Share

Bab 8

Penulis: empat2887
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-01 20:55:41

Sepertinya Mas Romi merasa tersinggung, dengan ucapan Ibu barusan. Karena sebenarnya tenaga yang aku keluarkan untuk merawat Bu Rahma ini gratisan, tidak ada bayarannya sama sekali.

Aku pun merasa puas, dengan perkataan Ibu barusan, sebab Ibu telah mewakili perasaanku. Sebenarnya perkataan itu yang ingin aku katakan, ketika Mas Romi ketahuan selingkuh dengan Lisa.

"Romi, apa boleh Bapak bertanya sesuatu?"

"Iya, Pak, boleh. Memangnya Bapak mau tanya apa ya," tanya Mas Romi, sambil mengelap keringat dengan tisu.

"Lho, Nak Romi, kok kamu keringetan begitu sih? Memangnya gerah ya, Nak? Padahal cuaca sedang adem, kamu juga datang kemari membawa mobil kan ya," tanya Ibu.

Ibu bertanya kepada Mas Romi, sebab wajah Mas Romi kini sudah dipenuhi dengan keringat. Apalagi dibagian keningnya, ia seperti orang yang sedang kepanasan. Padahal di rumah ini hawanya adem, serta cuaca juga tidak terlalu panas. Pantas saja jika Ibu bertanya demikian kepada Mas Romi.

"I-iya, Bu, Romi bawa mobil. Tapi nggak tau kok keringat banyak banget ya," sahutnya.

'Rasain kamu, Mas, kepanasan karena mau diinterogasi sama Bapak," cibirku dalam hati.

Aku merasa puas, ketika melihat pria yang masih menjadi suamiku kelabakan seperti ini. Kelihatan sekali, jika dia itu takut. Makanya jangan sok jadi orang, blagu banget sih sampai mau mendua segala. Disaat Mas Romi masih kepanasan, Bapak langsung bertanya kepada Mas Romi, tentang apa yang ingin dia tanyakan.

"Romi, sebenarnya kalian berdua itu sedang ada masalah apa? Kok Amira tadi datang sambil membawa koper?" tanya Bapak.

Ia berkata dengan nada lembut, tidak ada penekanan sama sekali dari pertanyaannya itu. Padahal Bapak sudah tahu duduk persoalannya, antara aku dan Mas Romi. Tetapi ia tetap bersikap tenang, tidak terburu-buru menegur, apalagi langsung memvonis jahat kepada Mas Romi.

Bapak disini benar-benar bersikap netral, ia tidak memihak kepadaku karena aku anaknya, atau menyalahkan Mas Romi karena dia hanya menantu. Padahal jika melihat apa yang aku alami, sudah sewajarnya seorang Bapak memaki menantunya, yang berbuat jahat kepada anaknya.

Tapi Bapak tidak, ia masih tetap memberi kesempatan kepada Mas Romi untuk berkata sesuai versi dia. Bapak menghargai pendapat orang lain, walaupun ia tahu orang tersebut salah.

"Jadi sebenarnya begini, Pak. Amira itu mungkin kelelahan merawat Ibu, sebab adik-adik Romi tidak ada yang mau gantian merawat Ibu. Mereka malah membebankan semuanya kepada Amira. Romi faham dengan kondisi Amira, yang pastinya kecapean. Romi mau memanggil perawat untuk membantu Amira mengurus Ibu, tetapi adik-adik Romi bilang percuma, hanya akan membuang-buang uang saja. Sedangkan menurut mereka, di rumah juga ada Amira, yang tidak bekerja seperti mereka. Nah, mungkin Amira tersinggung, Pak, dengan perkataan adik-adik Romi. Makanya ia pergi dari rumah, sambil membawa Azka," tutur Mas Romi berkata panjang lebar.

Ia memberitahu Bapak dan Ibu, tentang versi dia, kenapa aku bisa pergi dari rumah.

"Lho ... Mas, kok kamu bilangnya seperti itu sih? Kapan coba aku bersikap seperti itu? Walaupun adik-adikmu memang berbicara seperti itu, tetapi aku selalu menerimanya. Aku selalu mau merawat Ibu? Lebih baik kamu ceritakan yang sejujurnya deh, Mas. Kamu jangan berbicara yang tidak-tidak," pintaku, meminta kejujuran darinya.

"Lho, Dek, memang apa lagi yang harus Mas beritahu sama Bapak dan Ibu?" Mas Romi bertanya pura-pura tidak mengerti apa yang aku maksud.

