"Aku heran bisa-bisanya dirimu tidak mengenali suami sendiri?"
Elsyam melepaskan bungkaman tangannya di mulut Arini usai yakin wanita itu tidak akan berteriak.
"Ya itu memang kelemahanku. Aku tidak bisa menghafal seseorang dari wajahnya, aku hanya bisa hafal dari suaranya."
Entahlah sudah dari dulu dirinya memang seperti itu, sangat sulit menghafal orang baru hanya dari wajahnya walaupun keduanya berpapasan di jalan. Ia juga bisa dengan mudah lupa nama seseorang yang tidak penting untuknya.
"Aku benar-benar sial. Pertama, aku menikahi wanita yang memiliki hati iblis, lalu menikahi wanita kedua yang benar-benar bodoh sampai-sampai tidak bisa mengenali wajah suaminya sendiri!"
Baru saja hari ini hendak mendebat, tetapi langkah kaki kepala pelayan sudah mulai mendekat. Elsyam kembali lagi ke tempat tidur dibantu dengan Arini yang membenarkan selimut lelaki itu.
"Ini pakaianmu dan kamarmu sedang disiapkan. Mulai sekarang kamu sudah bisa menjaga tuan El di sini." Setelah menyerahkan pakaian untuk Arini, kepala pelayan itu kembali keluar.
"Kunci pintunya.” Kalimat dadakan Elsyam membuat Arini seperti jantungan. “Tenang, kamar ini kedap suara.”
Arini bergegas melakukan apa yang diperintahkan oleh Elsyam, ia segera mengunci pintu.
Elsyam duduk di ranjang, dirinya segera mengambil ponsel yang diletakkan di laci , lalu menghubungi seseorang dan memintanya untuk segera datang ke ruangannya.
Tadi, dirinya hampir saja mati karena Haruni mendorongnya dari tangga. Namun, karena tubuhnya sudah terbiasa dengan hal seperti itu, sesuatu yang lebih buruk tidak terjadi. Hanya mengakibatkan cedera kecil saja.
"Bagaimana bisa kamu menjadi pelayan di sini?" tanya Elsyam setelah menutup sambungan teleponnya.
Arini menceritakan tentang dirinya yang baru saja diberhentikan di warung makan tersebut karena adanya pengurangan pekerja. Lalu dirinya tanpa sengaja menemukan brosur di atas meja tukang es cendol dawet dan dirinya mencoba mendaftar.
"Aku sungguh tidak tahu jika ini adalah rumahmu jika tahu aku tidak akan ke sini dan mendaftar."
"Karena kamu sudah tahu rumahku, baiklah aku akan menceritakan semuanya.” Elsyam menghela napas panjang sebelum memulai ceritanya. “Kenapa aku hanya meminta waktu denganmu Sabtu dan Minggu, karena saat itulah istri pertamaku, Haruni yang memiliki hati iblis dia tidak ada di rumah.”
Elsyam menunggu reaksi Arini, atau bahkan pertanyaan yang akan dilontarkan wanita itu. Namun, karena Arini lebih memilih menyimak ceritanya, ia pun kembali melanjutkan. “Dia berselingkuh dengan adikku sendiri.”
Wanita itu sangat terkejut mendengar penuturan Elsyam. “Apa kau yakin?”
Elsyam tertawa sinis, bisa menebak bagaimana pikiran Arini mengenai dirinya kali ini.
"Kecelakaan 1 tahun lalu … merekalah dalangnya. Mereka berusaha menguasai seluruh kekayaanku.” Arini mengangguk tak kentara. Perlahan, ia bisa menebak dengan mudah ... “Jadi, ini yang membuatmu pura-pura tidak berdaya?”
Elsyam terkekeh sebentar. Bahunya bergetar beberapa saat karena kecerdikan Arini yang bisa menebak tujuannya. “Aku butuh bukti kuat untuk menjebak keduanya dan mengusirnya dari rumah ini." Laki-laki itu kemudian menatap penuh pada Arini yang sudah mengetahui rahasianya. "Maka rahasiakan apa yang telah kamu tahu."
Pintu diketuk, lalu Arini segera membukakannya. Seorang laki-laki masuk, bersikap begitu santai meski ada Arini di dalam kamar itu.
"Ke mana perginya kedua iblis itu?" tanya Elsyam begitu laki-laki itu mendekat ke arahnya.
"Keduanya tengah liburan ke puncak. Mungkin, Senin pagi mereka berdua akan segera kembali karena Hendri esok harus meeting perusahaan."
