Share

Bab 3. Pria Pertama

Author: White Rose
last update Huling Na-update: 2025-03-18 07:24:31

"Nona, Anda sudah terlalu mabuk! Sebaiknya saya hubungi seseorang yang bisa membawa Anda pulang," ucap bartender yang sejak tadi melayani Alea dengan ekspresi khawatir.

Wanita itu bahkan sudah tidak sanggup menegakkan kepalanya dengan benar, tapi tetap bersikeras meminta minuman lagi dan lagi.

Alea, yang masih setengah sadar namun cukup mampu mendengar, melambaikan tangannya dengan malas.

"Tidak ada yang menginginkan aku pulang. Biarkan aku di sini, ya... ya..."

"Nona..."

"Siapa yang tidak menginginkanmu pulang?"

Suara baru itu terdengar lebih dalam, lebih berat, dan lebih tegas dibanding suara bartender tadi. Alea mengangkat kepalanya dengan susah payah. Seorang pria tampan dengan kemeja hitam mahal kini duduk di sebelahnya. Matanya yang tajam mengamati Alea dengan ekspresi yang sulit dimengerti.

"Kamu..." gumam Alea, mengerjapkan matanya beberapa kali, mencoba memastikan bahwa penglihatannya tidak menipunya.

"Aku akan menemani dia. Lanjutkan pekerjaanmu," kata pria itu, tanpa ragu, kepada bartender yang masih berdiri ragu-ragu di tempatnya.

Bartender itu menatap pria tersebut sejenak, sebelum akhirnya mengangguk dan pergi melayani tamu lain.

Alea mengerucutkan bibirnya, tidak senang melihat bartender itu meninggalkannya begitu saja. Ia melambaikan tangannya ke arah pria berseragam itu dengan ekspresi kecewa.

"Kenapa dia pergi?" tanyanya, setengah merengek.

"Karena sekarang sudah ada aku," jawab pria di sebelahnya dengan nada santai.

Alea kembali menoleh, matanya mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya tersenyum miring.

"Benar! Sudah ada pria tampan lain. Kamu pria tampan..." katanya dengan suara lirih, sebelum tangannya terangkat, mengarah ke wajah pria itu.

Jemarinya yang lembut menyentuh kulit pria itu, melewati rahang tegas, lalu turun ke lehernya, hingga terhenti di dada bidang yang terasa hangat dan keras di bawah ujung jarinya.

"Kenapa berhenti?" suara pria itu terdengar menggoda. "Di bawah sana lebih keras lagi." lanjutnya.

Jika Alea dalam keadaan sadar, ia pasti sudah kabur saat ini juga. Tapi, mabuk telah merampas logika dan kesadarannya. Alih-alih menjauh, ia justru menatap pria itu lebih lama, seperti sedang menimbang sesuatu.

"Benarkah?" gumamnya, lalu mendesah pelan. "Tapi aku tidak suka pria bekas orang lain."

Ia hendak menarik kembali tangannya, namun pria itu lebih cepat. Tangannya yang kuat mencengkeram pergelangan tangan Alea, menariknya lebih dekat hingga tubuh wanita itu menabrak dada bidangnya.

"Sudah pegang, mau kabur?" tanyanya, suaranya terdengar dalam dan penuh keyakinan.

Alea menyeringai kecil.

"Baiklah," katanya, nada suaranya menggoda. "Katakan berapa hargamu?"

Pria itu menatapnya lekat-lekat sebelum menyeringai kecil.

"Aku sangat mahal," ucapnya tenang, lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Alea. "Tapi karena kamu sudah DP duluan, aku akan kasih diskon."

Alea mengernyitkan keningnya.

'Kapan aku DP?' batinnya bingung.

Namun, sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, tubuhnya tiba-tiba melayang. Pria itu mengangkatnya begitu saja dan membawanya keluar dari bar.

Pria itu membawa Alea ke sebuah kamar yang ada di hotel mewah itu. Kamar itu bahkan kamar suite room.

Alea membuka matanya dengan malas saat merasakan tubuhnya dibaringkan di atas sesuatu yang empuk. Kesadarannya mulai sedikit pulih, meski pikirannya masih melayang.

"Kita belum sepakat. Aku tidak mau pria bekas orang lain..." gumamnya lirih.

"Kamu yang pertama," suara pria itu terdengar dekat, sebelum bibirnya menekan bibir Alea dengan cepat.

Alea terkejut, ingin berbicara, namun pria itu tidak memberinya kesempatan. Ciuman yang dalam dan mendominasi membuatnya kehilangan kata-kata. Ia seharusnya menolak, seharusnya mendorong pria itu menjauh, tapi tubuhnya tidak menurut.