Semua perkataan yang diucapkan Mas Romi, membuat aku bengong. Karena aku sama sekali tidak ada drama, seperti yang diucapkan oleh Mas Romi barusan. Mas Romi benar-benar pintar memainkan peran, ia bahkan tega mengambing hitamkan orang lain, walaupun itu saudaranya sendiri.

Ia juga tega membuat orang lain tercoreng nama baiknya, demi supaya dirinya tetap baik dimata orang lain. Aku tidak menyangka sama sekali, jika Mas Romi memiliki sifat yang demikian. Melihat itu semua, membuat hatiku bertambah mantap, ingin berpisah darinya.

"Mas, kamu jangan berpura-pura deh," pintaku lagi.

"Memang seperti itu kan, Dek. Kamu pergi dari rumah karena tersinggung, dengan sikap adiknya, Mas?" tanya Mas Romi.

Ia penuh harap, mengiyakan ucapannya. Aku yakin kalau Mas Romi berkata seperti itu, supaya aku dapat menutupi kebohongannya dihadapan Bapak saat ini. Tapi aku tidak akan pernah menutupi kebohongan apa pun di gara kan Bapak. Karena kebenaran harus ditegakkan.

Bersambung ...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Astiah Harjito
Hrs pake koin ya, tapi koinnya mahal, lebih mahal drpd harga buku penulis sekelas Tereliye, Asma Nadia dll. ...
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
jgn terlalu dungu banget amira. atau memang kamu itu pantasnya cuman jadi jongos utk merawat mertua mu. g bisa membela diri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 66

    "Pak Romi, kamu kenapa? Kok murung begitu," tanya Mas Rendi."Maafkan aku Pak Rendi, ternyata aku tidak bisa membohongi diriku. Aku ternyata merasa sedih, ketika melihat Amira dimiliki orang lain. Kini aku sadar, bagaimana perasaan Amira waktu itu. Ia pasti merasakan sakit hati, ketika dia mengetahui, kalau aku berhubungan dengan perempuan lain. Apalagi waktu itu kami masih berstatus suami istri. Aku saja sekarang merasa sedih, padahal kami sudah bukan suami istri," sahut Mas Romi mengungkapkan isi hatinya.Ternyata Mas Romi merasa sedih, ketika melihat aku bersanding dengan Mas Rendi. Lagian salah sendiri, kenapa ia dulu malah berselingkuh. Coba saja ia setia, aku juga tidak mungkin meminta cerai darinya. Jadi percuma saja kini ia mau merasakan apa yang aku rasa, sebab semuanya sudah terlambat."Maksud kamu apa, Mas Romi? Kok kamu bicaranya seperti itu sih," tanyaku."Amira, maafkan aku ya! Ternyata aku baru sadar sekarang, setelah kamu pergi meninggalkan aku. Amira, hidup aku hancu

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 65

    "Mas Rendi dan juga Mama Marta, aku memang sudah menimbang, tentang lamaran, yang Mas Rendi utarakan beberapa bulan lalu. Aku sudah memikirkan matang-matang, rentan semua itu. Dan jawabannya ...," ucapku, sengaja menggantung ucapan biar mereka semua penasaran."Terus jawabannya apa, Amira? Ayo jawab jangan bikin Mama penasaran," pinta Bu Marta."Iya, Amira, jawab saja dengan jujur,walapun jawabannya bisa membuatku sakit hati. Aku nggak apa-apa kok nggak akan sakit hati juga," Mas Rendi juga kembali menimpali ucapan Mamanya.Selain Mas Rendi dan juga Bu Marta, orang-orang yang hadir pun ikut berteriak meminta jawaban dariku, termasuk keluargaku. Mereka juga memintaku, supaya segera menjawabnya karena mereka ingin tahu jawabanku tersebut.Raut wajah mereka begitu penasaran, bahkan terlihat menunggu jawaban dariku. Aku yakin jika mereka ingin mendengar jawaban aku tersebut, apakah nanti aku menjawab iya atau tidak, atas permintaan Mas Rendi tersebut."Baiklah, kalau memang kalian pen

