Share

Bab 5

Penulis: empat2887
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-08 22:47:26

Aku kaget, saat melihat kamar yang berantakan. Bantal, guling, kasur semuanya sudah tidak pada tempatnya. Bahkan sprei dan sarung bantal, yang seharusnya menempel pun sudah berserakan dimana-mana, serta tidak karuan bentuknya. Entah mencari apa mereka berdua itu, sehingga membuat semua isi kamar menjadi seperti ini.

Mungkin karena mereka marah kepadaku, hingga mereka melakukan semuanya ini. Niat untuk merapikan kamar pun urung, aku membiarkan semuanya tetap berantakan, supaya Mas Reno bisa melihatnya secara langsung, bagaimana kekakuan Kakak iparnya, yang selalu ia lindungi melebihi kepadaku. Aku ingin tahu bagaimana Responnya, jika dia tahu kalau Mbak Wina tidak selugu yang ia kira.

Aku pun mengambil handphoneku, yang tersimpan di saku celanaku. Kemudian menelepon Mas Reno, supaya ia segera pulang. Namun, saat aku telepon, ternyata handphone Mas Reno tidak aktif. Aku pun merasa tambah kesal, menghadapi kenyataan ini. Aku pun segera pergi ke kamar untuk mengambil kunci mobil, serta tas jinjing. Aku akan pergi ke rumah mertuaku untuk menanyakan langsung, alasan mereka melakukan semua itu.

"Mas Reno, kenapa sih handphone kamu malah tidak aktif segala? Bikin aku tambah em*si saja," lirihku.

Aku segera melajukan mobil, membelah jalanan kota untuk menyusul Mas Reno ke rumah Bu Risma. Setelah sebelumnya aku mengunci pintu gerbang dan juga rumahku, buat menghilandari hal-hal yang tidak diinginkan selama aku pergi.

Aku terus memacu kendaraanku, dengan kecepatan sedang, sebab jalan juga dalam keadaan lumayan padat. Tidak berapa lama aku sampai juga ke rumah mertuaku, aku memarkirkan mobil, kemudian aku segera keluar. Aku pun melihat sekeliling rumah mertuaku, tetapi tidak ada mobil Mas Reno terparkir di sana.

Di garasi hanya ada motor scoop*, yang biasa dipakai Reni untuk berangkat kuliah. Rumahnya pun kelihatan sepi, seperti tidak ada penghuninya. Menurut perhitunganku, seharusnya mereka itu sudah datang. Tapi ini belum membuatku bertambah kesal saja kepada mereka itu.

'Ini Mas Reno belum sampai, apa sudah pulang lagi? Tapi lebih baik aku cek aja dulu kebenarannya, siapa tahu ada orang di dalam,' gumamku.

Aku pun segera menuju rumah mertuaku, kebetulan pintu pagar rumahnya tidak digembok, hanya di kancing saja. Aku pun segera membuka pintu pagar, kemudian menuju pintu depan rumah tersebut.

"Tok ... tok ... tok, assalamualaikum," ucapku, setelah sebelumnya mengetuk pintu dulu.

Aku sampai dua kali, mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Tetapi belum ada jawaban, apalagi membukakan pintu. Aku pun berniat mau mengetuk pintu satu kali lagi, tetapi baru mau mengetuk, ada suara yang menyahut dari dalam. Suara itu adalah suara perempuan, yang sudah tidak asing telingaku.

"Eh, kirain siapa yang bertamu, ternyata kamu, Mbak. Mbak Mila, mau ngapain sih datang ke sini, aku lagi ngerjain tugas nih," tanya Reni dengan ketus.

"Ren, Ibu sudah pulang belum," tanyaku tanpa basa basi lagi.

"Ibu nggak ada di rumah, Mbak. Aku juga nggak tau dia kemana? Karena saat aku pulang dari kampus, Ibu nggak ada di rumah. Bukannya ia pergi kerumahmu ya," tanya balik Reni.

Ternyata benar dugaanku, kalau Mas Reno dan Ibu belum pada sampai rumah. Entah sedang dimana mereka saat ini, sebab aku hubungi Mas Reno juga handphonenya tidak aktif. Aku mencoba menelepon Bu Risma dan juga Mbak Wina saat di perjalanan pun malah dirijek sama mereka. Kini aku bingung mencari mereka kemana.

"Mbak, kok ditanya malah bengong sih? Ya sudah, kalau memang kamu tidak ada lagi keperluan, lebih baik Mbak pulang saja ya, aku lagi sibuk ngerjain tugas skripsi soalnya," usir Reni.

"Tapi Ren, Mbak," ucapku menggantung.

Baru saja aku mau meminta tolong, supaya menelepon Bu Risma atau Mbak Wina, Reni menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Benar-benar kurang ajar itu anak, bikin aku tambah kesal saja kepada keluarga suamiku itu.

