Share

Bab 6

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2022-09-16 01:08:18

"Tenang, Bu, kalau menurut saya mereka takkan melukai Mbak Giska secara terang-terangan. Kalau memang iya, pasti sudah dilakukan sejak dulu. Tujuan Pak Firman kan harta, jadi tidak mungkin berbuat hal bodoh," sambung Adnan. 

Ucapannya membuatku sedikit tenang, tarikan napas pun aku hembuskan karena sekarang tidak lagi terlalu cemas. Hati kecilku mengatakan bahwa mamaku takkan membiarkan orang lain melukai orang yang telah menyelamatkan keluarga kami dulunya. 

Setibanya di rumah, aku langsung menerobos ke dalam. Teriakan yang aku lontarkan membuat Mbok Tuti menghampiriku dengan tergesa-gesa. 

"Kenapa pulang, Non? Teriak-teriak pula!" 

Aku menghentikan langkah lalu menggigit bibir sendiri seraya geram dengan tingkah seorang pembantu bak majikan. 

"Bisa sopan nggak bicara dengan majikan? Hah!" Mataku membulat dengan dagu sedikit terangkat. 

"Loh, majikan saya kan Pak Firman, bukankah Bu Nurma ini hanya pelakor?" Istri kedua itu belum tentu pelakor. Rasanya aku tidak terima dengan celotehan receh Mbok Tuti barusan. 

"Kamu, ya!" sentakku kesal. 'Astaga, aku naik pitam mendengar ucapan Mbok Tuti barusan,' batinku. Tangan ini mengepal dan ingin aku layangkan ke arah wajahnya. Bisa-bisanya dia berani mengumpat majikannya. Namun, jari jemari Adnan tiba-tiba memegang bahu ini. 

"Bu, nggak usah diladeni, kita harus segera cari tahu kondisi Bu Giska dan mamanya Bu Nurma," bisik Adnan membuatku menurunkan bahu ini sambil membanting tangan yang sempat ingin kulayangkan. 

"Mana Mbak Giska dan mamaku?" tanyaku galak. 

"Ada di kamarnya, kenapa emang?" 

Aku tak peduli lagi dengan ucapannya, kaki ini langsung beranjak ke kamar Mbak Giska bersama Adnan dengan langkah setengah berlari. 

Kubuka handle pintu lalu menyeruak ke dalam. Ternyata mamaku tengah mengelap badan Mbak Giska. Dengan malunya Adnan sontak berpaling, ia balik badan lalu keluar dari kamar. 

"Kenapa nggak dikunci sih lagi bersihin Mbak Giska, untungnya ketutup badan Mama," ucapku sambil melangkah, namun di dada ini masih ada getaran penasaran yang tersimpan. 

"Kamu pulang cepat, Nurma?" tanya Mama. Tangannya masih memegang lap dan membasahi tubuh mungil kakak maduku.

"Aku cemas, Mama sulit dihubungi," jawabku sambil meraih punggung tangan mamaku. 

"Ya, tadi Mama mau hubungi kamu, Mbok Tuti nyaris mencelakai Giska, dia bawa suntikan di tangannya," timpal mamaku membuat mata Mbak Giska terlihat berkedip ke arahku. 

"Serius, Mah? Lalu kenapa ponsel Mama tiba-tiba sulit dihubungi?" 

Mama meletakkan air bekas membersihkan tubuh Mbak Giska, sebab sudah selesai dan kini kakak maduku itu tengah dipakaikan baju. 

"Tadi itu si Mbok Tuti yang sepertinya sengaja jatuhin ponsel Mama sampai mati, rusak itu kayaknya kena LCD nya," jawab Mama dengan memasang wajah kesal. 

Aku menghela napas dalam-dalam sambil menganggukkan kepala. 

Memakaikan baju pun selesai, Mama membereskan baskom yang berisikan air bekas mandi singkat Mbak Giska. Ia menyingkirkan lalu duduk kembali di kursi. 

Kemudian, tangan Mbak Giska diayunkan, dia berbicara denganku menggunakan bahasa isyarat. "Aku sangat berterima kasih telah mengirim mamamu ke sini, dia malaikat penolong untukku," ucap Mbak Giska disertai senyuman, tangannya pun dijatuhkan kembali ke ranjang. 