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 64

    Aku sebenarnya bukan hanya mendekati Romi, terapi aku juga mengincar pria kaya yang mata keranjang. Hingga Amira melihatku sedang jalan bersama pria lain. Ia pun mengancamku akan membongkar rahasiaku, jika aku membongkar rahasianya yang menyamar menjadi perawat Ibunya Romi.Aku pun menuruti apa maunya Amira, hingga uang yang aku dapat dari Mas Romi pun aku kirim kepadanya. Supaya Amira titip mulut, tetapi ternyata rahasia Amira pun terbongkar. Kini Amira pun tidak lagi bekerja menjadi perawat Ibunya Romi. Apalagi Bu Rahma juga sudah mulai membaik keadaannya.Setelah Amira pergi dari rumah Romi, aku selalu mendesak Romi, supaya ia mau menjadikan aku istrinya. Romi pun akhirnya menuruti permintaanku, aku dinikahi olehnya setelah ia resmi bercerai dengan Amira. Saat akan mengadakan resepsi, aku meminta Romi, supaya ia mengundang mantan istrinya itu.Aku ingin melihat reaksinya Amira, saat aku berada di pelaminan bersama matan suaminya. Tetapi ternyata ia malah membuat kaget semua orang.

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 63

    Bab 40. Pov LisaNamaku Alisa, dan orang-orang biasa memanggil aku Lisa. Aku adalah teman, sekaligus sahabat Amira. Sebenarnya dari semenjak aku kenal dan dekat dengannya, aku itu tidak pernah suka, dengan orang yang bernama Amira. Karena dia itu lebih segalanya dari aku. Ia lebih cantik dan lebih pintar dariku. Amira selalu mendapat lebih dari yang aku dapatkan, baik itu nilai maupun masalah percintaan. Amira selalu saja lebih tinggi dan lebih bagus nasibnya dibanding aku. Sehingga membuat aku menjadi iri kepadanya.Aku ingin mendapatkan, seperti apa yang di miliki oleh Amira. Mungkin kalau masalah nilai aku akan menyerah, sebab otakku tidak sepintar dia. Tetapi kalau masalah cowok, aku juga harus bisa. Walaupun aku tidak secantik dia, tetapi aku mempunyai body yang seksi. Sedangkan Amira kecantikannya selalu ditutupi dengan pakaian, seperti Ibu-Ibu.Dari semenjak sekolah hingga bekerja aku selalu bersamanya. Aku dan Amira bekerja di sebuah perusahaan, tapi Amira beruntung karena

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 62

    Pada saat aku kebingungan, memikirkan cara merawat Ibu. Mbak Nova datang dengan seorang wanita bercadar, ternyata wanita itu ingin melamar kerja menjadi perawat Ibuku. Karena ia sudah profesional, jadi Mbak Nova mematok harga yang tinggi. Akupun menyetujui, asalkan kinerjanya sesuai.Akhirnya si perawat pun mulai bekerja, pada saat hari itu juga. Tapi aku merasa ada yang familiar, dengan caranya si perawat merawat Ibu. Ia sangat persis sekali, dengan caranya Amira merawat Ibu. Tetapi si perawat bilang, kalau cara yang ia lakukan itu pasti sama, dengan cara orang lain, sebab itu perintah dari terapis.Aku pun percaya saja dengan kata-katanya, tetapi pada akhirnya ketahuan juga, kalau si perawat itu adalah Amira. Ia yang menyamar menjadi perawat. Kini aku menyesal, kenapa bisa aku tidak peka dengan semua itu, sehingga Amira yang sedang aku dekati lagi, malah tambak ilfil melihat kelakuanku dengan Lisa. Karena aku sering bermesraan dengan Lisa, di depan matanya sendiri. Setelah penyam

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 61

    Pov Romi"Hallo, Mas Romi, kamu ternyata makan di sini juga ya? Kok sendirian sih, Amiranya nggak di ajak?" tanya Lisa teman istriku, saat aku sedang makan di restauran depan kantorku."Eh kamu, Lisa. Amira nggak bisa ikut, Lisa. Karena Amira sedang mengurus Ibu yang sakit di rumah," jawabku.Aku menjawab apa adanya, kepada teman istriku itu. Tapi ternyata si Lisa malah datang menghampiriku, entah di sengaja atau tidak, kami bisa bertemu di restauran saat ini. Lisa datang dengan gaya berjalannya yang begitu gemulai seperti seorang model, yang sedang berada di atas catwalk.Aku begitu terpana, saat melihat kemolekan tubuh Lisa, yang terpampang nyata dengan memakai baju yang minim bahan. Tapi aku berpura-pura kembali fokus menyantap makanan, yang terhidang di atas meja. Aku kembali mengontrol diri, yang tadi sempat tersihir oleh penampilan Lisa yang aduhai. Sebab istriku Amira tidak pernah berpenampilan seperti ini. Ia selalu berpakaian sar'i, sehingga saat aku melihat penampilan Lis

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status