Selesai makan siang, keempat orang perempuan itu pergi ke salon.“Kita ke salon yang biasa ya. Yang ada di sebelah plaza itu,” kata Bu Sudarmaji. “Perginya dengan satu mobil saja, pakai mobil Eline saja,” lanjut Bu Sudarmaji.“Baik, Tante,” kata Eline sambil pergi ke garasi mobilnya yang berada di samping kir rumah. Eline membawa mobil ke depan rumah, Lisa duduk di depan di sebelah Eline. Bu Sudarmaji dan Sri Astuti duduk di belakang. “Gimana kabar putramu?” tanya Sri Astuti saat mobil mereka mulai meninggalkan gerbang rumah Eline.Tini yang berdiri dekat gerbang melepas kepergian mereka kemudian menutup gerbang.“Nggak tahu tuh, katanya pergi ke Bali.”“Ada acara apa dia ke Bali?”‘Ah sudah lah, aku lagi malas membicarakan anak satu itu.” Bu Sudarmaji cemberut karena Sri Astuti masih menanyakan soal Jayadi. Sri Astuti menanggapi gerutuan Bu Sudarmaji dengan memijat bahu sahabatnya itu.“Ah santai saja besti, jangan terlalu serius menanggapi anak muda.” Sri Astuti coba membuat perasa
Bu Sudarmaji tiba di rumah Eline beberapa menit setelah Jolien dan Miranda pergi. Eline melihat wajah perempuan itu tidak seperti biasanya, yang selalu penuh semangat dan ceria. Eline turun dari lantai dua dan menyambut kedatangan Bu Sudarmaji. Seperti biasa Eline menggandeng tangan Bu Sudarmaji. Eline harus tetap berusaha membuat hati mantan bos nya itu nyaman bertemu dengannya.“Senyum dong, Tanteku sayang,” kata Eline sambil melirik Bu Sudarmaji.“Gimana mau senyum, anakku tidak lagi mendengarkan ku.”“Sabar Tante. Semua pasti indah pada saat yang tepat.”“Sekarang dia pergi entah kemana?” Bu Sudarmaji mengeluhkan Jayadi yang tidak lagi memberitahunya akan pergi dari rumah atau kota ini. Bu Sudarmaji yang agak keras kepala juga tak bertanya pada putranya itu. Sekarang yang jadi sasaran uring-uringan Bu Sudarmaji kalau di rumah adalah Pak Sudarmaji dan Jefri. Pak Sudarmaji yang sudah paham tabiat istrinya berusaha bersikap santai saja. Jefri malah lebih cuek dalam merespon celotehan
Jolien dan Miranda jelang siang itu terlihat di rumah Eline. Eline ingin mendengar perkembangan tentang Jayadi dan perusahaannya sebab Eline mendengar tentang kepergian Jayadi ke Bali. Eline, Jolien dan Miranda duduk berbincang sambil menikmati teh di beranda lantai dua.“Kenapa Jayadi tiba-tiba memutuskan pergi ke Bali?” tanya Eline pada Jolien.“Menurut info yang kami dengar, Jayadi ingin menyendiri dan menenangkan diri, Mbak.”Eline mengangguk-angguk dan lalu ia berkata,” bisa jadi juga ya karena dia pusing memikirkan kehidupan pribadinya saat ini. Termasuk soal desakan mamanya agar dia segera menikah dengan Lisa.”“Itu memang kami dengar Mbak. Jayadi stres gara-gara Bu Sudarmaji terus mendesaknya segera menikah dengan Nona Lisa,” terang Miranda.“Iya, bahkan waktu Tante Rahma ke sini tiga hari yang lalu, katanya dia dan putranya itu tak berkomunikasi sudah dua hari.”“Oh ya, Mbak, ya?” Jolien merasa heran namun juga sekaligus merasa lucu seorang ibu dan anaknya yang tak saling ber
