Share

Sabtu dan Minggu

Tawaran Elsyam membuatnya bingung. Ia seorang perawan, tetapi tidak bodoh membedakan antara siri dan simpanan sah. Lelaki itu telah mengirimkan perias dan perlengkapan lain. Butuh waktu tiga hari untuk merealisasikan semuanya.

"Bunuh diri karena terdesak boleh nggak, sih?" tanya Arini pada sang perias.

Ya, hanya karena Muchi seekor kucing korban tabrak lari, dirinya harus menjadi seorang simpanan? Bagaimana bisa dirinya tergadai karena kucing? Elsyam benar-benar lelaki gila yang pernah ia temui selama 21 tahun hidup. Lelaki beristri yang berusaha menggait hati wanita muda.

"Cantik."

Arini menoleh, wajahnya ia tekuk. Tak ada raut kebahagiaan sedikit pun.

Acara ijab kabul berlangsung cukup singkat. Pernikahan hanya berpayungkan agama dan tak berlindungkan hukum.

"Sabtu dan Minggu, aku akan datang menemuimu," tutur Elsyam. 

Arini mengangguk. Datang atau tidaknya Elsyam takkan berpengaruh untuknya.

Selepas acara ia segera mengganti seluruh pakaian. Tak seperti kisah novel, wanita yang menjadi simpanan akan mendapat kemewahan. Mahar pun hanya seratus ribu rupiah dan Arini masih tinggal di kontrakan miliknya,bukan mansion atau istana lelaki itu. Sepertinya hanya dirinya simpanan yang tak beruntung. 

Orang lain menjadi simpanan untuk mengubah nasib, sedangkan dirinya menjadi seorang simpanan karena telah tertuduh sebagai pembunuh Muchi yang tidak lain adalah seekor kucing. Mungkin kini sekarang dirinya akan sangat membenci kucing, karena hewan itu sudah membuatnya menjadi seorang simpanan.

"Jangan kau umbar pernikahan kita. Awas saja jika ada yang mengetahuinya. Paham?" Elsyam memegang dagu lancip itu. 

Ucapan lelaki itu begitu tegas dan singkat, tetapi penuh dengan perintah yang tidak boleh dibantah.

"Bawel, ih! Siapa juga coba yang mau ngumbar aib sendiri," sahut Arini tak kalah sengit.

Arini belum mengetahui asal usul tentang laki-laki yang menikahinya, dirinya juga tidak mengetahui apa pekerjaan dan di mana alamat Elsyam. Sepertinya suaminya itu juga tidak akan memberitahukan hal itu kepada dirinya, mungkin hanya untuk menjaga jaga takut jika dirinya tiba-tiba datang ke rumah dan akan mengatakan kebenaran yang ada kepada istri dari lelaki itu tentang hubungan mereka.

"Baguslah."

Elsyam tertawa sinis. Lalu dirinya segera memakai jas dan meraih ponsel lalu pergi meninggalkan Arini dan sibuk mengobrol dengan orang dari seberang ponsel.

***

Senin hingga Jumat, Arini menjalankan harinya seperti biasa. Pergi pukul 07.00 dan pulang pukul 17.00 sore. Namun, setiap hari Sabtu dan Minggu dirinya kedatangan tamu yang selalu membuatnya sakit kepala seperti saat ini.

"Minggu itu waktunya libur, bukannya bekerja."

Sudah hampir memasuki minggu ketiga pernikahannya atau juga minggu ketiga Elsyam berada di kontrakan wanita itu. Namun, dirinya tidak pernah melihat Arini libur bekerja.

"Hari Minggu libur bekerja itu hanya untuk orang-orang kantoran dan pegawai PNS, tidak berlaku bagi seorang penjaga warung makan sepertiku."

Selama 1 bulan dirinya hanya memiliki waktu libur dua atau tiga kali saja, Sabtu dan Minggu pun dirinya masih tetap bekerja.

Elsyam terdiam, lalu dirinya bangkit dan mengambil topi serta masker.

"Mau ke mana?" tanya Arini.

"Aku mau ikut ke tempatmu bekerja," jawab Elsyam santai.

Memang seperti itu penampilan Elsyam jika hendak menemuinya, seperti orang yang tengah menyamar. Mungkinkah lelaki itu takut ketahuan istrinya?

Arini berpikir jika Elsyam adalah sebenarnya orang kaya, tetapi kekayaan yang dimiliki oleh lelaki itu adalah milik istrinya. Maka dari itu, dia takut ketahuan karena jika ketahuan bisa saja ditendang langsung oleh sang istri dan maka dari itu juga dirinya sebagai simpanan tidak mendapatkan apa-apa seperti yang didapatkan oleh simpanan lainnya.

Elsyam pun jika datang menemuinya tidak membawa kendaraan apapun. Lelaki itu memilih untuk naik dengan kendaraan umum saja, seperti taksi ataupun gojek.