Elsyam mengangguk paham. Dirinya menerima amplop yang diberikan oleh sang tangan kanan. Di dalamnya adalah berisi bukti-bukti tentang kejahatan demi kejahatan istri dan juga adiknya. Sementara Arini hanya berdiam diri, menonton kedua laki-laki itu yang tengah berdiskusi.
“Kerja bagus.”
***
"Nyonya Baru, apa mau menambah nugget lagi?"
Seperti biasa, jika Elsyam tengah tidak berada di rumah, maka akan ada seseorang yang menggantikan dirinya di dalam kamar agar tidak menimbulkan kecurigaan. Nama laki-laki itu Rido, yang tadi menawarinya menambah lauk makan.
"Panggil Arini saja jangan dengan sebutan seperti itu. Aku risih mendengarnya."
Segala kebutuhan Arini di sini dipenuhi. Bahkan untuk baju-baju pun dirinya mendapatkan baju-baju baru. Ia belum sempat untuk kembali lagi ke kontrakan. Elsyam sedang menyelesaikan urusan di luar, maka dari itu dirinya dan juga Rido harus berada di dalam kamar. Pekerjaan Arini tidak berat, dirinya hanya duduk makan dan menunggu lelaki itu kembali.
Rido adalah satu-satunya orang yang mengetahui jika Elsyam sudah pulih. Lelaki itu juga yang membantu Elsyam terapi dan memberikan obat-obatan supaya lelaki itu bisa kembali sehat.
"Tuan El, sudah kembali," ujar Rido setelah membaca pesan dari ponselnya.
Rido segera membukakan pintu, seorang lelaki yang memakai masker dan juga topi sudah berada di depan pintu kamar.
"Semuanya sudah beres."
Ya, baru saja Elsyam menyelesaikan urusan di perusahaan yang sangat kacau. Dirinya juga menemui notaris, untuk memastikan jika Haruni tidak mengganti apa pun atas nama dirinya.
Rido segera pamit karena tugasnya sudah selesai.
Elsyam melirik ke arah Arini yang masih duduk di sofa.
"Apa kau ingin menemaniku tidur di sini?"
Mata Arini melebar. Tidak perlu ditanya dua kali, ia memilih untuk undur diri.
Elsyam tersenyum terkadang Arini membuatnya sakit kepala, tetapi juga wanita itu bisa membuatnya tersenyum.
‘Arini … Arini ….’
"Selamat, ya," ujar Arini. Wanita itu merentangkan tangan kepada sang kakak dan juga Santira.Abraham benar-benar merasa heran dengan reaksi yang diberikan oleh adiknya itu. Walaupun demikian, dirinya tetap saja membalas ucapan selamat dari adiknya tersebut.Arini juga langsung saja memberikan pelukan kepada Santira.Bu Widuri yang sejak tadi terheran-heran dengan kehadiran wanita yang dahulu hampir saja bertunangan dengan anaknya itupun, tidak tahan lagi dan akhirnya bertanya sebenarnya ada apa semua ini.Abraham langsung saja menjelaskan semuanya, perihal peristiwa dahulu tentang penculikan Elsyam dan tentang penangkapan Yordan yang semua itu dibantu oleh Santira. Dirinya memang ingin membersihkan cap buruk tentang calon istrinya itu di mata orang-orang. Mereka hanya mampu melihat Santira yang dulu saja, padahal Santira yang sekarang sudah sangat jauh berbeda."Mungkin semua orang memiliki masa lalu buruk, tetapi semua orang juga bisa berubah. Kita hanya manusia biasa, bukan Tuhan y
Arini yang baru saja meninggalkan kursi, ia langsung berpapasan dengan kakaknya Abraham yang tengah menggendong sang putri."Kenapa maksain harus menggendong, sedangkan tangan Kakak saja masih sakit seperti ini." Arini langsung saja merebut Elea dari gendongan kakaknya, ia takut jika sakit di tangan kakaknya semakin parah dan juga dirinya takut juga sang anak terjatuh.Abraham, hanya menyengir saja walaupun tangannya memang masih sakit. Namun, dirinya sudah sangat merindukan sang keponakan. Ia benar-benar sudah tidak tahan lagi menahan rasa rindunya maka dirinya tadi langsung saja menggendong Elea walaupun tangannya memang masih sangat sakit. "Aku hanya merindukannya, aku ya jamin dia tidak akan jatuh kok Arini."Elsyam dan juga Ridho, tiba-tiba muncul dari belakang. Mereka berdua tengah asyik mengobrol satu sama lain. Keduanya juga langsung berhenti tepat di sisi Arini dan juga Abraham."Ada apa Sayang, kenapa marah-marah seperti itu?" tanya Elsyam.Arini langsung saja menatap ke ara