"Malaikat tak bersayap itu kamu, Mbak. Aku bisa urus perusahaan besar juga karena kamu, terima kasih yang barusan terdengar, harusnya aku yang melontarkannya," timpalku sambil duduk di sebelahnya lalu meraih punggung tangan Mbak Giska. 

"Kita sama-sama manusia yang saling bergantungan, jadi saling menolong satu sama lainnya," sambung Mama. "Giska sudah selamat, lebih baik sekarang harus lebih hati-hati," tambahnya. 

Aku menyorot ke arah penyadap suara. Lalu berinisiatif untuk merusaknya. Kuambil kursi untuk menghancurkannya supaya Mas Firman tak lagi bisa mengintai Mbak Giska. 

Setelah selesai menghancurkan, aku memastikan lampu pada penyadap itu mati. Lalu melontarkan senyuman ke arah Mbak Giska. 

"Aman, sekarang sudah rusak, tapi pengintai bernyawa masih berkeliaran di sini, jadi kita harus waspada," ucapku pada Mama dan Mbak Giska. Mereka menganggukkan kepala seraya paham dengan apa yang kukatakan bahwa mata-mata hidup masih ada di rumah ini. 

Kemudian, ketukan pintu terdengar, pasti Adnan yang mengetuk. Setelah aku berteriak mempersilakan masuk, barulah dia membuka daun pintu lebar-lebar. Ternyata ia datang bersama Dokter Hans dan satu lagi dokter yang tidak kukenal. 

"Bu, ini Dokter Hans, katanya dia membawa Dokter ahli untuk terapi Bu Giska," bisik Adnan. 

Aku mendekati telinga Adnan, lalu berbisik padanya. "Tadi kamu nggak lihat tubuh Mbak Giska, kan?" Di kepalaku masih terlintas pertanyaan itu. 

Mata Adnan berputar, tangannya membelah rambutnya sendiri, lalu turun ke area hidung dan mencolek hidungnya sendiri. "Nggak, Bu, cuma sedikit," bisiknya membuat mataku membuka lebar. "Becanda, Bu. Serius, saya belum lihat, kan ketutup badan Bu Rosmala," tambah Adnan meyakinkan. 

Aku menyingkir dari telinganya sambil menghela napas, aku bertanya serius tapi Adnan malah becanda. Mungkin untuk mencairkan suasana di kamar Mbak Giska yang sedikit menegang akibat kedatangan seorang dokter. 

"Jadi ini siapa?" tanyaku pada Hans. "Jangan bilang dokter abal-abal," tambahku seakan tak percaya. 

"Ini Dokter Lucky, saya jamin beliau adalah dokter yang tepat untuk menyembuhkan Bu Giska," jawab Hans. Namun, aku hanya terdiam, sesekali mataku melirik ke arah Adnan juga Mbak Giska yang masih tergeletak di ranjang. 

"Bukti apa yang bisa membuatku percaya bahwa kamu tidak bohong?" tanyaku pada Hans. Tangan ini berada di atas dada dengan posisi dilipat. 

"Bisa hubungi pihak rumah sakit tempat saya praktek," sambar dokter yang katanya bernama Lucky. 

Namun, di saat ingin menghubungi pihak rumah sakit, ternyata Mbok Tuti masuk begitu saja tanpa mengetuk ataupun memberi salam. 

"Siapa yang suruh kamu masuk? Hah!" Aku mengangkat dagu dengan mata sedikit menyipit. Kesal melihat kelakuan asisten rumah tangga yang kurang etika. 

"Pak Firman yang suruh, Bu, ini beliau ingin video call dengan Bu Nurma, katanya dari tadi hubungi Ibu nggak diangkat-angkat," celetuk Mbok Tuti membuatku menoleh ke arah Adnan dan Mbak Giska secara bergantian. 

