"Jangan pernah kau menyombongkan kekuasaanmu saat ini El. Ingat, kau hanyalah pewaris bukan perintis tak sepantasnya kau sombong seperti itu."
Elsyam tersenyum mendengar Hendri akhirnya buka suara. Ia melangkah mendekati adiknya tersebut dengan tangan terulur meminta semua hal yang disebutkannya tadi. "ATM, kunci mobil serta semua fasilitas yang selama ini kamu nikmati juga."
Dirinya tersenyum puas setelah melihat wajah enggan dari Hendri saat menyerahkan apa yang sebelumnya telah mereka nikmati. Baginya ini hanyalah sebuah awal.
"Istrimu saja bisa aku miliki apalagi perihal kekuasaanmu, El," ujar Hendri penuh penekanan. Dirinya bertekad untuk terus mengalahkan Elsyam dalam keadaan apa pun juga.
Elsyam hanya menatap dingin ke arah adiknya itu. Selama satu tahun ini dirinya berusaha untuk mengontrol emosi, jadi dirinya tidak akan mudah terpancing emosi oleh celotehan Hendri. Ia tersenyum, lalu mengarahkan jari ke pintu. "Pintu keluar berada di sana, silahkan keluar sebelum aku panggil satpam."
Hendri hendak melawan, tetapi Haruni melarangnya. Dirinya tahu bagaimana karakter Elsyam yang keras, jika terus dilawan maka lelaki itu akan semakin tega.
"Sudahlah, ayo kita pergi," ujar Haruni. Wanita itu melirik ke arah Arini bisa-bisanya ia kecolongan memilih seorang pelayan yang ternyata adalah istri dari Elsyam.
Setelah Elsyam berhasil mengusir kedua orang itu, ia segera meminta para pelayan untuk membereskan segala sesuatu yang berkaitan tentang Haruni di rumahnya. Dirinya tengah memberikan pelajaran awal untuk mereka berdua, karena sudah berani bermain api di hadapannya. "Jangan ada satu barang pun yang tersisa di rumah ini." Kalimat yang diucapkan oleh Elsyam begitu dingin dan juga penuh penegasan.
Kesembuhan Elsyam bak seekor macan yang terbangun dari tidurnya, akan langsung menerkam siapa pun yang menyakitinya tanpa pandang bulu. Ia memiliki cara tersendiri untuk membalaskan perlakuan mereka semua.
"El, kenapa kau mengusir adikmu!" Bu Sekar langsung menghadap sang putra. Dirinya tidak terima saat El mengusir adiknya dari rumah serta mengambil fasilitas yang dimiliki lelaki itu. "Apa tidak bisa dengan cara baik-baik?" Wanita itu heran mengapa Elsyam sekarang jauh lebih berani daripada biasanya. Biasanya El akan selalu memaafkan apa yang dilakukan oleh adiknya.
"Mama mau aku mengusirnya atau mau aku membawa kasus ini ke kantor polisi? Mereka berdua itu sudah melakukan tindak kriminal berencana," ungkap Elsyam. Seperti apa yang telah diucapkan oleh Hendri jika sekarang dirinya sudah tak memiliki hati.
Melihat ibunya yang tidak bisa berkata-kata lagi, Elsyam memilih untuk melangkah menuju meja makan. "Ayo, Pa, Arini kita sarapan." Elsyam sudah menarik kursi tempat yang seharusnya ia miliki. Para pelayan pun segera melayaninya.
Setelah setahun, kini kali pertama Elsyam menikmati sarapan paginya lagi dengan normal. Mulai hari ini juga, ia akan kembali menjadi Elsyam yang normal; sehat, pintar, berkuasa. Kali ini dirinya takkan memberikan ampun kepada siapa pun yang berani bersikap culas terhadapnya. "Arini, duduklah. Jika kamu hanya melihat saja, takkan membuatmu kenyang."
