Share

Kejutan Elsyam

“E-El??”

Haruni baru saja pulang dari liburan berdua bersama dengan Hendri. Wanita itu dengan tenang bepergian karena berpikir sudah ada pelayan baru yang merawat Elsyam. Namun, kepulangannya hari ini disambut hal yang tak pernah ia sangka-sangka.

Wanita itu sangat terkejut saat membuka pintu kamar karena ia melihat Elsyam tengah berdiri menatap ke arah jendela.

“Kejutan, Haruni.” Elsyam memang sengaja telah menunggunya dan ingin membuat wanita itu terkejut.

Wajah Haruni berubah menjadi pucat, seperti dirinya baru saja melihat hantu. Ia tidak menyangka jika suaminya bisa kembali pulih seperti sedia kala, padahal hari Sabtu kemarin lelaki itu masih terbaring di ranjang. “Ba-bagaimana mungkin?”

"Kenapa kau nampak tidak senang melihatku sudah sembuh Haruni?" Elsyam melangkahkan kaki, mengekati Haruni yang terpaku. Aura Elsyam begitu menyeramkan, seolah siap membunuh.

Haruni mundur, saat lelaki itu semakin mendekat. Namun, Elsyam segera menarik lengannya dan menyeret wanita itu menuruni tangga. 

Ia sudah sangat menantikan momen ini. Dirinya ingin memberikan pelajaran yang begitu berharga kepada wanita yang dulunya ia cintai ini.

Dipaksa mengikuti langkah Elsyam yang pasti, Haruni terseok-seok. “E-El, mau apa kau?”

"Kamu tidak perlu takut aku akan mendorongmu dari tangga ini seperti apa yang kemarin-kemarin kamu lakukan padaku." 

Elsyam paham, Haruni mungkin berpikir jika ia akan membalas perlakuan wanita itu padanya beberapa hari lalu. Namun, pembalasan yang laki-laki itu siapkan bukanlah hal sesederhana itu. Ia sudah menyiapkan pembalasan yang bahkan jutaan kali lebih sakit daripada jatuh dari tangga. 

Sersamaan dengan Elsyam yang terus memaksa Haruni menuruni tangga, Rido pun sudah menarik Hendri. Mereka dikumpulkan di bawah, termasuk para pelayan, juga kedua orang tua Elsyam yang baru saja tiba di Jakarta. Tatapan terkejut ditunjukkan kedua orang tua Elsyam yang melihat putra sulungnya sudah kembali normal. Para pelayan bahkan sudah lebih dulu dibuat kaget sejak pagi, saat Elsyam memberikan mereka perintah, seperti sedia kala.

“Tunggu, dan lihatlah dulu apa yang sudah aku persiapkan!” Elsyam menekan tombol pada remot yang dipegangnya, membuat layar monitor menyala dan pandangan orang-orang  kini terfokus ke sana.

Elsyam sengaja memasang layar monitor besar. Hari ini, semua bukti-bukti yang telah ia siapkan sejak lama tentang kejahatan istri dan adiknya itu akan ia perlihatkan bak sebuah film satu persatu slide terganti.

“El, tunggu dulu. Aku bisa jelaskan semua—”

“Kau tak perlu menjelaskan apa pun lagi, Haruni. Semua bukti yang kuperlihatkan sudah menjelaskan.”

Tidak ada raut wajah yang tidak terkejut sekarang. Ketegasan Elsyam yang semula redup karena kelumpuhannya telah kembali. Haruni yang berniat berlindung di balik ketiak Hendri pun kini kebingungan. Hendri, sang selingkuhan bahkan sedang ketakutan.

Bukti-bukti yang Elsyam perlihatkan sudah begitu kuat. Apalagi, lelaki itu juga bisa menjelaskan secara langsung bagaimana Haruni memperlakukannya selama ia lumpuh, sebab pria itu benar-benar mengalaminya sendiri.

“Bawakan barang-barang mereka sekarang.”

Elsyam memerintah para pelayan yang telah berkemas sebelum Haruni tiba di rumah. Mereka menarik dua koper besar—masing-masing milik Haruni dan Hendri.

“El, aku mohon … bukankah aku istrimu? Kau tidak mencintaiku lagi?”

