuat Diana merasa berdosa untuk menginjaknya. Di samping kiri kakinya ada sandal rumah yang sama lembutnya dengan si karpet. Menginjak dengan kaki telanjang atau dengan sandal sama saja membuat Diana merasa bersalah tapi ada hal lebih penting dari pada menginjak karpet mahal. Diana harus mengecek tubuhnya. Menjejakkan kakinya pada sandal bulu berwarna merah muda pucat, Diana segera berlari menuju kamar mandiーyang dia duga sebagai kamar mandi dan ternyata benar. Ada kaca bundar di atas wastafel. Diana memperhatikan lamat-lamat pantulan dirinya di cermin. Dia yakin kalau ini masih sama dengan pantulan wajahnya yang dia lihat dari layar ponsel dan jelas ini bukan wajah Diana. Diana tahu kalau parasnya itu di atas standar tapi dia juga sadar kalau tidak secantik pantulannya. Wajah asing itu Diana pegang bahkan dengan sengaja dia menarik, menekan dan menggoso
Begitu halaman profil terbuka, Diana bisa melihat informasi mengenai Diana Tami Brawija dengan lengkap. Dari penjelasan umum hingga detail kehidupannya bisa dibaca. Ada banyak informasi yang perlu Diana tahu mengenai tubuh barunya ini sebelum bertemu dengan orang lain yang mengenal 'Diana' muncul. Pertama, 'Diana' adalah putri dari keluarga Brawija yang bergelut di industri tekstil sejak tahun 1952. Dia dijodohkan dengan suaminya, Angga, sejak berumur dua belas tahun karena kakek Diana dari pihak ibu dan kakek Angga adalah teman lama. keduanya menikah saat menginjak umur dua puluh satu tahun. Mereka apa yang dibilang cinta dengan teman masa kecil. Tapi sayang itu hanya apa yang dipikir publik untuk sesaat karena pernikahan ini tidak disetujui oleh Angga atau orang tua Angga. Angga jatuh cinta pada Anggun yang merupakan adik tiri 'Diana' hasil perselingkuhan ayah 'Diana'. Ketiganya berumur sama, jadi ayah 'Diana' berselingkuh dari awal pernikahannya dengan ibu Diana. Apa ini sebu
Amarahnya meredam sedikit setelah mengumpat. Diana duduk di atas kloset. Dia kembali membaca artikel yang tadi sedang dibaca sebelum pelayan sial itu mengganggunya. Berita ini baru dikeluarkan pagi ini. Meliput mengenai Angga yang tertangkap kamera masuk ke dalam lingkup apartemen milik Anggun dan tidak keluar sampai pagi. Melihat kasur sebelahnya yang kosong, itu menjelaskan kemana Angga pergi. Dasar tukang selingkuh. Tidak ada lelaki yang benar di sekeliling 'Diana'. Tidak lagi berminat mencari tahu mengenai kehidupan 'Diana' atau pun suaminya, ponsel itu pun di taruh di atas wastafel. Diana mencari sikat gigi yang baru dan membuang sikat giginya yang lama. Hanya ada satu sikat gigi yang tersimpan dan itu berwarna merah muda.Diana yakin itu milik dirinya yang lain tapi Diana enggan memakainya. Membuang satu sikat gigi tidak akan membuat keluarga ini jatuh miskin. Semuanya dilakukan dengan cepat dari membersihkan diri sampai mengeringkan rambut. Diana keluar dengan wajah lebih
Kakek Tanuraja berdiri di ambang pintu. Satu tangannya bertumpu pada tongkat kayu yang bagian pegangannya terdapat bantalan busa berbalut kulit berwarna hitam yang diberi ukiran emas. Sosoknya terlihat gagah dan penuh wibawa walau sudah termakan usia. Kanya menggigit bibirnya gugup. Di bawah meja dia menggenggam gaun terusannya, dan memberikan lirikan gugup kepada ibunya. Sementara ibu mertua Diana diam-diam meremas lembut tangan Kanya untuk menenangkan gadis muda itu. Diana memperhatikan semua itu dalam diam. Dia ingin melihat apa yang akan dilakukan oleh kakek Tanuraja juga menilai bagaimana hubungan orang-orang ini di dalam rumah dan seperti apa posisi ‘Diana’ disini. “Sudah berapa kali kakek bilang untuk sopan kepada Diana?!” Kakek Tanuraja tidak berteriak atau membentak tapi suaranya lantang dan tegas yang justru membuatnya terlihat lebih menyeramkan. “Apa aku tidak boleh berpendapat?” Kanya berusaha membela dirinya. “Tentu saja boleh tapi berpendapat bukan berarti kau tida
Ini di dalam novel. Ini di dalam novel. Ini di dalam novel. Kalimat itu terus berulang di kepala Diana dan membuatnya pusing. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di kepala Diana seperti bagaimana dia bisa ada disini, kenapa dia yang ada disini, dan caranya dia bisa disini. Seberapa keras pun Diana berusaha mencari jawaban dia tidak menemukannya. Gila. Ini gila. Diana membenturkan kepalanya pada kepala jok mobil di depannya membuat supir yang sedang menyetir melirik ke arahnya melalui kaca. Diana tidak memperdulikan itu karena sekarang dia terlalu sibuk untuk memikirkan tentang hidupnya yang begitu konyol. Masuk ke dalam novel. Jika sekarang Diana masih duduk di bangku SMA mungkin Diana akan berjingkrak senang tapi umurnya akan menginjak kepala tiga dua tahun lagi. Dia sudah terlalu tua untuk hal seperti ini. Jika harus jujur, tidak ada hal yang benar-benar mengikat Diana di dunianya. Karirnya bagus, Diana bangga dengan pekerjaannya tapi hubungan Diana dengan atasannya buruk da