'Kalau video call itu artinya Mas Firman akan melihat dokter Hans bersama Dokter Lucky. Tenang, Nurma, kamu bisa berbohong pada suamimu dan bilang bukan siapa-siapa, toh Mas Firman tidak akan kenal dengan Dokter Lucky yang tampangnya blasteran itu,' batinku seraya menenangkan diri sendiri yang tengah menegang. 'Bagaimana kalau Mas Firman tahu lebih dulu rencanaku?' Sederet pertanyaan muncul setelah Mbok Tuti masuk, mata-mata suamiku. 

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
udah kebangetan tololnya si majikan yg bergelar istri kedua.
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
PRT songong nya kebangetan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Silakan Pergi Bersama Selingkuhanmu, Mas!   TAMAT

    "Jadi Helen adalah dalang kecelakaan ambulance. Percayalah, percakapan ini menjadi bukti bahwa ambulance mengalami rem blong itu dengan sengaja," ungkap Mbak Giska. Kini mata Eric menatap Mbak Giska sambil menggelengkan kepalanya. Bukan hanya itu bibirnya terlihat menganga ketika Mbak Giska benar-benar mengungkapkan semuanya."Dugaanku benar, kita harus laporkan Helen," ucap Eric tidak sabaran."Kata Adnan jangan sekarang," jawab Mbak Giska.Kini kami berpikir untuk menyelidiki semua dengan cara kami sendiri. Heran dengan Helen yang sudah dibebaskan masih saja bertindak kriminal. Otaknya sudah tidak lagi dipakai, yang ada hanya cinta dan dendam."Kita nggak bisa diam aja, harus cepat menangkap Helen," ucap Eric kembali.Namun, tiba-tiba ponselku berdering. Ada telepon dari Adnan. Aku segera mengangkatnya."Nurma, ajak Bu Giska ke kantor polisi, aku sudah berhasil mengamankan pria yang tadi bertemu dengan Helen, tapi wanita itu masih dalam proses pencarian." Aku terkejut mendengarnya.

  • Silakan Pergi Bersama Selingkuhanmu, Mas!   Bab 139

    Kemudian turunlah orang yang berada di dalam mobil. Ternyata itu Eric, biasanya dia tak pernah menggunakan mobil yang sekarang berada di halaman rumah. Jadi kami tidak menyadari bahwa itu adalah Eric."Mobil yang biasa ke mana?" tanya Mbak Giska. Awal yang menurutku datar-datar saja. Padahal aku sangat menginginkan ada sesuatu yang terjadi di antara keduanya."Ini mobil kesayangan, jarang dipakai karena khawatir lecet," timpal Eric dengan satu candaan.Kami pun mengangguk seraya berbarengan."Mau ke mana?" tanya Eric.Kami saling beradu pandang. Aku khawatir Mbak Giska keceplosan bicara dengan Eric, dan jika ia tahu tentang rekaman itu, pasti sangat marah, sebab yang dicelakai oleh Helen adalah kekasihnya yang sebenarnya akan menjadi istri."Nggak, Ric, kami justru mau masuk, baru saja pulang dari ketemu Adnan," jawabku sekenanya. Di situ Eric terdiam, ia menatap kami berdua secara bergantian."Kenapa kok lihatnya seperti itu?" Mbak Giska mengibaskan kerudungnya ke arah wajah Eric."A

  • Silakan Pergi Bersama Selingkuhanmu, Mas!   Bab 138

    "Benar nih, kamu yakin?" Suara Helen membuatku penasaran dan mendekatkan ponsel ke telinga ini."Iya, Bu. Saya yakin sekali," ucap seorang laki-laki yang diduga adalah orang suruhan Helen."Sekarang ada tugas baru lagi untuk kamu, setelah berhasil membinasakan Giska, tenang aja, hidupmu terjamin, ingat ya caranya harus mulus seperti saat kamu memutus rem ambulance."Deg!Saat itu juga kami saling beradu pandang. Pesan pun muncul dari Adnan ketika aku tengah fokus mendengarkan.[Fix kan, ini sabotase. Jangan sampai hilang rekamannya.]Padahal jantung ini sudah sangat berdebar kencang, detakannya saling berkejaran saat mendengar penuturan Helen barusan."Saya akan sewa orang yang sama untuk hal ini, dan dengan cara yang sama pula." Ternyata laki-laki itu masih lanjut berbicara."Aku sangat acungkan jempol untuk kamu, keren pokoknya," ucap Helen. "Kamu boleh pergi, saya masih ingin di sini."Suara lalu lalang orang lewat pun terdengar dari penyadap suara itu. Kami masih dikirimkan oleh A