Arini masih mematung, sampai akhirnya melangkah dan mengambil kursi di sebelah Elsyam karena di rumah ini hanya lelaki itulah yang dirinya kenal. "Apa Tuan baik-baik saja?" tanya Arini pelan. Dirinya merasa menjadi seekor kelinci di antara para macan yang bisa kapan saja diterkam. Untuk itu dirinya ingin menjadi lebih dekat dengan Elsyam, karena jika ini adalah hutan, maka lelaki itu adalah rajanya, pasti dirinya akan aman.
Bu Sekar memilih untuk pergi dengan wajah kesal, wanita itu tidak mau bergabung untuk sarapan bersama. Hatinya terluka karena Elsyam baru saja mengusir putranya. Dirinya begitu marah karena Elsyam melakukan tindakan tanpa mau mendengarkan orang lain.
"Jadi selama ini kamu bersandiwara, El?" tanya Tuan Hadi kepada putranya itu.
"Iya, Pa. Jika aku tidak seperti itu, maka aku takkan bisa membongkar kejahatan mereka. Bukankah kata Papa kita tidak bisa menghakimi seseorang tanpa adanya bukti?"
Sebagai seorang ayah, dirinya juga sangat syok karena mengetahui jika Hendri melakukan hal sejahat itu kepada saudaranya sendiri. Dirinya merasa gagal mendidik Hendri untuk menjadi seorang lelaki baik yang bertanggung jawab. Tatapan tuan Hadi terarah kepada Arini tidak menyangka jika wanita yang dirinya kira adalah pelayan baru, ternyata adalah menantunya sendiri.
"Lalu kau kapan menikah dengan dia?" tanya Tuan Hadi. Tuan Hadi menatap ke arah Arini dengan penuh rasa penasaran, karena dirinya tidak mengetahui perihal pernikahan anaknya itu. Sebenarnya dirinya penasaran dengan asal usul dari Arini, tetapi melihat situasi, dirinya mengurungkan niat untuk bertanya lebih jauh perihal wanita itu.
"Aku dan Arini menikah sudah hampir satu bulan," jawab Elsyam. Dirinya menatap ke arah Arini seolah-olah sangat mencintai wanita itu. Tak ingin membuat ayahnya curiga jika dia menikahi Arini karena hal sepele, Elsyam berbisik pelan kepada Arini, dengan senyum yang masih menyertainya. "Jangan banyak bicara."
"Iya." Arini mengangguk, melihat amarah dari Elsyam yang meluap-luap tadi, dirinya juga tidak ingin mencari masalah baru. Wanita itu sebisa mungkin menunjukkan raut wajah yang sangat ramah. Jika lelaki tersebut sudah memperkenalkan dirinya kepada seluruh anggota rumah, maka Arini juga harus mengikuti sandiwara yang tengah dibuat oleh Elsyam. Tuan Hadi pun mengangguk, ia tidak banyak bicara. Setelah menghabiskan sepotong roti dan juga telur goreng, lelaki itu segera pamit. Usia yang semakin tua membuat dirinya tidak mampu bekerja berat seperti dahulu dan dirinya harus banyak istirahat. "Papa, mau istirahat sekalian membujuk ibumu untuk sarapan." Lelaki itu mengangguk pada sang ayah, kemudian menatap ke arah Arini yang masih memperhatikan menu makanan di meja. Kini, di hadapannya, wanita itu tengah menatap ke arah nasi goreng seafood dengan pandangan berbinar. Satu centong nasi goreng seafood pun berpindah sudah ke atas piringnya. Seolah belum cukup, Arini kembali mengambil udang g
