"Emang ada camilan apa," jawab Arini. Sebagai nyonya besar yang baru di rumah ini dirinya ingin mencoba segala sesuatu yang ada di sini. Sewa apakah rumah suaminya ini sampai-sampai pelayan menanyakan hal apa yang dirinya inginkan.
"Nyonya Arini memang mau dibuatkan apa? Di rumah ini ada koki yang bisa membuat apa saja," ungkap Nency. Wanita itu menjelaskan dengan ramah.
Berada di rumah ini dirinya seperti berada di dalam kantong Doraemon yang memiliki apapun yang dibutuhkan tanpa harus repot-repot ke luar biaya dan juga jauh-jauh pergi. Dulu impiannya hanya satu dirinya hanya menginginkan untuk memiliki kantong Doraemon agar bisa memenuhi semua keinginannya, sekarang dirinya merasakan hal tersebut.
"Mau salad buah, tapi banyakin keju, mayonaisenya sedikit saja. Buahnya apa saja boleh aku suka semua buah," papar Arini.
"Baik, Nyonya." Nency segera memerintahkan pelayan dapur untuk menyiapkan permintaan Arini. Wanita itu asyik menonton Drakor, di atas ranjang.
Tak butuh waktu lama seorang pelayan wanita membawakan satu mangkuk salad buah yang tadi diinginkan oleh Arini. "Ini, Nyonya." Tak lupa meja makan khusus di ranjang pun dibawakan.
Arini menoleh ke kiri dan kanan, dirinya merasa tidak nyaman karena terus diperhatikan oleh pelayan bahkan kini di kamarnya ada 5 orang pelayan. "Kalian memang tidak memiliki pekerjaan, ya? Kok tetap berdiri di kamarku. Pergi saja, aku risih kalian semua berada di sini," ujar Arini.
Nency segera memberikan perintah kepada pelayan lainnya untuk segera keluar. "Nyonya, sudah tidak memerlukan apa-apa lebih baik kita pergi." Lalu dirinya pun melangkah mendekati Arini dengan mengatakan jika sang nyonya membutuhkan sesuatu segera menghubunginya saja.
Arini mengangguk paham. Lalu dirinya segera mengunci pintu kamarnya. Akhirnya ia memiliki privasi juga untuk sendiri.
Wanita itu sudah tiga jam lamanya menghabiskan waktu di kamar, tetapi tidak membuatnya tertidur. Sudah merubah posisi berulang kali pun tetap sama. Arini menghela napas panjang, dirinya tidak pernah seperti ini. Ia adalah wanita yang menyukai kesibukan santai seperti ini membuatnya sakit kepala.
Arini segera mematikan televisi, lalu melangkah menuju balkon. Halaman rumah El sangatlah luas. Dari atas balkon dirinya bisa melihat seluruh halaman dari samping ada kolam renang yang belum pernah dirinya kunjungi sebelumnya, dari kamar ini juga dirinya bisa langsung melihat jalanan.
"Bosan! Bosan!" Arini terus mendumal kesal.
Netra Arini terfokus pada sesuatu yang ada di jalan, dirinya berteriak lalu segera berlari.
Arini berlari keluar dengan tergesa-gesa, menuruni anak tangga dengan sangat cepat. Panggilan dari para pelayan pun tidak dirinya jawab.
Sampai-sampai semua pelayan memanggilnya dan mengukur Arini berlari.
"Nyonya mau ke mana!"
"Nyonya!"
Arini berlari ke arah gerbang dan meminta security untuk segera membukakannya. "Pak, cepat buka!" seru Arini.
***
Mata Elsyam membulat saat melihat Arini berlari dari balkon menuju luar. Dirinya memang sengaja memasang CCTV di seluruh ruangan rumah untuk bisa memantau keadaan walaupun dirinya sedang tidak ada di rumah. Begitu juga di dalam kamar ia dapat melihat apa yang tengah dikerjakan oleh Arini.
"Mau ke mana dia?"
Elsyam pun segera bangkit, bahkan dirinya segera meninggalkan ruangan rapat tanpa sepatah kata pun.
"Pak mau ke mana?" tanya Rido.
Elsyam heran, apa yang membuat wanita itu berlari sangat cepat menuju luar sampai-sampai diikuti oleh seluruh pelayan.
