Jolien dan Miranda jelang siang itu terlihat di rumah Eline. Eline ingin mendengar perkembangan tentang Jayadi dan perusahaannya sebab Eline mendengar tentang kepergian Jayadi ke Bali. Eline, Jolien dan Miranda duduk berbincang sambil menikmati teh di beranda lantai dua.“Kenapa Jayadi tiba-tiba memutuskan pergi ke Bali?” tanya Eline pada Jolien.“Menurut info yang kami dengar, Jayadi ingin menyendiri dan menenangkan diri, Mbak.”Eline mengangguk-angguk dan lalu ia berkata,” bisa jadi juga ya karena dia pusing memikirkan kehidupan pribadinya saat ini. Termasuk soal desakan mamanya agar dia segera menikah dengan Lisa.”“Itu memang kami dengar Mbak. Jayadi stres gara-gara Bu Sudarmaji terus mendesaknya segera menikah dengan Nona Lisa,” terang Miranda.“Iya, bahkan waktu Tante Rahma ke sini tiga hari yang lalu, katanya dia dan putranya itu tak berkomunikasi sudah dua hari.”“Oh ya, Mbak, ya?” Jolien merasa heran namun juga sekaligus merasa lucu seorang ibu dan anaknya yang tak saling ber
Matio terlihat menghadap Bos Sudarmaji di markas. Ia masuk ke dalam ruangan dan melihat Sudarmaji Kiyosan sedang duduk di sofa paling ujung. Sofa yang biasa diduduki Big Bos itu. Natalie membawakan minuman untuk Bos Sudarmaji Kiyosan.“Siang Bos,” kata Matio sambil duduk di kursi yang ada di sebelah Bos Sudarmaji.“Siang, Matio.”“Beberapa hari yang lalu kami telah menculik gadis itu. Nampaknya skenario kita agar dia meninggalkan kota ini dan menjauh sejauh-jauhnya telah berhasil, Bos.”Sudarmaji mengangguk-angguk mendengar laporan Matio.“Terus sekarang kemana gadis itu pergi?”“Kalau itu kami kurang tahu, Bos. Yang jelas gadis itu telah berhenti bekerja di kantor Si Dunan, Bos. Orang-orang di kantor si Dunan juga tak tahu lagi kemana gadis itu pergi. Katanya handphone gadis itu tidak pernah aktif lagi. Dari informasi yang kami dapatkan, ia dan keluarganya telah pindah dari kontrakan mereka.”“Oh, ya. Bagus kalau dia sudah benar-benar pergi jauh.”“Keluarga gadis itu juga tak terliha
Kantor Pak Dunan dihebohkan dengan Natasya yang sudah tidak masuk kantor selama dua hari. Pak Kasrin menyampaikan pada Bu Rini tentang hal itu. "Dia tak menghubungi saya sejak hari pertama tak masuk kerja. Saya telepon nomornya juga tidak aktif, Bu.”“Kalau begitu saya harus sampaikan juga pada Bu Talisa. Soalnya Natasya itu sebenarnya bekerja atas permintaan Bu Talisa.”Usai menerima laporan dari Pak Kasrin, Bu Rini langsung pergi ke ruangan Talisa. “Siang Bu.”Bu Talisa sedang sibuk mengerjakan sesuatu di laptopnya. “Ee, Bu Rini cantik, ada apa ya?”“Saya mau sampaikan, Natasya sudah dua hari ini tak masuk kerja. Nomor handphonenya juga tak aktif saat dihubungi Pak Kasrin.”“Kemana ya gadis itu?”“Nggak tau juga, Bu.”“Ya udah, Bu Rini. Terimakasih informasinya. Biar saja, mungkin dia memang tak ingin bekerja lagi di sini.”“Ya, udah saya balik lagi ke ruangan saya.”Sesaat setelah Bu Rini meninggalkan ruangannya, Talisa segera menghubungi Lena. “Hallo, Bu Lena.”“Hai, hallo Mbak Ta
