Share

Bab 3

"Heh, Mila. Kamu itu kurang ajar sekali ya, kamu telah berani mengusir anakku! Mila, kamu itu harus ingat, walaupun kamu yang selalu membayar cicilan rumah ini, tetapi kamu masih terikat pernikahan dengan Reno. Jadi jika kamu mau mengusir Reno, bagikan dulu harta gono gininya," pinta Bu Risma.

"Apa yang dikatakan Ibu benar, Mila? Kalau kamu mau mengusir Reno dari rumah ini, kamu harus membagi dua harta bendamu. Kamu jangan serakah jadi perempuan, sebab semua yang kamu miloki juga karena ada andil Reno," timpal Mbak Wina.

Mereka berdua meminta aku, supaya aku mau membagi dua hartaku. Mereka tidak ingin pergi dengan tangan hampa, sebab menurut mereka Mas Reno berhak mendapat harta gono gini, dari pernikahannya bersamaku.

"Oh, jadi maksud kalian, aku harus membagi hartaku dengan Mas Reno?" tanyaku lagi, sambil menatap kedua wajah perempuan itu dengan bergiliran

"Memangnya kamu benar-benar mau berpisah denganku, Mira?" tanya balik Mas Reno.

Ia meminta jawabanku, tentang apa yang akan aku pilih. Mas Reno seakan ragu, saat aku mengungkit masalah perpisahan. Padahal sejak awal dia sendiri berkata dengan tegas, kalau ia akan mengusir aku dari rumah ini, otomatis rumah tangga kMi bubar. Tapi setelah aku menyetujui dan akan memenuhi keinginannya. Ia malah lemas dan tidak bertenaga.

"Mas, kamu jangan malah memutar balikan fakta ya! Bukankah dari awal kamu sendiri, yang mengusirku dari rumah ini. Padahal jelas-jelas kamu tau, kalau rumah ini adalah hasil keringatku. Kamu juga lebih membela Mbak Wina, dibanding aku, padahal aku masih menjadi istri sah kamu. Kamu bahkan lebih memilih mantan Kakak iparmu yang tinggal di sini dibanding aku. Kamu melakukan semua itu, demi membela MANTAN KAKAK IPARMU. Sehingga kamu tega mengusirku," sahutku panjang lebar, dengan penuh penekanan di setiap katanya.

"Mila, maafkan kesalahan Mas ya. Karena Mas telah terbawa emosi. Mas Khilaf, Mila. Sebenarnya, Mas itu nggak pernah ada niatan untuk berpisah denganmu, Mila. Sekali lagi, Mas minta maaf, ya Mila. Mas tidak akan mengulanginya lagi," ucap Mas Reno, ia meminta maaf kepadaku.

Aku tidak tahu, permintaan maafnya ini tulus atau tidak. Yang jelas Mas Reno meminta maaf dan dia bilang menyesali perbuatannya.

"Reno, kok kamu malah meminta maaf sih? Bukannya kamu mau menalak perempuan ini?" Mbak Wina bertanya.

"Nggak, Mbak, aku tidak akan pernah menalaknya. Tadi aku sedang khilaf, Mbak. Makanya perkataanku asal," jawab Mas Reno.

"Kamu beneran menyesali, atau hanya sekedar pura-pura, Mas? Jika Kamu hanya sekedar ingin menyenangkan hatiku, lebih baik kamu pergi. Karena aku tidak suka sama orang yang bermuka dua," tegasku.

Aku sebenarnya kurang yakin dan kurang percaya, dengan apa pun yang akan dikatakan Mas Reno. Aku cuma ingin mengetes saja, bagaimana jawabannya dia selanjutnya.

"Aku benar-benar menyesal, Mila. Jika kamu tidak percaya dan ingin bukti dariku, maka aku akan membuktikannya," sahut Mas Reno.

"Jadi kamu benar-benar menyesal, Mas? Oke kalau begitu, aku memang ingin meminta bukti, tentang keseriusan ucapan kamu barusan. Maka dari itu aku minta sama kamu, supaya kamu mau mengusir Mbak Wina dari sini. Apa kamu bisa, Mas?" tantangku.

Karena Mas Reno memberi pilihan kepadaku, maka aku mengungkapkan apa yang ada di dalam hatiku. Aku meminta Mas Reno, supaya ia mengusir Mbak Wina, yang memang dari awal menjadi permasalahan kami, hingga permasalahannya menjadi sebesar ini.

Aku ingin tahu, dia sanggup atau tidak untuk melaksanakan permintaanku ini. Karena semenjak awal Mas Reno begitu melindungi, mantan Kakak iparnya ini. Jujur, sebenarnya aku juga heran dengan sikap Mas Reno, kenapa bisa dia begitu perhatian dengan Mbak Wina?

Padahal mereka berdua sudah menjadi mantan ipar, hingga membuat aku merasa curiga. Aku sampai berpikir, kalau kedekatan mereka ini karena ada udang dibalik batu. Aku harus menyelidikinya, supaya bisa terbongkar semua rahasianya. Itu pun jika mereka mempunyai rahasia, yang mereka sembunyikan.

"Reno, Mbak mohon, kamu jangan lakukan semua permintaan Mila ya. Karena Mbak bingung, jika Mbak harus pergi dari sini, terus nanti Mbak harus tinggal dimana? Kamu tau sendiri kan, kalau rumah peninggalan Mas Roni Kakakmu sudah diambil Bank karena Mbak tidak sanggup menyicilnya. Mbak juga yatim piatu, jadi tidak punya siapa-siapa," pinta Mbak Wina dengan memelas. Ia meminta belas kasihan, supaya tidak diusir.

"Makanya, Mbak, kalau jadi orang itu yang tau diri. Jika kamu memang numpang di rumah orang, jangan berlagak kamu yang menjadi pemiliknya. Akhirnya kamu sendiri kan yang rugi?" tegurku.

"Mas Reno, pokoknya aku tidak mau tau ya, kalau memang kamu masih mau bersamaku, maka kamu harus mau mengusir Mbak Wina dari rumah ini! Aku tidak peduli, mau dia tinggal di rumah Ibu, atau di rumah saudaramu, terserah kamu. Yang penting, aku tidak mau melihat dia berkeliaran lagi di rumahku ini," pintaku lagi.

Aku meminta, supaya Mas Reno mengusir Mbak Wina dari rumahku. Aku ingin tahu, dia berani atau tidak melakukannya. Karena selama ini, justru dia yang selalu melindungi Mbak Wina, walaupun aku memberitahu sikap Mbak Wina terhadapku.

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status