"Emang ada camilan apa," jawab Arini. Sebagai nyonya besar yang baru di rumah ini dirinya ingin mencoba segala sesuatu yang ada di sini. Sewa apakah rumah suaminya ini sampai-sampai pelayan menanyakan hal apa yang dirinya inginkan."Nyonya Arini memang mau dibuatkan apa? Di rumah ini ada koki yang bisa membuat apa saja," ungkap Nency. Wanita itu menjelaskan dengan ramah.Berada di rumah ini dirinya seperti berada di dalam kantong Doraemon yang memiliki apapun yang dibutuhkan tanpa harus repot-repot ke luar biaya dan juga jauh-jauh pergi. Dulu impiannya hanya satu dirinya hanya menginginkan untuk memiliki kantong Doraemon agar bisa memenuhi semua keinginannya, sekarang dirinya merasakan hal tersebut."Mau salad buah, tapi banyakin keju, mayonaisenya sedikit saja. Buahnya apa saja boleh aku suka semua buah," papar Arini."Baik, Nyonya." Nency segera memerintahkan pelayan dapur untuk menyiapkan permintaan Arini. Wanita itu asyik menonton Drakor, di atas ranj
"Jika aku memang mengawasimu kenapa?" tanya Elsyam. Walaupun dirinya terkejut karena Arini mengetahui apabila ia selalu mengawasi gerak-gerik dari wanita itu. "Kamu merasa keberatan?"Arini merengut, ia kesal ternyata menjadi seorang nyonya besar itu tidak menyenangkan. Kini dirinya merasa tidak memiliki privasi selain diawasi para pelayan dirinya juga diawasi oleh Elsyam. Namun, apalah dayanya kini tak bisa berbuat apa-apa.Melihat Arini terdiam, membuat Elsyam sangat puas. "Itu rumahku, jadi aku bebas melakukan apa pun. Termasuk mengawasimu di kamar." Dirinya berkata dengan penuh kemenangan."Iya-iya, itu rumah Tuan. Bebas mau ngapain aja. Aku 'kan cuma numpang aja," tutur Arini. Itulah kenyataan pahit yang harus ditelan olehnya, rumah itu milik Elsyam, dirinya juga baru diakui sebagai seorang istri pagi tadi.Arini mengangkat tangannya lagi, ia kembali memesan semangkuk bakso lagi. "Semangkuk lagi bakso saja tidak pakai mie."Elsyam,
Elsyam lalu turun, diikuti oleh Arini dari kursi sebelahnya. Lelaki itu mengambil sebuah kain, ember dan alat pancing lalu melangkah ke tempat biasanya."Mau mancing?" tanya Arini. Dari perlengkapan yang dibawa oleh suaminya itu satu kegiatan yang berkaitan adalah mancing ikan."Iyalah 'kan yang aku bawa pancing. Jika aku membawa wanita sexy berarti mau clubbing," jawab Elsyam dirinya heran masih saja ada orang yang bertanya berbasa-basi seperti itu sudah jelas-jelas jika membawa alat-alat tersebut pasti akan mancing, tetapi masih saja dipertanyakan. "Dasar wanita aneh." Lelaki itu berkata dengan pelan, tetapi dirinya langsung tersadar jika wanita yang disebut aneh tersebut kini telah menjadi istrinya."Ih, enggak jelas," ujar Arini. Apa salahnya jika dirinya bertanya ia juga hanya ingin memastikan saja.Lelaki itu segera menggelar kain panjang tersebut. Ini dirinya bisa menikmati mancing tanpa harus takut ada orang yang mengetahui. Elsyam langsung mengis
Elsyam kembali lagi mendapatkan ikan, ia semakin bersemangat memancing terkadang diselingi dengan dirinya yang bersenandung. "Streak!" Dirinya sangat bahagia saat umpannya ada yang menarik dan dapat tanda jika ikan sudah terjebak dengan kailnya.Di danau yang sunyi ini, dirinya hanya bisa melamun sembari menunggu kailnya ditarik oleh ikan mengingat masa-masa dulu yang menurutnya ia sangat bodoh saat itu. Sejak dulu dirinya tidak pernah mendapatkan sebuah kebebasan ia selalu dituntut untuk belajar dan belajar setelah dewasa pun dirinya dituntut untuk bekerja dan bekerja. Sebelum menikah dengan Haruni, wanita itu sangat baik dan perhatian, tetapi setelah mereka menikah sifat asli wanita itu terlihat. Wanita yang dirinya menikahi sama seperti ibunya yang selalu gila harta setiap hari yang dipikirkan hanyalah belanja barang branded ke salon dan jalan-jalan."Sekarang, aku akan membalas semua rasa sakit hati yang kudapatkan. Serta takkan kubiarkan mereka yang sudah menggore
