Share

Bab 6

Aku pun merasa kaget, saat Pak Hartono memberitahu seperti itu. Akupun bertanya tanya dalam hati, 'memangnya kenapa dengan perusahaanku? Bukankah baik-baik saja, seperti yang selalu dikatakan Mas Reno?'

"Memangnya ada masalah apa Pak Tono, dengan perusahaan? Bukankah semuanya baik-baik saja ya, seperti yang dikatakan Mas Reno?" tanyaku.

"Pokoknya Ibu datang saja ke rumah saya, nanti akan saya ceritakan semuanya. Maaf yaa, Bu. Karena saya tidak bisa menyampaikan semua ini lewat telepon," jawabnya.

"Baik, Pak Tono, aku OTW ke sana. Kebetulan saat ini aku juga sedang sendirian, serta posisiku berada diluar rumah," terangku.

Setelah aku menyetujui, Pak Tono pun memungkas pembicaraan kami, kemudian ia menutup sambungan telepon tersebut. Aku pun kembali melajukan mobil menuju rumah Pak Hartono. Aku kini tidak lagi peduli terhadap keberadaan Mas Reno, Bu Rosma serta Mbak Wina. Yang tidak tahu keberadaannya sekarang.

Tetapi kini pikiranku fokus menyetir untuk segera sampai ke rumahnya Pak Hartono. Karena aku benar-benar penasaran, dengan apa yang akan disampaikan oleh Pak Hartono, tentang Mas Reno dan juga perusahaan. Aku juga penasaran, kenapa Pak Hartono memintaku datang sendirian, tanpa mengajak suamiku tersebut.

Setelah menyetir selama tiga puluh menit, aku pun kini telah sampai di rumah yang cukup megah, yaitu kediaman Pak Hartono dan juga keluarganya. Rumah minimalis ini terlihat begitu indah dan juga asri, dengan adanya tanaman bunga, serta pohon mangga, yang terdapat di sisi kiri dan kanan rumah tersebut.

***

"Bu Mila, ayo silakan masuk," ajak istri Pak Hartono, yang menyambut kedatanganku.

Ia mempersilakan aku masuk ke dalam rumahnya. Baik Pak Hartono maupun istrinya, mereka begitu sopan terhadapku. Setelah aku duduk di kursi tamu, Bu Irma pamit mau memberitahu suaminya, kalau aku telah sampai ke rumahnya. Pak Hartono pun kini telah berada di hadapanku, ia mulai berbasa-basi menanyakan keadaanku.

Karena setelah aku memberi kuasa kepada Mas Reno tentang perusahaan, aku jarang datang ke kantor. Selain ingin merasakan jadi Ibu rumah tangga yang seutuhnya, aku juga dilarang Mas Reno mengurusi perusahaan. Katanya biar dia saja yang menanganinya. Ia juga meminta aku supaya bedrest, biar segera mendapat momongan.

"Jadi bagaimana, Pak Tono? Apa sebenarnya yang terjadi dengan perusahaan?" tanyaku tidak sabar.

"Begini, Bu. Sebelum saya memberitahu semuanya, ada hal yang ingin saya tanyakan dulu sama Ibu. Apa Ibu tidak keberatan?" tanya Pak Hartono.

Ia tidak secara langsung memberitahuku, tentang masalah perusahaan. Tetapi ia memintaku untuk menjawab pertanyaannya terlebih dulu. Aku sebenarnya semakin tidak mengerti, dengan apa yang akan dibicarakan oleh Pak Hartono.

Kenapa juga ia harus muter-muter nanya ini dan itu, padahal ia bisa to the point saja membetitahuku semuanya. Tetapi biar bagaimana pun aku menghargai Pak Hartono, jadi aku menyetujui saja dengan apa yang diminta Pak Hartono tersebut.

"Iya, Pak Tono, aku tidak keberatan kok. Silakan saja, memangnya Bapak mau bertanya apa kepadaku? Insya Allah aku akan menjawabnya selama aku bisa, serta jika pertanyaannya tidak menyinggung tentang privasiku," sahutku.

"Nggak kok, Bu. Pertanyaannya juga tidak menyinggung masalah pribadi kok," terang Pak Hartono.

Ia pun menarik napas berat, seakan apa yang akan ia pertanyakannya itu berat untuk dia katakan.

"Bisa langsung saja nggak, Pak? Soalnya aku penasaran banget," pintaku.

"Bu, jadi begini, apakah selama ini Pak Reno tidak pernah bilang, tentang permasalahan perusahaan?" tanya Pak Hartono.

"Tidak, Pak, memangnya kenapa dengan perusahaanku? Karena selama ini, Mas Reno selalu bilang, kalau perusahaan baik-baik saja. Bahkan katanya sekarang perusahaan lebih maju," jawabku.

Aku memberitahu Pak Hartono, tentang apa yang diucapkan suamiku, tentang perkembangan perusahaan.

"Maaf ya, Bu, saya harus ralat perkataan Pak Reno. Karena apa yang diucapkannya itu bohong, Bu. Karena perusahaan saat ini sedang diambang kebangkrutan. Asal Ibu tau ya, semenjak Ibu memberi kuasa kepada Pak Reno untuk memimpin perusahaan. Perusahaan sekarang sering sekali rugi, Bu. Bukan karena perusahaan kalah tender, tetapi karena setiap data yang saya tulis, tidak sesuai dengan dana yang ada di kas. Kebetulan saya telah meminta bantuan ke tim khusus untuk menelitinya, itu pun saya lakukan tanpa sepengetahuan Pak Reno. Kami mencoba menelusuri, dari mana awalnya kerugian ini dan ternyata, ada yang selalu mentransfer uang dalam jumlah besar ke nomer rekening fiktif. Saya melakukan semua ini, bukan karena bermaksud apa-apa, ya Bu. Justru karena saya takut dijadikan kambing hitam nantinya. Apalagi saat ini, saya menjabat sebagai manager keuangan. Saya bertanggung jawab penuh untuk mengelola keluar masuknya uang perusahaan," tutur Pak Hartono.

"Apa, jadi perusahaan saat ini sedang diambang kebangkrutan, Pak Tono? Terus siapa yang selalu mentransfer uang ke nomer rekening fiktif tersebut?" tanyaku.

Bersambung ...

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
si mila dungu sok2an hebat
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status