"Reno, kamu jangan dengarkan apa kata Mila. Kamu harus memikirkan nasib Wina, jika dia sampai diusir dari rumah ini. Biar bagaimana pun, Wina ini adalah istri almarhum kakakmu. Dia menantu kesayangannya Ibu," pinta Bu Risma."Bu, kalau memang Ibu sayang sama menantu Ibu ini. Lebih baik dia ini bawa pulang saja ke rumah Ibu, biarkan dia tinggal di rumah Ibu, supaya dia bisa menemani Ibu dan Reni di sana. Karena di sini, Mbak Wina hanya bisa membuat aku selalu emosi. Bahkan bisa saja, dia membuat rumah tangga anak Ibu berantakan," saranku.Aku memberi saran kepada mertuaku, supaya mau menampung Mbak Wina di rumahnya.Karena dia bilang sayang kepada menantunya ini, serta menurutnya Mbak Wina merupakan menantu terbaik."Iya, Bu. Saran Mila ada benarnya dan itu lebih baik," timpal Mas Reno."Tapi Reno, aku sudah betah tinggal di sini. Masa iya sih kami tega mengusir aku dari sini. Aku masih boleh ya tinggal di sini, aku akan merubah sikapku kok," tawar Mbak Wina.Ia berkata dengan suara ya
Aku kaget, saat melihat kamar yang berantakan. Bantal, guling, kasur semuanya sudah tidak pada tempatnya. Bahkan sprei dan sarung bantal, yang seharusnya menempel pun sudah berserakan dimana-mana, serta tidak karuan bentuknya. Entah mencari apa mereka berdua itu, sehingga membuat semua isi kamar menjadi seperti ini. Mungkin karena mereka marah kepadaku, hingga mereka melakukan semuanya ini. Niat untuk merapikan kamar pun urung, aku membiarkan semuanya tetap berantakan, supaya Mas Reno bisa melihatnya secara langsung, bagaimana kekakuan Kakak iparnya, yang selalu ia lindungi melebihi kepadaku. Aku ingin tahu bagaimana Responnya, jika dia tahu kalau Mbak Wina tidak selugu yang ia kira. Aku pun mengambil handphoneku, yang tersimpan di saku celanaku. Kemudian menelepon Mas Reno, supaya ia segera pulang. Namun, saat aku telepon, ternyata handphone Mas Reno tidak aktif. Aku pun merasa tambah kesal, menghadapi kenyataan ini. Aku pun segera pergi ke kamar untuk mengambil kunci mobil, serta
Aku pun merasa kaget, saat Pak Hartono memberitahu seperti itu. Akupun bertanya tanya dalam hati, 'memangnya kenapa dengan perusahaanku? Bukankah baik-baik saja, seperti yang selalu dikatakan Mas Reno?'"Memangnya ada masalah apa Pak Tono, dengan perusahaan? Bukankah semuanya baik-baik saja ya, seperti yang dikatakan Mas Reno?" tanyaku."Pokoknya Ibu datang saja ke rumah saya, nanti akan saya ceritakan semuanya. Maaf yaa, Bu. Karena saya tidak bisa menyampaikan semua ini lewat telepon," jawabnya."Baik, Pak Tono, aku OTW ke sana. Kebetulan saat ini aku juga sedang sendirian, serta posisiku berada diluar rumah," terangku.Setelah aku menyetujui, Pak Tono pun memungkas pembicaraan kami, kemudian ia menutup sambungan telepon tersebut. Aku pun kembali melajukan mobil menuju rumah Pak Hartono. Aku kini tidak lagi peduli terhadap keberadaan Mas Reno, Bu Rosma serta Mbak Wina. Yang tidak tahu keberadaannya sekarang. Tetapi kini pikiranku fokus menyetir untuk segera sampai ke rumahnya Pak
"Jadi begini, Bu. Orang yang memegang kendali atas semua itu, hanya aku dan Pak Reno. Karena dia, yang sekarang memimpin perusahaan. Tapi, kalau saya berani bersumpah, Bu. demi Allah, saya tidak pernah melakukan semua itu. Kalau memang saya yang melakukannya, buat apa saya membongkar semua ini ke Ibu? Itu sama saja, saya menyerahkan diri kepolisi," terangnya lagi."Jadi maksud Pak Hartono, kemungkinan besar yang melakukan semuanya ini adalah Mas Reno begitu?" tanyaku tidak percaya."Ya seperti itulah, Bu. Jika Ibu merasa kurang yakin, dengan apa yang aku katakan tadi. Sebaiknya Ibu segera menyelidikinya sendiri, Biar Ibu bisa melihatnya langsung, apa yang sebenarnya terjadi," saran Pak Hartono.Kalau memang apa yang dikatakan Pak Hartono terbukti, jika Mas Reno yang melakukannya. Berarti ia benar-benar keterlaluan dan tidak tahu malu. Lalu untuk apa, ia melakukan semuanya itu? Padahal aku telah memberinya kepercayaan, supaya ia memimpin perusahaanku dengan benar.Tapi kenapa, dia mala