Apakah Arini kabur?
"Aku harus pulang terlebih dahulu," ujar Elsyam.
"Kau yang menggantikan aku rapat, ya, seluruh kebijakan sudah kusalin dalam dokumen biru," ungkap Elsyam.
Lelaki itu segera melepaskan kancingan jas, lalu dirinya segera berlari ke arah mobil yang tengah terparkir. Walaupun jabatannya sangat tinggi di perusahaan pusat perbelanjaan ini, tetapi Elsyam tidak pernah mau menggunakan jasa supir. Selagi dirinya masih bisa melakukan sendiri dirinya tidak akan merepotkan orang lain.
"Mau ke mana dia," ucap Elsyam.
Elsyam segera membelah jalanan kota dengan sangat cepat. Ia takut jika Arini mengambil kesempatan untuk melarikan diri saat dirinya tidak ada. Dirinya memang sengaja meminta agar wanita itu tetap di kamar, karena dunia luar tengah mengincarnya apalagi ia tahu bagaimana sikap Haruni. Wanita berhati iblis itu dirinya yakin pasti tengah menyusun rencana untuk menyakiti Arini karena dirinya merasa bahwa tempatnya telah direbut oleh istri keduanya itu.
Tak berselang lama Elsyam sudah memasuki jalanan rumahnya. Ia melihat kesembilan pelayannya tengah duduk berjejer di pinggir jalan di bawah sebuah pohon rindang.
"Tuan Muda." Para pelayan menunduk memberikan hormat kepada Elsyam yang baru saja turun dari mobil.
Elsyam menatap ke arah Arini yang tengah asyik menikmati semangkuk bakso bahkan tidak menyadari kedatangannya. Lelaki itu berdehem, tetapi tidak juga menarik atensi sang wanita.
"Arini," ucap Elsyam.
Arini menoleh lalu ia memperlihatkan barisan giginya. "Eh Tuan Elsyam." Wajahnya terlihat terkejut dan juga heran.
Senyuman di bibir hari ini perlahan memudar, saat melihat wajah serius dan si suaminya itu. Arini memang belum terbiasa dengan tatapan Elsyam yang seperti akan menerkamnya.
"Tuan mau bakso juga?" tanya Arini. Wanita itu berbasa-basi menawarkan semangkuk bakso yang sedang dirinya nikmati.
Elsyam menggeleng, jadi hanya gara-gara bakso membuat wanita itu berlari dari balkon yang membuat para pelayan mengikutinya dan juga membuat dirinya meninggalkan rapat.
"Arini bisa tidak, kau jangan membuatku sakit kepala? Kau berlari dari balkon tanpa henti seperti mengejar pencuri hanya karena ingin makan bakso?"
Arini mengangguk, ya, tadi saat di balkon dirinya melihat pedagang bakso keliling. Namun, nahas rumah Elsyam yang besar itu membuatnya kehilangan jejak tukang bakso keliling, tetapi dirinya senang karena masih ada tukang bakso yang mangkal.
"Kok Tuan bisa tahu? Jangan-jangan Tuan mengawasiku, ya?" tanya Arini.