Bu Anya dan Masna bertemu dengan pemilik ruko jelang siang. Pemilik ruko itu bernama Pak Suganda. Ia datang dari kota kecil ibu kota kabupaten pagi tadi. Sejak lima tahun yang lalu, Pak Suganda tinggal di kota kecil karena dia buka toko kelontong di sana. Pak Suganda terlihat duduk menunggu Bu Anya dan Masna di depan ruko.“Selamat siang, Bu Anya,” sapa Pak Suganda saat Bu Anya terlihat berjalan ke arahnya.“Selamat siang Pak. Nah ini orangnya, adek saya yang akan menyewa ruko ini,” kata Bu Anya.“Iya, Pak. Saya mau sewa tempat ini untuk jualan dan sekaligus tempat tinggal,” kata Masna dengan tersenyum.“Boleh, ruko ini baru selesai direhab dua hari yang lalu,” kata Pak Suganda. “Kalau mau lihat di dalam juga boleh.”Bu Anya dan Masna masuk ke dalam ruko setelah Pak Suganda membuka rolling door nya. Di dalam ada tangga menuju lantai dua. Terdapat satu kamar mandi di lantai satu dan satu kamar mandi di lantai dua.“Kalau boleh tahu berapa harga sewanya Pak?” tanya Masna pada Pak Sugand
Jelang senja itu Jayadi mengendarai mobilnya menuju desa wisata pantai. Ia hanya sendiri seperti yang sudah direncanakannya. Ia telah menyiapkan pakaian dalam sebuah tas besar dan satu tas kecil yang berisi berapa barang-barang yang dibutuhkannya. Jayadi meninggalkan Jakarta yang hanya diketahui oleh dua orang, Jefri dan Lena.Jayadi sampai di kota kecil dekat desa wisata pantai sudah lewat tengah malam. Ia menginap malam itu di sebuah hotel di kota kecil itu. Jayadi bermaksud melanjutkan perjalanannya besok pagi. Ia sudah berjanji bertemu Pak Gugun di fila kosong itu jelang siang besok. Pak Gugun mengatakan pada Jayadi, hari ini ia kembali dari Bogor.Jayadi langsung tidur tanpa mandi terlebih dahulu. Dalam tidurnya Jayadi bermimpi, ia duduk sendirian di tepi pantai. Memandang jingga warna senja dan matahari yang sudah separoh terbenam di garis laut. Hati Jayadi begitu sedih dalam sepinya sendiri. Pemandangan di pinggir laut itu berganti dengan lintasan masa kecil Jayadi sedang berma
Jayadi datang di kantor pukul sepuluh pagi. Ia duduk termenung di kursi eksekutifnya. Ia memandang foto dirinya dan pak Sudarmaji. “Terimakasih Pa, atas semua yang telah engkau ajarkan padaku. Darimu aku belajar tangguh dan pantang menyerah.” la berbisik sendiri. Jayadi mencoba tersenyum walau hatinya kini sedang dilanda gelisah.“Lena bisa ke ruangan saya.” Jayadi menelpon Lena.Lena yang sedang bicara dengan Wika segera bergegas masuk ruangan Jayadi. Ia duduk di hadapan Jayadi.“Jefri sudah datang?”“Sudah, Pak. Beberapa menit setelah Bapak masuk ruangan ini, Pak Jefri sudah tiba.”“Lena, mulai saat ini saya minta kamu banyak berbicara dan melaporkan perkembangan perusahaan dan semua bisnis kita pada Jefri.”Lena terdiam sejenak dan menjawab pelan,” baik, Pak.” Ada sedikit kegelisahan di hati Lena. Ia tak tahu rencana apa yang sedang dipikirkan Jayadi.“Saya minta kamu membantu dia, agar dia bisa memahami dan menguasai seluk beluk perusahaan dan proyek. Termasuk orang-orang dalam pe