Bab 8"Kamu itu bagaimana sih, Mila? Suami pulang salah, nggak pulang apalagi. Bukannya suami datang disambut dengan wajah ceria, ini malah disambut dengan omelan," protesnya.Bagaimana aku tidak marah, jika ternyata Mas Reno bermain serong dengan perempuan lain, yaitu mantan Kakak iparnya sendiri. Aku yang baru saja selesai melaksanakan shalat malah terpancing emosi, ketika melihat kehadiran pria jahat ini. Menurutku, Mas Reno ini sudah kehilangan akal sehatnya. Karena ia tidak merasa bersalah, dengan semua perbuatannya tersebut, yang dengan sengaja melalaikan peringatanku. Padahal aku sudah bilang, kalau mengantar Mbak Winanya jangan terlalu lama, tapi ini sepertinya malah sengaja, ingin membuat aku terpancing emosinya. "Mas, bagaimana aku tidak ngomel sama kamu, sedangkan sikap kamu saja membuat aku aku terpancing emosi. Sudah aku bilang, ngantar mereka jangan terlalu lama, ini malah jam segini baru pulang. Kalau memang kamu bersikap seperti ini terus, silakan kamu tinggal bareng
Kemudian aku fokus kembali, membaca laporan yang Pak Hartono berikan. Saat aku sedang duduk di kursi Direktur Utama, sambil asyik membaca laporan kantor. Ada orang yang masuk, tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Ternyata itu adalah Mas Reno, aku tahu karena aku melihat dari pantulan lemari kaca, yang menghadap ke arah pintu tersebut.Mas Reno pastinya tidak tahu, kalau aku ada diruangan ini. Karena semua ini sudah di setting oleh Pak Hartono. Makanya ia langsung slonong boy saja masuk, tanpa mengetuk pintu atau mengucapkan salam. Aku sebenarnya emosi, melihat dia yang tidak beretika seperti itu. Apalagi melihat dia, yang baru datang ke kantor, padahal sudah telat.Bagaimana mau mengelola perusahaan dengan baik? Kalau dianya saja masuk kantornya seenak sendiri. Pantas jika ada karyawan yang selalu datang terlambat, sebab ia mencontoh kebiasaan pemimpinnya yang selalu datang terlambat. Jadinya pantas tidak ada kedisiplinan yang tertanam, sebab pemimpinnya saja ngasal begini."Heh, siapa
"Kamu itu ngomong apa sih, Mila. Rahasia apa maksud kamu," tanya Mas Reno berkelit, tetapi ekspresi wajahnya berubah, tidak seperti tadi."Ya aku nggak tau lah, Mas. Karena yang aku tuduh punya rahasia itu kan kamu, jadi hanya kamu dan Allah yang tahu, apa yang kamu lakukan dibelakangku." Aku menjawab pertanyaan suamiku, yang ternyata ia itu adalah benalu."Udah ah, nggak jelas bicara sama kamu," ujarnya menghentikan perdebatan ini.Setelah itu ia mengeluarkan handphonenya, yang dia ambil dari dalam saku celana karena tiba-tiba handphone-nya berdering. Ia bukannya mengangkat teleponnya, tetapi malah melirik ke arahku. Mungkin ia risih denganku, sebab dari tadi aku tidak berhenti memperhatikan gerak-geriknya tersebut."Mas, angkat dong teleponnya, kok kamu malah diam saja sih! Memangnya siapa yang menghubungimu?" tanyaku kepo."Ini dari klien, Mila. Mas angkat teleponnya di luar ya. Soalnya kami akan membicarakan masalah kontrak kerja, yang dapat menguntungkan perusahaan ini," terang
"Iya, Non. Jadi begini, ya Non. Asal Non Mila tau, kalau ternyata Den Reno itu mempunyai hubungan khusus, dengan Kakak iparnya yang bernama Non Wina. Karena waktu itu, saat malam-malam Bibi memergoki Den Reno keluar dari kamar Non Wina. Entah apa yang telah mereka perbuat di dalam sana, sebab Bibi pun tidak tau. Kemudian Bibi diancam oleh Den Reno, kalau Bibi harus menutup rapat perbuatan nya, sebab jika Bibi membongkar apa yang Bibi lihat, ia akan membuat keluarga Bibi celaka. Tapi jujur, ya Non, selama ini Bibi menutupi semua itu, tetapi malah tidak ada ketenangan dalam hati Bibi. Setelah Bibi memergoki yang kesekian kalinya, besoknya Bibi diberhentikan dari pekerjaan Bibi, dengan alasan sudah ada Non Wina, yang membantu Non Mila di rumah ini."Bi Ratih panjang lebar bercerita, tentang apa yang ia ketahui. Ternyata apa yang aku curigai adalah benar, jika ternyata mereka berdua mempunyai hubungan khusus. Pantas, jika Mas Reno selalu membela mantan Kakak iparnya itu, sebab mereka kini