Setelah Reni menutup pintu, aku pun seger pergi. Aku memutuskan akan mencari mereka di jalan, sekalian pulang ke rumah. Baru saja aku sampai jalan raya, terdengar suara handphoneku berdering. Notifikasi ini merupakan tanda ada orang yang menelepon.

Aku pun segera memarkirkan mobil, lalu mengambil handphone yang aku letakkan di-dashboard. Aku kira yang menghubungiku adalah Mas Reno atau Ibunya, tetapi ternyata ini dari Pak Hartono. Ia merupakan manager keuangan di perusahaan Papa yang diturunkan kepadaku. Aku pun segera mengangkat telepon tersebut.

"Assalamualaikum, Bu Mila," ucap Pak Hartono, saat aku mengangkat telepon darinya.

"Waalaikumsalam salam, Pak Tono. Ada apa nih, Pak? Tumben Bapak meneleponku. Biasanya, kalau ada apa-apa masalah perusahaan, Bapak selalu menghubungi Mas Reno?" tanyaku to the point.

"Iya, Bu. Justru itu, saya menelepon Ibu, sebab ada yang harus dibicarakan perihal Pak Reno dan juga perusahaan. Kira-kira Ibu bisa datang ke tempat saya nggak, kalau bisa hari ini juga? Tapi jangan membawa Pak Reno ya, Bu. Ibu sendiri saja datangnya, sebab ini sangat penting, Bu. Tentang masa depan perusahaan," terangnya.

Bersambung ...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kamu pemilik perusahaan tapi diperlakukan kayak babu demi ipar mu. kamu waras kah ? dasar dungu dan gampang dikelabui
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Silakan Ambil Suamiku, Mbak!   Bab 71

    "Aku lebih memilih memaafkannya, Mas. Karena sepertinya dia bersungguh-sungguh meminta maaf kepadaku. Akupun tidak mau menyimpan dendam, apalagi orang tersebut sudah mengatakan maaf," terangku.Mas Reynaldi pun manggut-manggut, saat mendengar penuturanku tentang keputusan apa yang aku ambil."Baguslah kalau memang begitu, kamu memang orang baik, Mila. Kamu tidak mempunyai rasa dendam, walaupun orang tersebut telah menyakiti kamu," puji Mas Reynaldi."Ya memang harus seperti itu, Kan mas? Lagian untuk apa juga aku memperpanjang masalah, toh dia juga sudah berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan dia juga telah mengucapkan kata maaf. Itulah yang penting buatku,"Setelah itu kami membahas tentang persoalan lain, yaitu membicarakan masalah pertunangan kami, yang akan dilaksanakan besok malam. Kami akan melaksanakan pertunangan tersebut di sebuah gedung, yang telah kami persiapkan jauh-jauh hari. Lumayan banyak juga orang yang akan kami undang, yaitu keluarga dekat kami, seluruh karyaw

  • Silakan Ambil Suamiku, Mbak!   Bab 70

    "Oh, ada Maya ya, Bi. Ya sudah, Bi, bilang sama Maya tunggu sebentar ya," pintaku."Iya, Non," sahut Bi Ratih.Aku pun segera merapikan pakaian, serta memakai kerudung, lalu setelah selesai baru aku menemui Maya beserta keluarganya. "Mila, maaf aku menganggu," ucap Maya dengan lembut.Maya tidak seperti biasanya yang selalu bersikap arogan. Ia bertanya saat aku baru saja masuk ke ruang tamu. Padahal tadinya aku berniat mau menyapa mereka duluan, tapi ternyata malah didahului oleh Maya."Lho ... kenapa kamu meminta maaf, Maya? Memangnya kamu punya salah apa sama aku," tanyaku berpura-pura tidak mengerti."Mila, kamu jangan melaporkan aku ke Polisi ya! Aku mohon, Mila," pinta Maya memelas.Memangnya kamu salah apa, hingga aku harus melaporkan kamu ke Polisi?" Aku masih tetap berpura-pura tidak tahu, tentang apa yang telah dilakukannya. Maya pun kemudian menjelaskan semuanya, tentang perbuatannya yang menyewa orang untuk mencelakaiku tempo hari.Dia terus memohon kepadaku, jika dia ti