"Jika aku memang mengawasimu kenapa?" tanya Elsyam. Walaupun dirinya terkejut karena Arini mengetahui apabila ia selalu mengawasi gerak-gerik dari wanita itu. "Kamu merasa keberatan?"Arini merengut, ia kesal ternyata menjadi seorang nyonya besar itu tidak menyenangkan. Kini dirinya merasa tidak memiliki privasi selain diawasi para pelayan dirinya juga diawasi oleh Elsyam. Namun, apalah dayanya kini tak bisa berbuat apa-apa.Melihat Arini terdiam, membuat Elsyam sangat puas. "Itu rumahku, jadi aku bebas melakukan apa pun. Termasuk mengawasimu di kamar." Dirinya berkata dengan penuh kemenangan."Iya-iya, itu rumah Tuan. Bebas mau ngapain aja. Aku 'kan cuma numpang aja," tutur Arini. Itulah kenyataan pahit yang harus ditelan olehnya, rumah itu milik Elsyam, dirinya juga baru diakui sebagai seorang istri pagi tadi.Arini mengangkat tangannya lagi, ia kembali memesan semangkuk bakso lagi. "Semangkuk lagi bakso saja tidak pakai mie."Elsyam,
Elsyam lalu turun, diikuti oleh Arini dari kursi sebelahnya. Lelaki itu mengambil sebuah kain, ember dan alat pancing lalu melangkah ke tempat biasanya."Mau mancing?" tanya Arini. Dari perlengkapan yang dibawa oleh suaminya itu satu kegiatan yang berkaitan adalah mancing ikan."Iyalah 'kan yang aku bawa pancing. Jika aku membawa wanita sexy berarti mau clubbing," jawab Elsyam dirinya heran masih saja ada orang yang bertanya berbasa-basi seperti itu sudah jelas-jelas jika membawa alat-alat tersebut pasti akan mancing, tetapi masih saja dipertanyakan. "Dasar wanita aneh." Lelaki itu berkata dengan pelan, tetapi dirinya langsung tersadar jika wanita yang disebut aneh tersebut kini telah menjadi istrinya."Ih, enggak jelas," ujar Arini. Apa salahnya jika dirinya bertanya ia juga hanya ingin memastikan saja.Lelaki itu segera menggelar kain panjang tersebut. Ini dirinya bisa menikmati mancing tanpa harus takut ada orang yang mengetahui. Elsyam langsung mengis
Elsyam kembali lagi mendapatkan ikan, ia semakin bersemangat memancing terkadang diselingi dengan dirinya yang bersenandung. "Streak!" Dirinya sangat bahagia saat umpannya ada yang menarik dan dapat tanda jika ikan sudah terjebak dengan kailnya.Di danau yang sunyi ini, dirinya hanya bisa melamun sembari menunggu kailnya ditarik oleh ikan mengingat masa-masa dulu yang menurutnya ia sangat bodoh saat itu. Sejak dulu dirinya tidak pernah mendapatkan sebuah kebebasan ia selalu dituntut untuk belajar dan belajar setelah dewasa pun dirinya dituntut untuk bekerja dan bekerja. Sebelum menikah dengan Haruni, wanita itu sangat baik dan perhatian, tetapi setelah mereka menikah sifat asli wanita itu terlihat. Wanita yang dirinya menikahi sama seperti ibunya yang selalu gila harta setiap hari yang dipikirkan hanyalah belanja barang branded ke salon dan jalan-jalan."Sekarang, aku akan membalas semua rasa sakit hati yang kudapatkan. Serta takkan kubiarkan mereka yang sudah menggore
Tuan Hadi menjelaskan jika ibunya ini ingin pergi dari rumah. "Ibumu akan pergi dari rumah ini." Lelaki itu sudah sangat bingung dirinya sudah menjelaskan, tetapi istrinya tidak mau mengerti dan tetap mengotot ingin pergi dari rumah."El, Mama kecewa kepadamu. Jika kau mengusir Hendri dari rumah berarti kamu juga meminta Mama untuk pergi dari sini," ujar Bu Sekar. Wanita itu masih saja membahas perihal putranya yang diusir oleh El. "Bukankah kamu tahu, Hendri tidak akan bisa hidup tanpa ada fasilitasmu." Bu Sekar sudah memasang wajah mengiba kepada anaknya itu. Berharap jika Elsyam luluh dengan perkataannya.Elsyam tidak lagi bodoh, dirinya tidak mungkin percaya dengan air mata buaya yang diperlihatkan oleh Bu Sekar. Dirinya sudah belajar dari pengalaman satu tahun terakhir Bagaimana perjuangannya sia-sia dan bahkan mereka tidak memedulikannya sama sekali. "Aku menyuruhnya pergi dan menyita semua fasilitasnya agar membuat dia sadar atas kesalahannya." Sekarang dirinya
