Inicio / Romansa / Simpanan Tuan Torres / 4. Menetapkan Batasan

Compartir

4. Menetapkan Batasan

last update Última actualización: 2025-10-14 09:40:05

Inti tubuh Julia terasa sangat ngilu dan perih akibat tekanan benda tumpul Diego. Tentu malam ini keadaanya tidak akan sama lagi seperti sebelumnya. Mahkotanya telah dilepaskan demi ratusan juta Euro yang selama ini, ia susah payah menjaga keutuhan mahkotanya demi Miguel, calon suaminya kelak. Jawaban apa yang akan ia berikan pada Miguel nanti? Entahlah, Julia bingung. Ia merasa bersalah, rendah diri, dan jijik.

Kini, Julia tidak ada bedanya dengan Laura, adiknya, yang menjual diri demi uang. Apa bedanya? Mereka sama-sama wanita yang ternoda, meski jalan yang ditempuh berbeda.

Laura meniti jalannya sebagai bintang film dewasa di Los Angeles (L.A.) sejak usia belum genap 20 tahun, tiga tahun silam tepatnya.

Sementara dia, menyerahkan dirinya pada sang atasan untuk menjadi simpanan di usia 25 tahun, mati-matian dia pertahankan ketika Miguel membujuknya untuk menyerahkan dengan sukarela tapi dia tolak. Kini dia berikan ke Diego dengan imbalan uang untuk jaminan kesehatan ibunya.

Siapa sangka, bosnya yang tampan, angkuh, dan dingin, yang selalu bersikap profesional ternyata menyimpan gairah panas bagai bara api yang benar-benar membakarnya. Tatapan sekilas yang diam-diam berikan pada Julia sebelumnya, selalu Julia tepis itu bukan apa-apa, karena sang boss tampak begitu mencintai tunangannya Lucia Ortega yang cantik, sosialita, sexy dan mandiri.

Diego tidak menoleh. "Julia, ingat. Di luar, kita bukan siapa-siapa. Aku ingin mulutmu tertutup rapat."

"Saya tahu, Tuan. Saya tahu posisi saya," jawab Julia pelan, suaranya sedikit tertahan karena lelah.

Diego akhirnya membalikkan badan, menatapnya. Matanya yang biru pekat kini lebih tenang, tetapi intensitasnya tak berkurang. "Dan ketika kita bersama, panggil namaku... Diego." Ia melangkah mendekat. Julia spontan merapatkan selimut di dadanya, diliputi rasa takut Diego akan mengulanginya lagi.

Diego duduk di tepi ranjang, mendekati Julia. Siluet tubuh indahnya yang terbungkus selimut tebal tercetak jelas. "Kau paham, sayang?"

"Paham, Di-diego," ucapnya tergagap ketika jari-jemari Diego yang besar mulai menelusuri bahu putih mulusnya. Sentuhan itu terasa kontras menenangkan sekaligus mengancam penuh intimidasi.

Diego membuka laci nakas, mengambil dompet kulitnya, dan mengeluarkan kartu ATM. Kartu dengan saldo yang sudah dipersiapkan sebagai tunjangan biaya sehari-hari Julia. "Ambillah. Kau bisa menggunakannya untuk keperluanmu."

"Tapi, Diego," ujar Julia hati-hati. "Menurutku, bantuan untuk biaya ibu sudah lebih dari cukup. Aku tidak memerlukan uang ini."

"Aku tidak suka ada penolakan. Ambil." Diego mengangkat sedikit kartu ATM itu, tatapannya kini intens namun berbeda dari tatapannya di kantor yang angkuh, bahkan berbeda dari tatapan mereka saat bercinta. Ada kelembutan paksa di sana.

"Baiklah, akan kuambil. terima kasih." Julia menerima ATM itu dan meletakkannya di nakas.

"Aku akan memberikan PIN-nya nanti. Dan ini..." Diego mengambil sebuah strip kecil dari laci yang sama, berisi pil-pil kecil berwarna putih.

"Apa itu, Diego?" tanya Julia, mengerutkan kening.

Diego meletakkannya di atas kartu ATM itu. "Minum setiap hari, jangan terlewatkan. Aku tidak ingin kamu hamil." Ia berbicara dengan nada perintah yang absolut, tetapi motifnya, entah perlindungan atau penguasaan, terhadap Julia.

Julia terdiam, menatap pil-pil itu dan mengambil simbol baru dari ikatan yang brutal dan transaksional ini.

"Kau milikku, Julia," bisik Diego, mendekatkan wajahnya. "Setiap bagian dari dirimu."

"Kenapa..." Julia mencoba bertanya, suaranya terce:kat. "Kenapa ini begitu penting bagimu?"