Elea, gadis berpipi gembil itu tampil dengan cukup menawan. Balutan gaun putih, lalu rambut yang diikat dua benar-benar membuatnya nampak begitu seperti boneka hidup. Orang-orang yang melihat putri dari Arini itu pun mereka terlihat sangat gemas. Apalagi Elea anak itu selalu tersenyum ramah kepada siapapun orang yang menyapanya."Anaknya Pak Elsyam benar-benar sangat cantik."Arini dan juga suaminya memang tengah menghadiri sebuah acara besar tahunan. Di mana, di sana banyak sekali rekan-rekan bisnis dari Elsyam. "Sini biar aku yang gendong." Elsyam merentangkan tangannya, ia langsung saja mengambil putrinya ke dalam gendongan. Tak mungkin dirinya melepaskan Elea, di tengah-tengah keramaian seperti ini.Elea memang sering diajak untuk menghadiri acara-acara penting perusahaan dari ayahnya. Karena si kembar sudah sering menolak, mereka memiliki kegiatan lain dan lebih senang bersama dengan kakek neneknya karena selalu mau menuruti keinginan mereka berdua. Sedangkan, Elea lebih memilih
"Bagaimana keadaannya?"Arini bertanya kepada seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan kakaknya itu. Tadi memang suaminya ditelepon oleh pihak rumah sakit jika Abraham mengalami sebuah insiden kecelakaan. Mereka berdua langsung saja menuju ke rumah sakit, karena memang hanya mereka berdualah pihak keluarga dari Abraham.Dokter mencoba menenangkan Arini yang terlihat begitu panik, memang saat suaminya menjelaskan jika pihak rumah sakit menelpon dirinya karena Abraham kecelakaan. Wanita itu langsung saja menjadi begitu sangat khawatir kepada kakaknya tersebut."Pasien sudah boleh dijenguk, mungkin untuk beberapa hari ini dia hanya perlu waktu untuk istirahat saja."Arini menggangguk begitu juga dengan Elsyam mereka langsung saja memilih untuk masuk ke ruangan di mana Abraham dirawat.Wajah panik dari Arini berubah seketika menjadi masam lagi, saat melihat seorang wanita yang tengah berdiri di samping kakaknya itu.Abraham pun langsung saja menoleh ia melihat Arini dan juga suam
Setelah Arini berhasil menidurkan sang putri, yang memilih untuk bermain dengan ponselnya. Di seberang dirinya ada Elsyam yang tengah berkutat dengan laptopnya.Lelaki itu memang sudah paham bagaimana cara menangani amarah sang istri, ia memilih untuk diam karena jika dirinya terus berkata pasti hari ini akan semakin marah dan kesal saja. Dirinya yakin jika esok pagi pasti amarah dari istrinya sudah reda maka dari itu ia memilih untuk diam.Arini pun memilih untuk melihat-lihat aplikasi orange tempat di mana dirinya berbelanja bahkan 1 bulan ia bisa menghabiskan puluhan juta karena menurutnya. Lebih baik berbelanja online karena ia tidak perlu harus repot-repot datang ke toko dan memilih, mungkin bedanya jika berbelanja online kita harus sabar menunggu.Ia tidak mempedulikan tentang pesan-pesan yang dikirimkan oleh kakaknya itu. Dirinya masih sangat marah dan ia juga tidak bisa berpikir dengan jernih untuk saat ini. Maka dari itu hal ini memilih untuk diam daripada ia berkata dan just
Elsyam memegangi Arini, ia takut jika sampai istrinya itu justru berbuat yang tidak-tidak kepada kakaknya. Tatapan dari Arini benar-benar terlihat begitu murka kepada kakaknya itu, sejak tadi Ia terus saja menuntut sang kakak untuk menceritakan semuanya."Aku tidak menyangka jika selama ini Kakak bisa membohongi adiknya sendiri sampai sebegitu lamanya," ungkap Arini.Abraham yang sejak tadi terus saja diberondong pertanyaan oleh Arini pun, ia benar-benar perangainya sebagai orang yang tegas langsung sirna seketika di hadapan Arini. Memang sejak dirinya mengetahui jika Arini adalah adiknya, ia benar-benar menganggap Arini seperti ibunya sendiri, apalagi saat adiknya marah wanita itu pasti akan sangat sulit untuk dibujuk.Lelaki itu sejak tadi berusaha memberikan isyarat kepada Elsyam, ia berharap jika adik iparnya itu dapat membantu.Arini masih menatap tajam ke arah mereka berdua. Ia tidak menyangka jika ternyata mereka bisa menyimpan rahasia yang begitu besar, pantas saja selama ini