"Sabar, Tuan. Ibunya Tuan itu sudah tua, jadi jangan diajak bertengkar," ungkap Arini. Dirinya memang penasaran sekali mengenai suaminya itu, tetapi tidak mungkin ia langsung menanyakannya kepada ElsyamElsyam pun memang ingin segera pergi, saat Arini mengajaknya ke kamar dirinya segera melangkah. Kini dirinya akan bersikap tegas kepada semua orang. Sudah cukup, ia selalu mengalah dan menuruti permintaan semuanya. Ia juga tidak akan membiarkan orang lain bertindak semena-mena kepada dirinya, sudah cukup perlakuan semua orang yang tidak adil kepadanya. Pembelajaran satu tahun belakangan ini membuatnya sadar jika apa yang sudah ia lakukan semuanya akan sia-sia."Aku mandi duluan," ujar Elsyam. Tubuhnya sudah sangat bau keringat, ia juga sudah sangat lelah dan ingin segera menyegarkan diri. Sudah cukup waktu refreshingnya hari ini saatnya ia kembali memikirkan apa yang sudah terjadi dan dirinya kembali membangun semuanya dari awal. "Anggap saja apa yang kau dengar sebelum
Rido datang ke kamar Elsyam karena tadi lelaki itu memintanya untuk membawakan gurame bakar dan juga martabak ketan ketan hitam, cokelat dan keju."Tolong bantu aku angkat meja ini," ujar Elsyam.Lelaki itu dengan cepat menyulap balkon menjadi sebuah tempat tongkrongan yang begitu asik. Ia sengaja menaruh karpet berbulu dengan meja bundar yang berada di tengah. Meminta bantuan Rido untuk membawa piring dan pesanannya kemeja bundar itu. Dirinya bukan ingin makan malam romantis karena kumat tetapi hanya ingin mencari suasana baru saja apalagi setelah pertengkarannya dengan sang ibu membuat dirinya menjadi sangat suntuk."Tuan mau makan diluar?" tanya Rido. Setelah mengamati ruangan sekitar, dirinya memiliki sebuah opini jika sekarang tuannya ingin membuat suasana baru untuk makan malam.Elsyam langsung mengangguk, balkon yang ada di kamarnya memang dapat dikatakan cukup luas. Di sebelah itu ada meja dan tempat duduk juga. "Aku sudah mengajukan gugatan perce
"Ah, kau ini," jawab Elsyam. Ia segera menyenggol bahu dari tangan kanannya itu. Memang sejak dulu dirinya sudah menganggap Rido itu seperti temannya sendiri dan bukan seperti atasan dan juga bawahan. Elsyam memanggil sang istri, untuk ikut makan malam bersamanya di balkon. "Arini, cepat ke sini." Arini hanya mengenakan piyama panjang dan dirinya memakai sebuah bando berwarna biru. "Tunggu sebentar." Lalu ia melangkah mendekati sang suami dan duduk di sebelah Elsyam. Mata wanita itu langsung tertuju pada ikan bakar, ternyata walaupun terlihat tidak mendengarkannya dan tidak memedulikannya tetapi lelaki itu sangat perhatian buktinya saja sekarang tadi dirinya ingin ikan bakar dan Elsyam sekarang memberikannya. "Ayo, Rido makan bersama," ujar Elsyam. Rido menolak, jadinya juga baru saja makan bersama keluarganya. Perutnya tidak akan cukup jika dirinya harus ikut makan bersama lagi. Ia memilih untuk duduk di kursi kembali menikmati minuman
Elsyam menyentuh dadanya yang terasa begitu linu, dirinya teringat Rido. Lantas segera membuka pintu kamar. "Bisa-bisa aku terkena serangan jantung jika seperti ini terus." Elsyam memegang dadanya sembari melangkah ke arah pintu."Aku hanya ingin menyerahkan ini. Maaf tadi aku tidak melihatnya sama sekali," ujar Rido dengan canggung padahal sudah jelas-jelas dirinya melihat adegan tersebut.Elsyam pun sama malunya, tetapi tidak mungkin jika dirinya harus menjelaskan perihal hubungan suami istrinya dengan Rido Karena itu adalah privasi antara ia dan juga Arini. "Sudahlah jangan dibahas, yang tadi itu bukan apa-apa hanya saja Arini senang mendapatkan ponsel baru itu," ujar Elsyam. Dirinya juga tidak berbohong memang tadi tidak melakukan apa-apa dengan Arini.Rido berdehem, mau mereka berdua melakukan apa pun itu tidak masalah karena sudah sah sebagai suami istri."Oh, aku kira sedang proses untuk—""Rid, sudahlah kenapa cara bicaramu sekarang s