Diego tersenyum tipis, senyum yang tidak sampai ke matanya. "Karena kau adalah satu-satunya hal di Madrid ini yang tidak kubeli untuk bisnis, melainkan untuk diriku sendiri. Dan kejutanmu malam ini," katanya sambil menyentuh lembut pipi Julia yang basah oleh air mata yang telah mengering, "membuat harga diriku sebagai seorang penguasa terluka. Aku akan membalasnya dengan membuatmu lupa bagaimana rasanya menjadi orang lain selain milikku."

"Aku hanya ingin ibu saya sembuh," bisik Julia, menahan air matanya agar tidak tumpah lagi.

"Dan ibumu akan sembuh," janji Diego. "Tugasmu sekarang adalah belajar menjadi simpanan seorang Diego Torres. Tugasmu adalah melayani obsesiku. Aku ingin kamu banyak belajar bagaimana menyenangkan dan memuaskanku, untuk pertama kalinya aku memahami kamu masih amatir tapi kedepannya, aku ingin kamu lebih mahir.

"Bagaimana caranya?.

"Kau benar-benar tak tahu?"

"Tidak, Diego. Aku tak mengerti."

"Aku memberitahumu, nanti."

Diego lalu mencium kening Julia, ciuman singkat dan lembut, yang terasa lebih dingin dan mengikat daripada ciuman nafsu sebelumnya. Itu adalah cap baru: kepemilikan total.

"Diego, aku harus pulang sekarang. Besok pagi kita ada rapat dengan Nyonya Arianna Mendoza mengenai proyek di Valencia." Julia menghindari romantisme yang disuguhkan Diego, bukankah hubungan ini tidak boleh ada perasaan? Sebaiknya Julia mengantisipasinya.

Sedang di sisi Diego, seolah tak ingin melepas Julia.. Julia berbeda, perempuan ini menyimpan sisi naif yang membuatnya ingin terus mendekat, apalagi apa yang disuguhkan Julia malam ini? Diego merasa terhormat dan istimewa sebagai laki-laki.

"Tentu, Sayang. Pulanglah. Biar Luis yang mengantarmu." Diego menarik nafas, tapi dia tak bisa menahan Julia lebih lama.

"Tidak usah, Diego. Miguel menungguku di rumah. Aku khawatir dia akan curiga."

"Baiklah, terserah kamu."

Julia berjalan tertatih sambil menyelimuti tubuhnya. Bahu, dada, bahkan tengkuknya penuh dengan 'cupang' (kissmark) dari Diego. Desahan halus lolos dari bibirnya.

"Sss... ah." Julia menghela napas sambil memejamkan mata, merasakan nyeri yang tak tertahankan. Dari belakang, Diego menatapnya. Tanpa banyak bicara, pria itu langsung membopong Julia, membuatnya seketika terpekik.

"Ah... Tuan. Eh, Diego.

"Diamlah, aku akan membantumu."

Julia memilih menurut karena rasa sakitnya yang hebat. Tanpa sengaja, tangan Julia melingkari leher Diego. Julia dapat melihat wajah atasannya dari dekat: rahang yang tegas dengan bulu-bulu halus yang tadi sempat menempel di leher dan dadanya; hidung mancung yang tadi mengendus dan mencumbunya begitu detail; dan bibir penuh milik Diego yang kemarin dan baru saja menciumnya dalam berbagai ritme lembut, penuh gairah, dan brutal hingga bibirnya membengkak.

"Kenapa kau menatapku seperti itu, Julia?" tanya Diego tiba-tiba, membuat Julia terkejut.

Julia gelagapan, segera memalingkan wajahnya. "Aku... aku hanya berpikir. Terima kasih, Diego," jawabnya lirih, berusaha menyembunyikan pipinya yang memerah.

Diego menurunkan Julia di kamar mandi pribadinya yang mewah, bahkan ruangan itu terasa lebih besar dari kamar tidur Julia. Diego berjalan ke laci dekat wastafel, mengambilkan handuk bersih, lalu pergi begitu saja. Julia merasa lega. Berdekatan dengan pria itu seolah membuatnya harus menahan napas. Samar-samar terdengar suara dari luar, sepertinya Diego sedang berbicara di telepon dengan seseorang, tetapi perkataannya tidak terdengar jelas.

.

.

Lucia tertawa renyah. "Aku tahu, Sayang. Aku sungguh gembira, ini artinya potensi pasar di Amerika Utara sudah terbuka lebar. Ngomong-ngomong, kamu sedang sibuk apa sekarang?"

Diego bersandar pada daun pintu kamar, suaranya terdengar santai, namun tersirat kehati-hatian. "Aku baru selesai dari kantor. Hanya... menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda. Kau sendiri? Sudah sempat makan malam?"