  • Silakan Ambil Suamiku, Mbak!   Bab 69

    "Maaf, semuanya, kami sebagai pihak rumah sakit sudah semaksimal mungkin memberikan yang terbaik untuk pasien. Namun sayang, pasien tidak bisa bertahan dan ia meninggal dunia," terang Dokter."Innalillahi wainnailaihi roji'un," ucap kami serempakHatiku terhenyak saat mendengar kabar duka yang diucapkan oleh sang dokter yang telah menangani Mas Reno selama ini. Mbak Wina pun menangis, ia memelukku erat. Aku pun tidak kuasa menahan haru dan akhirnya ikut menangis. Aku merasa ikut sedih karena Mas Reno meninggal, sebab ia tidak kuat menahan peluru yang bersarang di pinggangnya. Karena kata dokter, peluru tersebut sampai mengenai ginjalnya. Mengerikan memang, tapi inilah jalan hidup yang harus dijalaninya. "Sudahlah, Mbak, kamu yang sabar ya. Mungkin ini memang jalan Mas Reno untuk kembali kepada pemilikNya. Kita doakan saja, semoga Mas Reno bisa diterima amal ibadahnya, serta meninggal dalam keadaan husnul khotimah." Aku berusaha membujuk Mbak Wina, supaya ia tidak berlarut dalam kes

  • Silakan Ambil Suamiku, Mbak!   Bab 68

    "Aku kok malas banget ya, Mas. Apalagi jika mengingat semua perbuatannya, ujarku."Mas paham, Mila, tapi kamu juga jangan seperti itu. Kita harus tetap berbuat baik kepada siapa pun, walaupun orang tersebut telah menyakiti kita," tegur Mas Reynaldi.Perkataannya itu membuat aku malu, padahal yang seharusnya julid itu dia. Karena Mas Reno merupakan mantan suamiku, sedangkan dia merupakan calon suamiku. Tapi kini malah dia yang mengingatkan aku, supaya aku mau menengok mantanku tersebut."Iya, Mas, kamu benar. Ternyata aku telah salah telah berpikir seperti itu," ucapku."Itu manusiawi kok, Mila. Karena yang namanya manusia pasti mempunyai salah dan khilaf. Makanya sekarang Mas ngingetin kamu, barangkali kamu sedang khilaf kan," sahut Mas Reynaldi."Bener, Mas, terima kasih ya kamu telah mengingatkan aku. Ya sudah kalau begitu, ayo kita ke rumah sakit! Kita ajak Mama sama Papa ya, barangkali saja mereka juga mau menengok, biar sekalian kita berangkat bareng," kataku.Aku pun kemudian s

  • Silakan Ambil Suamiku, Mbak!   Bab 67

    "Keadaan Pak Reno untuk saat ini masih hidup, ia membutuhkan perawatan secara medis. Semoga saja dia bisa selamat," sahut Pak Polisi.Aku merasa ngeri saat mendengar Pak Polisi menjelaskan, tentang keadaan Mas Reno saat ini. Ternyata ia di tembak polisi karena berusaha melawan pihak yang berwajib. Pantas saja jika tadi terdengar suara tembakan, serta terdengar suara jeritan bahkan suara tembakannya sampai terdengar dua kali.Aku tidak menyangka, jika Mas Reno sampai segitunya. Hanya karena niat ingin mengusai harta bendaku, sehingga ia menjadi seorang kriminal, yang harus berhadapan langsung dengan aparat kepolisian. Ia bahkan sepertinya tidak kapok, telah membuat Ibu dan adiknya meninggal dunia. Atau mungkin juga ia belum tahu, jika Bu Risma dan juga Reni telah tiada. Kemudian aku melirik ke arah Mbak Wina, ia hanya tertunduk tanpa bersuara. Tetapi wajahnya begitu pucat, entah karena sedang sakit, atau karena kaget dengan semua yang terjadi barusan kepadanya. "Jadi maksudnya, Mas R

  • Silakan Ambil Suamiku, Mbak!   Bab 66

    "Siap, Mas. Apa pun yang terjadi nanti dan hukuman apa yang akan ditanggungnya, itu merupakan resiko yang harus dia pertanggung jawabkan," jawabku."Ya sudah, jika kamu sudah siap. Biar para polisi segera melakukan tugasnya dengan sebaik mungkin," pungkas Mas Reynaldi.Ia mengakhiri perkataannya, aku pun mengiyakan apa yang dikatakan oleh Mas Reynaldi. Kemudian kami berdua kembali fokus untuk melihat para polisi, yang sedang melakukan tugasnya tersebut. Ada sekitar delapan orang polisi yang menjalankan misi ini. Para polisi tersebut mengepung rumah, yang dikatakan detektif ada kedua tersangka tersebut. Setelah itu salah satu polisi mendobrak pintu, hingga akhirnya pintu terbuka. Kemudian setelah pintu terbuka, masuklah empat orang polisi. Sedangkan keempat orang lainnya berjaga-jaga di luar. Tidak berapa lama setelah polisi masuk, terdengar dua kali suara tembakan dari dalam rumah tersebut, serta jeritan seseorang entah siapa itu. Entah apa yang terjadi di dalam sana, sehingga terde

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status