Tuan Hadi menjelaskan jika ibunya ini ingin pergi dari rumah. "Ibumu akan pergi dari rumah ini." Lelaki itu sudah sangat bingung dirinya sudah menjelaskan, tetapi istrinya tidak mau mengerti dan tetap mengotot ingin pergi dari rumah."El, Mama kecewa kepadamu. Jika kau mengusir Hendri dari rumah berarti kamu juga meminta Mama untuk pergi dari sini," ujar Bu Sekar. Wanita itu masih saja membahas perihal putranya yang diusir oleh El. "Bukankah kamu tahu, Hendri tidak akan bisa hidup tanpa ada fasilitasmu." Bu Sekar sudah memasang wajah mengiba kepada anaknya itu. Berharap jika Elsyam luluh dengan perkataannya.Elsyam tidak lagi bodoh, dirinya tidak mungkin percaya dengan air mata buaya yang diperlihatkan oleh Bu Sekar. Dirinya sudah belajar dari pengalaman satu tahun terakhir Bagaimana perjuangannya sia-sia dan bahkan mereka tidak memedulikannya sama sekali. "Aku menyuruhnya pergi dan menyita semua fasilitasnya agar membuat dia sadar atas kesalahannya." Sekarang dirinya
"Sabar, Tuan. Ibunya Tuan itu sudah tua, jadi jangan diajak bertengkar," ungkap Arini. Dirinya memang penasaran sekali mengenai suaminya itu, tetapi tidak mungkin ia langsung menanyakannya kepada ElsyamElsyam pun memang ingin segera pergi, saat Arini mengajaknya ke kamar dirinya segera melangkah. Kini dirinya akan bersikap tegas kepada semua orang. Sudah cukup, ia selalu mengalah dan menuruti permintaan semuanya. Ia juga tidak akan membiarkan orang lain bertindak semena-mena kepada dirinya, sudah cukup perlakuan semua orang yang tidak adil kepadanya. Pembelajaran satu tahun belakangan ini membuatnya sadar jika apa yang sudah ia lakukan semuanya akan sia-sia."Aku mandi duluan," ujar Elsyam. Tubuhnya sudah sangat bau keringat, ia juga sudah sangat lelah dan ingin segera menyegarkan diri. Sudah cukup waktu refreshingnya hari ini saatnya ia kembali memikirkan apa yang sudah terjadi dan dirinya kembali membangun semuanya dari awal. "Anggap saja apa yang kau dengar sebelum
Rido datang ke kamar Elsyam karena tadi lelaki itu memintanya untuk membawakan gurame bakar dan juga martabak ketan ketan hitam, cokelat dan keju."Tolong bantu aku angkat meja ini," ujar Elsyam.Lelaki itu dengan cepat menyulap balkon menjadi sebuah tempat tongkrongan yang begitu asik. Ia sengaja menaruh karpet berbulu dengan meja bundar yang berada di tengah. Meminta bantuan Rido untuk membawa piring dan pesanannya kemeja bundar itu. Dirinya bukan ingin makan malam romantis karena kumat tetapi hanya ingin mencari suasana baru saja apalagi setelah pertengkarannya dengan sang ibu membuat dirinya menjadi sangat suntuk."Tuan mau makan diluar?" tanya Rido. Setelah mengamati ruangan sekitar, dirinya memiliki sebuah opini jika sekarang tuannya ingin membuat suasana baru untuk makan malam.Elsyam langsung mengangguk, balkon yang ada di kamarnya memang dapat dikatakan cukup luas. Di sebelah itu ada meja dan tempat duduk juga. "Aku sudah mengajukan gugatan perce