"Belum, aku baru saja bertemu pihak penyelenggara acara dan langsung berhadapan dengan tumpukan laporan. Aku sangat merindukanmu, Diego. Ingin rasanya segera kembali ke Madrid dan memelukmu. Kapan kamu akan terbang ke Ottawa lagi?"

"Secepatnya, Cantik. Setelah urusan proyek Mallorca dan Valencia rampung, aku pasti akan menyusulmu. Bersabarlah sebentar. Jaga dirimu baik-baik di sana."

"Tentu. Jangan lupa, akhir bulan ini kita harus menemui Tuan Dominggo untuk memfinalisasi rencana pernikahan kita. Tapi kita akan bertemu antar keluarga dahulu."

Diego menghela napas, menahannya. "Ya, aku ingat, Lucia. Sampai nanti."

"Sampai nanti, Cintaku." Lucia menutup panggilan.

Di dalam kamar mandi, Julia telah selesai membersihkan diri. Jantungnya berdesir samar mendengar percakapan telepon Diego yang samar-samar tadi. Kata-kata terakhir Lucia, 'Cintaku', menusuknya hingga ke ulu hati. Julia menatap pantulan dirinya di cermin, melihat jelas tanda-tanda merah di lehernya. Rasa pahit merayapi, membuatnya tersadar kembali pada realitas posisinya: ia hanyalah selingan yang mengisi waktu luang sang atasan di tengah kesibukan proyek dan rencana pernikahan dengan tunangannya.

Julia keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah rapi, namun wajahnya terlihat sembab. Sekilas pandangnya menangkap sosok atasannya yang masih bertelanjang dada, hanya mengenakan celana boxer setelah menyelesaikan panggilan telepon. Pandangan mereka sempat bertemu selama beberapa detik, tetapi Julia segera memutuskannya, mengalihkan fokus untuk membereskan barang-barangnya ke dalam tas tangan kecil, tas murahan yang jelas tak sebanding dengan koleksi tas Lucia, kekasih boss-nya yang cantik dan kaya raya itu.

"Saya permisi dulu, Tuan Diego," ujar Julia dengan suara datar, tetap menjaga formalitas di hadapan Diego sang boss.

Diego menatapnya tanpa ekspresi, lalu mengangguk singkat. "Baik. Hati-hati di jalan, Julia."

Diego tidak berusaha menahan atau mengucapkan perpisahan yang lebih hangat, menegaskan jarak dan kenyataan bahwa pertemuan mereka telah berakhir begitu saja meski.

Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App

Último capítulo

  • Simpanan Tuan Torres   114. Proyek Ibiza

    Julia tersenyum dan mengecup singkat bibir Diego. "Jangan buang waktu, Diego. Kita harus menangkan taruhan ini."Tangan Julia bergerak cepat, membuka kemeja putih dan celana bahan Diego dengan gerakan tenang. Mata Diego memancarkan hasrat yang membara. Ia memandang wanitanya; gadis lembek yang dulu ia temui kini telah bertransformasi menjadi sosok yang sagat berbeda, dingin, efisien dan penuh inisiatif.Sikap dingin Julia yang dibentuk oleh Diego, kini menjadi cerminan keefektifan, seorang partner yang memahami bahwa cinta adalah komoditas, dan waktu adalah aset.Tanpa perlu di arah, Julia menarik Diego, memimpin langkah menuju sofa burgundy yang terletak di tengah walk-in closet-nya. Ruangan itu dikelilingi cermin besar dan rak-rak berisi tas, parfum, aksesories, perhiasaan berharga serta sepatu mahal, sebuah latar belakang yang sempurna untuk pengakuan status mereka.Dalam keheningan closet mewah itu, mereka bergerak bersama, melupakan ancaman G

  • Simpanan Tuan Torres   113. Elena vs Georgina

    "Emilio. Senang melihat Anda di sini. Dan Elena. Anda terlihat luar biasa malam ini." Diego menyapa. "Diego! Tentu saja. Acara ini tak akan lengkap tanpamu. Julia! Selalu menjadi wanita yang paling mencuri perhatian di ruangan ini." "Terima kasih, Emilio. Elena, kau benar-benar bersinar. Dan Tuan Ferrero." Balas Julia. "Kau ingat heavy metal di Tuscany, Diego? Aku hampir memesan koki itu untuk acara ini, tapi sayangnya ia sudah pindah ke Berlin." Elena berusaha mencari perhatian. "Sayang sekali. Kami datang ke sini untuk tujuan yang lebih efisien, Elena." "Emilio, kami baru saja tiba, tetapi Diego sudah sangat bersemangat ingin mengulas kemajuan Proyek Málaga dan membahas strategi konsolidasi yang kita sepakati. Bisakah kami mencuri Anda sebentar? Mungkin Tuan Ferrero bisa bergabung untuk memastikan semua detail legal berjalan lancar." Julia secara halus mengisolasi Elena dan secara implisit me