Arini hendak naik kendaraan matiknya itu, tetapi segera dihentikan oleh Elsyam.

"Biar aku saja yang menyetir. Bahaya jika kau yang membawa motornya akan menabrak orang."

Arini sangat kesal, karena terus-terusan disindir perihal tabrak menabrak. Padahal bukan dirinya yang menabrak kucing itu. Namun, tetap saja Elsyam tidak mau mendengarkannya.

"Cepat aku sudah terlambat ini, bisa-bisa nanti ditegur bude," ungkap Arini.

Elsyam segera mengendarai sepeda motor itu.

"Apa motor bobrok ini tidak pernah kau servis?" tanya Elsyam.

"Ya, untuk apa diservis orang tidak rusak, aneh," jawab Arini.

Motornya baik-baik saja, tidak ada keluhan apapun dan masih bisa jalan dan hidup. Jadi untuk apa dibawa ke bengkel dan di service standar itu hanya membuang-buang uang saja.

"Dasar wanita atau jangan-jangan motormu ini tidak pernah kau ganti oli?" tanya Elsyam.

"Mengganti oli bisa nanti, yang terpenting aku bisa jajan topokki," jawab Arini.

Tak lama, Arini menepuk bahu lelaki itu, ia meminta agar Elsyam segera menghentikan laju sepeda motornya. Arini meminta agar lelaki itu tidak berhenti pas di depan warung makan tempatnya bekerja. Dirinya tidak ingin menjadi bahan gunjingan pemilik warung dan juga rekan kerja lainnya, maka dari itu berhenti jauh dari rumah makan adalah hal yang benar.

"Sudah, di sini saja biar nanti aku ke sana jalan."

Setelah turun dari motor, Arini segera berlari menuju warung makan yang sudah terlihat ramai itu. Tanpa berpamitan ataupun mengatakan apa-apa kepada Elsyam, wanita itu langsung pergi.

Elsyam menitipkan sepeda motor Arini, lalu lelaki itu segera mengikuti langkah sang wanita menuju tempat makan. Lelaki itu memilih untuk berdiam diri karena warung makan itu adalah hanya sebuah warteg biasa. Dari depan kaca dirinya bisa melihat sang wanita tengah bekerja melayani pembeli. Setelah itu dirinya memilih untuk kembali lagi.

"Rido, tolong datang ke sini segera dan bawa orang lain untuk membawa sepeda motor Arini ke bengkel, service semuanya." 

***

"Pelayan, kamu segera mandikan tuan El. Saya tidak sempat untuk mengurusnya, sibuk ada pemotretan hari ini."

Wanita itu bernama Haruni. Ia memerintahkan para pelayan untuk mengurus suaminya yang lumpuh dan juga tidak bisa berbicara, lelaki itu sudah sama persis seperti seonggok daging yang bernyawa.

Jika bukan karena Elsyam adalah masih pemilik grup perusahaan keluarga, dirinya tidak akan sudi bertahan selama satu tahun bersama laki-laki lumpuh itu. Namun, di depan orang tua lelaki itu, dirinya harus bersikap seperti seorang istri yang berbakti kepada suaminya.

Kecelakaan mobil membuat lelaki itu kehilangan beberapa fungsi tubuhnya. Sudah hampir 1 tahun keadaan Elsyam seperti mayat hidup di hadapannya. "Cepat mati, agar aku bisa menguasai seluruh hartamu."

Wanita itu segera pergi setelah membisikkan kata-kata yang begitu kejam kepada sang lelaki. Haruni tertawa puas akan hal itu. Kelumpuhan sang suami membuatnya mudah dalam menggunakan seluruh uang yang ada di ATM-nya.

Melihat kepergian wanita itu, bibir Elsyam terangkat. Memang benar kecelakaan 1 tahun lalu membuat tubuhnya lumpur dan ia tidak dapat berbicara. Namun, istrinya tidak pernah membawa dirinya kemoterapi dan selalu membiarkan ia berada di kamar seharian. Kesembuhan Elsyam murni karena ia memiliki orang kepercayaan yang selalu membawa dirinya diam-diam terapi hingga akhirnya bisa sembuh seperti sedia kala.

Elsyam memang sengaja bersandiwara tetap lumpuh agar mengetahui kebusukan demi kebusukan istrinya. Dirinya tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan ini.

Di rumah mewah ini, orang tua serta keluarganya mengetahui jika dirinya seperti seonggok daging bernyawa saja. Dirinya tengah mengumpulkan bukti-bukti untuk bisa membongkar kejahatan sang istri.

Selepas Haruni pergi, beberapa pelayan seperti biasa mulai melepaskan pakaian yang dipakai oleh Elsyam. Elsyam memejamkan mata. Salah satu hal yang dibencinya dari kepura-puraan ini adalah hal ini.

'Sebentar lagi semua ini akan berarkhir.'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status