Matio terlihat menghadap Bos Sudarmaji di markas. Ia masuk ke dalam ruangan dan melihat Sudarmaji Kiyosan sedang duduk di sofa paling ujung. Sofa yang biasa diduduki Big Bos itu. Natalie membawakan minuman untuk Bos Sudarmaji Kiyosan.“Siang Bos,” kata Matio sambil duduk di kursi yang ada di sebelah Bos Sudarmaji.“Siang, Matio.”“Beberapa hari yang lalu kami telah menculik gadis itu. Nampaknya skenario kita agar dia meninggalkan kota ini dan menjauh sejauh-jauhnya telah berhasil, Bos.”Sudarmaji mengangguk-angguk mendengar laporan Matio.“Terus sekarang kemana gadis itu pergi?”“Kalau itu kami kurang tahu, Bos. Yang jelas gadis itu telah berhenti bekerja di kantor Si Dunan, Bos. Orang-orang di kantor si Dunan juga tak tahu lagi kemana gadis itu pergi. Katanya handphone gadis itu tidak pernah aktif lagi. Dari informasi yang kami dapatkan, ia dan keluarganya telah pindah dari kontrakan mereka.”“Oh, ya. Bagus kalau dia sudah benar-benar pergi jauh.”“Keluarga gadis itu juga tak terliha
Kantor Pak Dunan dihebohkan dengan Natasya yang sudah tidak masuk kantor selama dua hari. Pak Kasrin menyampaikan pada Bu Rini tentang hal itu. "Dia tak menghubungi saya sejak hari pertama tak masuk kerja. Saya telepon nomornya juga tidak aktif, Bu.”“Kalau begitu saya harus sampaikan juga pada Bu Talisa. Soalnya Natasya itu sebenarnya bekerja atas permintaan Bu Talisa.”Usai menerima laporan dari Pak Kasrin, Bu Rini langsung pergi ke ruangan Talisa. “Siang Bu.”Bu Talisa sedang sibuk mengerjakan sesuatu di laptopnya. “Ee, Bu Rini cantik, ada apa ya?”“Saya mau sampaikan, Natasya sudah dua hari ini tak masuk kerja. Nomor handphonenya juga tak aktif saat dihubungi Pak Kasrin.”“Kemana ya gadis itu?”“Nggak tau juga, Bu.”“Ya udah, Bu Rini. Terimakasih informasinya. Biar saja, mungkin dia memang tak ingin bekerja lagi di sini.”“Ya, udah saya balik lagi ke ruangan saya.”Sesaat setelah Bu Rini meninggalkan ruangannya, Talisa segera menghubungi Lena. “Hallo, Bu Lena.”“Hai, hallo Mbak Ta
Bu Anya dan Masna bertemu dengan pemilik ruko jelang siang. Pemilik ruko itu bernama Pak Suganda. Ia datang dari kota kecil ibu kota kabupaten pagi tadi. Sejak lima tahun yang lalu, Pak Suganda tinggal di kota kecil karena dia buka toko kelontong di sana. Pak Suganda terlihat duduk menunggu Bu Anya dan Masna di depan ruko.“Selamat siang, Bu Anya,” sapa Pak Suganda saat Bu Anya terlihat berjalan ke arahnya.“Selamat siang Pak. Nah ini orangnya, adek saya yang akan menyewa ruko ini,” kata Bu Anya.“Iya, Pak. Saya mau sewa tempat ini untuk jualan dan sekaligus tempat tinggal,” kata Masna dengan tersenyum.“Boleh, ruko ini baru selesai direhab dua hari yang lalu,” kata Pak Suganda. “Kalau mau lihat di dalam juga boleh.”Bu Anya dan Masna masuk ke dalam ruko setelah Pak Suganda membuka rolling door nya. Di dalam ada tangga menuju lantai dua. Terdapat satu kamar mandi di lantai satu dan satu kamar mandi di lantai dua.“Kalau boleh tahu berapa harga sewanya Pak?” tanya Masna pada Pak Sugand