  • Simpanan Tuan Torres   112. Pesta Dan Konfrontasi

    Di ambang pintu apartemen, Julia berdiri sempurna dalam balutan gaun malam berwarna merah yang memeluk dan menonjolkan lekuk tubuhnya. Penampilannya adalah perpaduan kecerdasan dan kemewahan. Sebuah kalung berlian melingkari leher jenjangnya, serasi dengan anting-anting menjuntai. Kilau perhiasan melengkapi penampilannya: dua cincin bersemat di jari manis kanan dan kiri, serta gelang emas halus di pergelangan tangannya. Penampilan Julia bukan hanya tentang keindahan. Dalam perannya di dunia Diego, ia tidak pernah hanya mengandalkan daya tarik fisik. Investasinya yang sesungguhnya adalah kecerdasan tajamnya. Keberhasilannya terbukti nyata; dalam setiap negosiasi bisnis, Julia selalu menjadi faktor penentu yang membawa hasil menguntungkan signifikan bagi perusahaan Diego, Torres International. Bagi Diego, hubungan ini adalah investasi yang sangat memuaskan, bahkan efisien. Ia adalah penyokong dana utama, memastikan bantuan fi

  • Simpanan Tuan Torres   111. Bulan Kedua

    Saat Julia berdiri, Laura tiba-tiba menahan tangannya."Tunggu, Kak. Aku punya usul."Julia dan Diego berhenti."Aku ingin pulang ke Spanyol. Mungkin bukan di Madrid, tapi sebuah desa yang jauh. Aku ingin identitas baru. Aku janji tak akan membuat ulah. Aku akan bersembunyi agar kau tak malu dan Ibu tetap sehat."Julia menghela napas. Permintaan itu menghantam pertahanan logisnya. "Laura, kau tahu itu mustahil. Identitas baru di Spanyol akan dilacak dalam hitungan minggu.""Tapi setidaknya aku dekat denganmu, Julia. Aku bisa melihat Ibu setahun sekali, di tempat yang aman. Aku lelah hidup dalam ketakutan dan di bawah pengawasan yang ketat di sini. Aku ingin merasa normal."Diego melihat kelelahan di mata Laura, dan keraguan yang muncul di wajah Julia.Diego memotong, nadanya tidak sabar. "Ide yang romantis, Laura, Keamananmu adalah prioritas, dan itu terletak pada jarak dan isolasi."Julia menatap Diego, kemudia

  • Simpanan Tuan Torres   110. Pindah Ke Medeira

    Georgina mendekat ke Hector, matanya menyala. "Kalau begitu, kita ubah skema kekacauan. Mereka berdua dalam perjalanan. Ini adalah waktu terbaik. Hubungi sumber kita di Portugal. Aku tidak ingin Laura hanya dipindahkan. Aku ingin Laura membuat kesalahan yang tidak bisa diperbaiki, segera. Kita harus memastikan perjalanan ini adalah perjalanan terakhir bagi 'efisiensi' Julia." "Kesalahan seperti apa, Nona?" "Bukan kesalahan fisik. Kita serang mentalnya. Buat Laura takut oleh teror, Hector. Atur panggilan telepon anonim yang konstan. Pastikan kode wilayah negara penelepon adalah Amerika atau Meksiko." Hector tercenung sejenak, memahami implikasinya. "Kode wilayah itu... itu akan langsung menghubungkannya dengan masalah masa lalunya sebagai pornstar dan potensi keterlibatan kartel. Paranoia akan memuncak." "Tepat. Kita tidak perlu menembak, Hector. Kita hanya perlu meyakinkannya bahwa tempat persembunyiannya tid

  • Simpanan Tuan Torres   109. Georgina Memulainya

    Georgina Lopez sedang meninjau proyek merger dengan Hector ketika ia menerima dokumen yang sama melalui faks aman."Dia mengancamku dengan tindakan hukum jika aku mendekati Julia Rivas? Dia melindunginya seperti aset militer!?""Tuan Torres jelas mengambil ancaman stres itu dengan sangat serius, Nona. Ini adalah respons langsung terhadap taruhan 65-35. Dia ingin memastikan tidak ada variabel eksternal yang menghalangi Proyek Pewaris.""Dia takut aku akan menghancurkan Julia secara mental, dan itu akan menggagalkan rencananya. Wanita rendahan itu... dia berhasil membuat Diego tunduk pada ketakutan.""Apa rencana kita, Nona?""Kita tidak bisa mendekatinya secara fisik, tapi kita bisa menyerang titik lemahnya. Lacak Laura Rivas di Portugal.""Diego ingin efisiensi biologis? Aku akan memberinya kekacauan logistik yang akan membuat stres Julia melonjak ke atap."..Tiga minggu berlalu. Julia baru saja menye

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status