  • Silakan Pergi Bersama Selingkuhanmu, Mas!   Bab 137

    Aku ingat betul orang itu adalah laki-laki yang selalu mengintai kami di rumah sakit sewaktu di Jogjakarta. Mendengar mama dan Mbak Giska bertanya padaku aku dengan cepat meletakkan ponsel yang telah aku genggam."Adnan bilang, Helen tengah bertemu dengan seseorang, dan seseorang yang dimaksud Adnan adalah pria yang pernah mengintai kita sewaktu di rumah sakit Yogyakarta," ungkapku pada Mbak Giska."Loh kok bisa di Jakarta? Lagian preman itu bukankah sudah pernah ditangkap juga?" Mbak Giska ingat juga dengan laki-laki tersebut."Iya, orang itu kan juga dibebaskan karena laporan dicabut," ucapku."Terus ngapain mereka ada di sini lagi?" Mbak Giska mengernyitkan dahi."Sebentar, aku kirim pesan pada Adnan dulu," timpalku.Mereka mengangguk, kemudian aku segera menggulir ponsel ke kontak Adnan, dikarenakan ia sedang memantau Helen, jadi aku putuskan hanya dengan mengirim pesan padanya.[Orang itu bukankah orang kepercayaan Helen yang pernah tertangkap juga?] Aku mengetukkan jari seraya

  • Silakan Pergi Bersama Selingkuhanmu, Mas!   Bab 136

    "Ide bagus, tapi kita harus bicarakan ini pada Mbak Giska. Tapi bukankah polisi bilang waktu itu kecelakaan karena rem blong? Sopir juga meninggal dalam kecelakaan tersebut," ungkapku."Intinya kalau ada yang janggal pasti akan ada titik terang," balasku. "Sekarang mendingan kamu pulang," suruhku."Iya, jangan lupa selalu pikirkan juga masa depan, lamaran dariku cepat diterima," suruh Adnan.Aku menggelengkan kepala. Kemudian memutar badan lalu meninggalkan Adnan.Adnan memang ada benarnya juga. Sudah seharusnya aku memikirkan masa depan yang membuatku bahagia, namun terkadang kita butuh waktu untuk berpikir supaya tidak jatuh ke lubang yang sama.Aku memutuskan untuk masuk ke kamar. Ya, membersihkan badan yang sudah lengket itu caraku menghilangkan kepenatan.Aku mandi di bawah shower, gemericik air yang jatuh ke kepala membuatku lebih fresh. Setelah mandi, aku menggosok rambut yang basah. Kemudian berpakaian tidur karena sudah sangat lelah.Setelah itu, aku duduk sambil bersantai di

  • Silakan Pergi Bersama Selingkuhanmu, Mas!   Bab 135

    "Pasien kondisinya baik, boleh dibawa pulang, saya akan resepkan untuk matanya yang iritasi terkena pasir," ucap dokter membuat napasku kembali lega. "Terima kasih, Dok." Dengan antusias aku meraih tangan dokter dan mengucapkan terima kasih dengan berjabat tangan."Eh, yang cowok nggak boleh masuk ya, karena pasien tidak memakai hijab," cegah dokter menahan Eric yang sudah siap melangkah. "Kecuali Anda suaminya, dan menurut pasien, suaminya sudah meninggal," sambung dokter.Aku ingin tertawa ketika dokter mengatakan hal tersebut. Sebab, Eric kena mental sendiri karena ucapannya tadi."Dokter seneng becanda ya, tapi terima kasih sudah dengan cepat menangani Giska," tutur Eric.Kemudian, dokter itu pergi sambil menepuk pelan pundak Eric. Sementara Adnan, ia mengajaknya untuk menunggu di kursi tunggu. "Adnan, jangan lupa, pesan pakaian set hijab di online, pakai ojek, aku tunggu di dalam ya," pesanku. Ia pun mengangguk sambil mengeluarkan ponselnya.Aku melanjutkan langkah ke arah pint

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status