Pria itu menyeringai di sela ciumannya.

"Sudah kuduga, ini ciuman pertamamu, kan?"

"Jangan asal bicara!" sahut Alea cepat, berusaha menyangkal. "Aku sudah 24 tahun. Mana mungkin ini ciuman pertamaku?"

Namun, jawaban itu justru membuat pria itu tertawa kecil.

"Benarkah?" tanyanya, nadanya penuh ejekan. "Dasar pembohong!"

Tangan pria itu mencengkeram kedua pergelangan tangan Alea, menguncinya di atas kepala wanita itu. Ia terus melahap bibir Alea, tidak memberinya kesempatan untuk berpikir jernih.

Saat pria itu mulai menelusuri lehernya, tubuh Alea menegang. Ia merasa panas, gemetar, dan untuk sesaat hampir menyerah pada rasa yang menggelitik setiap saraf di tubuhnya. Namun, ketika pria itu menarik tali gaun yang dikenakannya, kesadaran Alea sedikit kembali.

Ia membuka matanya, menatap pria itu, lalu mendorongnya pelan.

"Kenapa?" pria itu bertanya dengan mata yang mulai berkabut. "Menyesal?"

Alea tidak langsung menjawab. Di dalam kepalanya, bayangan Adrian muncul. Tunangan nya itu baru saja ia lihat di ruangan VIP dengan mantan kekasihnya. Adrian benar-benar menyentuh wanita itu, membuat Alea menikmati malam pertunangan mereka dengan cara yang menyakitkan.

Alea menggigit bibirnya. Sakit hati itu kembali menghantamnya. Dia merasa dia tidak pantas saja diperlakukan seperti itu oleh Adrian. Bahkan dia tidak bisa masuk dan melabrak mereka. Itu membuatnya semakin kesal.

Maka, alih-alih menolak, ia justru melingkarkan tangannya di belakang leher pria yang ada di atasnya.

"Tidak juga," bisiknya pelan. "Hanya saja... jika aku tidak puas, maka..."

"Jika kamu tidak puas, aku akan ganti rugi," potong pria itu, sebelum kembali mencium bibir Alea, lebih dalam, lebih panas, penuh dengan nafsu.

Alea tidak bisa berpikir lagi. Ciuman itu membakar semua logika yang tersisa. Ia pasrah, membiarkan dirinya tenggelam dalam lautan emosi yang begitu asing baginya. Membiarkan pria itu menyentuh bagian apapun yang dia kehendaki.

Satu per satu pakaian mereka jatuh ke lantai. Alea sungguh terhanyut dalam setiap ciuman, sentuhan dan cumbuan di setiap inci tubuhnya yang dilakukan pria tampan bertubuh kekar itu.

Hingga pria itu benar-benar menguasai diri Alea sepenuhnya.

Ketika akhirnya pria itu memasukinya, Alea menahan napas. Kepalanya menggeleng perlahan, matanya terpejam menahan sakit yang amat sangat. Tangannya mencakar kuat punggung pria itu, benar-benar sangat kuat.

Pria itu menatapnya, lalu mengecup keningnya dengan lembut saat dia berhasil menembus sesuatu yang sangat sempit di bawah sana.

"Pembohong," bisiknya. "Aku bahkan pria pertamamu. Kamu harus bayar sangat mahal untuk ini!"

Alea tidak menjawab. Ia terlalu sibuk menghadapi sensasi baru yang menyerang tubuh dan pikirannya. Sakit, perih, gatal... tapi juga ada sesuatu yang lain, sesuatu yang mengalir seperti aliran listrik yang membakar setiap inci tubuhnya. Dan itu membuat akal sehatnya sama sekali tidak bekerja. Rasanya bahkan ingin lagi, lagi dan lagi yang lebih dari rasa itu.

Dan saat pria itu mulai bergerak semakin cepat, Alea tahu, ia telah kehilangan dirinya malam ini.

Malam di mana ia memilih pelarian, alih-alih menghadapi kenyataan. Malam di mana ia menyerahkan segalanya kepada pria yang bahkan tidak ia ketahui namanya.

Dan entah sudah berapa kali mereka melakukan hubungan itu sampai pagi menjelang.

To be continued...