Haruni yang tak tahu malu itu terus mengiba. Ia mencoba mengesampingkan aibnya yang telah terbongkar, demi tidak kehilangan semua yang telah dimilikinya.

Namun, Elsyam bukan lelaki bodoh. Ia tidak akan termakan dengan raut wajah memelas milik sang istri yang sebentar lagi akan jadi mantan ini.

"Hari ini, aku menceraikanmu.” Elsyam berujar dengan dingin dan tegas, membuat tubuh Haruni bergetar hebat. “Mulai hari ini kau bukan lagi istri dan nyonya besar di rumah ini.”

Haruni menangis sampai menggerung. Wanita itu bahkan rela bersimpuh di kaki Elsyam, meminta maaf dan memohon ampun. Sementara Hendri, pria itu mengepalkan tangan seraya menggertakkan gigi. Lagi-lagi, Elsyam lah yang jadi pemenangnya.

"Kalian berdua, segeralah angkat kaki dari sini." Pandangan Elsyam menghunus ke arah Hendri, usai ia mengempas belitan tangan Haruni di tungkai kakinya. "Aku juga ingin memperkenalkan istriku, Nyonya baru di rumah ini.” Suara bariton Elsyam kembali menyita perhatian. Lelaki itu mengambil lembut tangan Arini, dan mendekatkan wanita itu ke sisinya. “Arini adalah istriku, sekaligus Nyonya baru di rumah ini.”

Seluruh orang di rumah ini kaget, terlebih kedua orang tua Elsyam. Mereka tak menyangka, jika pelayan baru itu adalah menantunya.

“Istri?” Tangis Haruni seketika terhenti. Wanita itu menggeram, kesal. Ia tidak terima, jika dibuang dan digantikan oleh Arini yang hanyalah seorang pelayan. Sebuah vas dengan cepat diraih Haruni. Wanita itu dengan cepat melemparkan vas tersebut ke arah Arini. Beruntung, lemparan itu berhasil dicegah oleh pelayan. 

“Wanita s*alan!!” Haruni kembali mengamuk. Kali ini ia berusaha meraih tangan Arini. Namun dengan cepat Elsyam menarik dan melindungi Arini di belakang tubuhnya.

“Inilah yang kau pilih, Haruni.” Semua orang terdiam, tidak ada yang berani. Hendri yang bahkan begitu berani bertindak saat ia terbujur kaku di atas ranjang, kini hanya berdiri kaku. “Pergilah dengan adikku. Kalian memang pantas bersama.”

Tak tahan terus dipermalukan oleh Elsyam, Hendri pun menghampiri Haruni. “Bangunlah, Haruni. Tak ada gunanya kau mengemis pada orang yang tak punya hati!”

Haruni menyapu jejak air matanya kasar. Ia empaskan tangan Hendri yang berusaha menyentuhnya.

Di hadapan mereka, Elsyam tersenyum miring. Benar apa kata Hendri, ia memang sudah tak punya hati, terlebih untuk Haruni. “Kau benar, Hendri. Aku sudah tak punya hati. Untuk itu, bawa pergi gundikmu dari hadapanku.” Lelaki itu kemudian menatap Haruni kembali. Ia beberapa kali melihat sang mantan istri memegangi area perutnya, dan ia tidak bodoh untuk menafsirkannya. “Pergilah, bawa juga anak yang sedang kau kandung itu.”

Kalimat Elsyam jelas membuat orang-orang terkejut lagi. Pun kali ini Arini. Ia tidak menyangka, kalau Elsyam dan hubungan percintaannya sungguh menyedihkan. Dibuat celaka, diselingkuhi, bahkan hingga menghasilkan anak. Yang lebih parah lagi, Haruni jelas-jelas masih berani mencoba bersikap manipulatif. Kemarahan wanita itu begitu menakutkan untuk Arini, seperti monster wanita yang kelaparan.

Tak punya pilihan lain, Hendri dan Haruni pun mengalah. Mereka berdiri, bersiap menarik koper mereka keluar. Namun, baru saja mereka memutar tubuhnya … seruan Elsyam kembali membuat langkah mereka terhenti.

"ATM, mobil, bahkan semua fasilitas yang kamu nikmati  adalah milikku, Hendri. Kembalikan semua.” Elsyam berujar dingin dan tenang. “Kau tidak akan mendapatkan apapun dariku." 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status