Share

Semangkuk Bakso

"Jika aku memang mengawasimu kenapa?" tanya Elsyam. Walaupun dirinya terkejut karena Arini mengetahui apabila ia selalu mengawasi gerak-gerik dari wanita itu. "Kamu merasa keberatan?" 

Arini merengut, ia kesal ternyata menjadi seorang nyonya besar itu tidak menyenangkan. Kini dirinya merasa tidak memiliki privasi selain diawasi para pelayan dirinya juga diawasi oleh Elsyam. Namun, apalah dayanya kini tak bisa berbuat apa-apa.

Melihat Arini terdiam, membuat Elsyam sangat puas. "Itu rumahku, jadi aku bebas melakukan apa pun. Termasuk mengawasimu di kamar." Dirinya berkata dengan penuh kemenangan.

"Iya-iya, itu rumah Tuan. Bebas mau ngapain aja. Aku 'kan cuma numpang aja," tutur Arini. Itulah kenyataan pahit yang harus ditelan olehnya, rumah itu milik Elsyam, dirinya juga baru diakui sebagai seorang istri pagi tadi.

Arini mengangkat tangannya lagi, ia kembali memesan semangkuk bakso lagi. "Semangkuk lagi bakso saja tidak pakai mie." 

Elsyam, memberikan isyarat dengan satu jari agar para pelayan kembali ke rumah. Ia menarik kursi yang berada tepat di sebelah Arini. Semangkuk bakso berukuran jumbo berada di hadapannya. Jakunnya naik turun, aroma yang sangat memikat menerpa hidungnya.

Arini menuangkan sambal dan kecap. Aroma yang begitu segar menyeruk, apalagi bakso itu dilengkapi dengan tetelan sapi. "Enak sekali ini." Arini begitu menikmati bakso yang dirinya pesan itu.

"Mau?" tanya Arini.

Elsyam menggeleng, ia terus memperhatikan sang wanita menikmati semangkuk bakso itu. Dirinya hanya menelan ludah.

Arini mengarahkan potongan bakso itu ke arah mulut Elsyam, lelaki itu menggeleng pertanda penolakan. Namun, mulutnya terbuka.

"Jangan memaksa, Rin. Ini cuma sekali saja," ujar Elsyam menolak, tetapi dirinya terus mengunyah bakso  tersebut. "Beri sambal lagi." Elsyam memberikan perintah saat dirasa ada yang kurang dari cita rasa bakso tersebut. Langsung dituruti oleh Arini.

Arini kembali menyodorkan sendok yang berisi kuah bakso tersebut dan Elsyam langsung membuka mulutnya.

"Aku tahu kamu pasti sudah kenyang bukan, makannya memaksaku," ujar Elsyam. Ia terus memotong bakso itu dan memasukkannya ke dalam mulut sendiri. Namun, tak berkata jujur jika dirinya memang menginginkan makanan dari olahan daging tersebut.

Sudah lama sekali dirinya tidak pernah menikmati memakan bakso di pinggir jalan seperti ini. Perpaduan cita rasa daging sapi, kuah segar, manis kecap dan pedasnya sambal hingga membuat lelaki itu berkeringat. "Pas ini dengan cuacanya." Bibir Elsyam sudah merah efek

"Es teh, Pak," ujar Elsyam. Setelah dibuatkan lelaki itu segera menikmati es teh manis yang dipesan.

Arini hanya menggeleng, tadi lelaki itu menolak dan sekarang justru menghabiskannya. Ia memang sudah kenyang karena tadi sudah menghabiskan dua mangkuk bakso. Dirinya tidak menyangka jika lelaki itu mau makan di pinggir jalan, padahal jika berada di dalam rumah semuanya dilayani dan koki pun dari restoran ternama. Berbeda dengan dirinya makan di pinggir jalan sudah hal biasa bahkan, jika dirinya ingin membeli camilan yang harganya di atas lima puluh ribu saja masih dipikir-pikir, bagaimana hari esok dirinya makan.

"Ah, sudah aku tidak mau," ujar Elsyam. Lelaki itu mendorong mangkuk bakso menjauh darinya, lalu menyeka keringat dengan kemeja navi yang dipakainya.

"Orang tinggal mangkuknya aja," ucap Arini. Dirinya heran, tadi lelaki itu menolak tidak mau. Namun, justru habis tanpa sisa bahkan sampai kuahnya pun bersih. "Tadi nolak tidak mau, eh sekarang malah habis bersih." Arini menyindir ia heran dengan orang yang hidup dengan rasa gengsi, baginya rasa gengsi itu hanya akan membuat rugi saja tidak akan ada untungnya.

Elsyam kembali kesikap semula yaitu kaku. Lelaki itu mengeluarkan dompet dan memberikan uang senilai seratus ribu. "Ambil saja kembaliannya."

"Maaf, Pak kurang. Tadi pelayannya udah sembilan mangkuk, Mbaknya ini dua mangkuk dan Bapak satu mangkuk juga." Tukang bakso itu menjelaskan apa saja yang sudah dipesan secara rinci.

Elsyam menatap tajam ke arah Arini yang sudah hendak melarikan diri. Lalu lelaki itu segera mencengkram tangannya. "Jangan harap bisa kabur, kamu." Ia kembali menyerahkan dua lembar uang seratus ribu lagi dan segera mengajak Arini untuk masuk ke dalam mobilnya.

Lelaki itu sengaja membukakan atap mobil karena memang cuaca pun tengah bersahabat hari ini.

"Mau ke mana?" tanya Arini. Ia heran karena Elsyam menjalankan mobil ke arah yang salah. Bukan jalan ke rumahnya.

"Ke mana saja," jawab Elsyam. Dirinya juga memang belum memiliki tujuan akan pergi ke mana, ia hanya ingin menikmati moment-moment yang sudah lama terlewati. Menikmati udara dan dirinya ingin berjalan-jalan karena selama ini ia tidak bisa melakukan hal tersebut untuk berpergian pun dirinya harus menyamar dan lainnya.

Elsyam menyalakan alunan musik yang begitu menenangkan. Menikmati suasana jalanan, ia memilih jalan yang dipenuhi pohon-pohon. Dirinya teringat tempat yang ia jadikan sebagai tempat ternyaman untuk menyendiri.

Tak ada obrolan Arini pun asyik menikmati pemandangan yang mereka lewati, tidak menyangka di tengah-tengah banyaknya gedung masih ada tempat yang begitu asri. Dipenuhi banyak pohon tinggi dan juga ada sebuah danau.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status