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 38. Alea Mulai Jengah

    Alea tertawa miring. Dia menatap Adrian dengan tidak senang."Pikirkan dulu kekasihmu dan calon masa depanmu yang ada di perutnya. Jika dia mendengar hal ini keluar dari mulutmu, aku yakin dia akan marah dan muntah darah!"Suasana pagi itu dingin dan mencekam, seolah udara pun enggan bersentuhan dengan ketegangan yang menggantung di antara mereka. Sorot mata Alea tajam, menusuk seperti pisau yang diasah dengan kemarahan dan kejengkelan yang lama dipendam.Alea mencoba menggertak Adrian. Tapi memang itu benar. Jika Larissa tahu, Adrian sedang merayu Alea, sudah pasti wanita itu akan kebakaran jenggot. Larissa bukan tipe perempuan yang bisa menelan pengkhianatan dengan senyuman.Yang calon istri Adrian, dan yang telah bertunangan dengan Adrian itu memang Alea. Tapi wanita yang merasa memiliki Adrian adalah Larissa. Sebuah ironi menyakitkan yang selama ini Alea coba telan dalam diam.Adrian, dengan segala pesona dan kebanggaannya, tidak pernah berubah. Mendengar ucapan Alea, dia hanya me

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 37. Nyaris Ketahuan

    Kael sama sekali tidak membiarkan Alea jauh darinya. Pria itu terus memeluknya erat, seolah takut kehilangan. Lengannya yang kekar menyelimuti tubuh Alea seperti perisai yang melindungi dari dunia luar. Helaan napasnya stabil dan hangat, menyapu lembut kulit Alea yang sudah berkeringat. Mereka telah melewati malam yang panas, penuh gairah, dan sentuhan yang tak terbendung. Bukan hanya sekali, tapi beberapa kali mereka larut dalam hasrat yang tak tertahan. Hingga akhirnya, tubuh mungil Alea menyerah pada kelelahan. Dia tertidur dalam pelukan Kael, dengan rambut acak-acakan menempel di pipinya yang masih merah karena sisa-sisa hasrat tadi malam.Kael menatap wajah Alea yang tertidur dengan damai. Dalam diam, ia menyentuh pipi Alea, mengusap perlahan dengan ibu jarinya. Wajahnya menyiratkan pergolakan batin yang dalam. Ada hal besar yang belum ia ungkapkan, sesuatu yang selama ini ia pendam sendiri. Dan malam itu, keyakinannya bulat untuk mengakhiri misteri itu."Aku sudah caritahu semua

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 36. Menjadi Simpanan

    Pada akhirnya, Alea harus kembali ke hotel. Kael menahannya cukup lama, sebelum dia bisa menghindar dari pria itu.Masalah yang sedang dia hadapi, bukan masalah ringan yang bisa dia selesaikan sendiri atau bahkan dengan bantuan Kael. Bukan Alea meremehkan Kael, tapi pria itu juga bukan seseorang yang bisa membantunya untuk keluar dari masalah keluarganya dan perusahaan ayahnya.Terlebih lagi, Alea tidak ingin Kael terlibat. Pikir Alea, Kael itu bekerja di klub malam, sebagai seorang pria penghibur. Pasti karena dia benar-benar sangat butuh uang. Mungkin ada masalah besar yang dia alami dalam hidupnya. Alea juga tidak mau menambah beban Kael. Alea pikir, dia hanya ingin bersenang-senang, sebelum kehidupannya akan berakhir di tangan Adrian. Menjadi istri yang hanya sebatas status, bahkan harus menerima anak haram Adrian itu sebagai anaknya.Langkah Alea terasa berat menyusuri lorong hotel yang tampak sepi. Cahaya lampu-lampu gantung berwarna kuning temaram menambah kesan sunyi dan dingi

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 35. Terjerat

    "Kondisinya tidak parah, lebih ke lelah sebenarnya daripada alergi atau semacamnya!" jelas dokter yang memeriksa Larissa.Larissa yang memang tidak bisa bahasa Prancis tampak terdiam dan memperhatikan ekspresi wajah Adrian. Ia mencoba membaca raut wajah kekasihnya itu, berharap bisa menangkap sedikit saja makna dari setiap kata yang diucapkan dokter. Namun semakin ia mencoba, semakin kabur semuanya.'Sial, aku tidak mengerti lagi apa yang dokter ini katakan!' batin Larissa, sambil menelan ludah. Ketidaktahuannya terhadap bahasa itu membuat kepalanya semakin pusing, entah karena kecemasan atau karena sugesti semata.Alea yang sejak tadi memperhatikan wajah Larissa yang tampak bingung, langsung menghampiri wanita itu. Tanpa perasaan bersalah, bahkan dengan nada ringan dan nada yang nyaris seperti bercanda, ia mendekatkan wajahnya ke telinga Larissa lalu berbisik, "Ck, tidak disangka. Ternyata umurmu tinggal sebentar lagi."Suara lirih Alea itu terdengar seperti dentuman petir di telinga

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 34. Fitnah Larissa

    Mata Alea mencoba untuk tidak menoleh ke arah dua sejoli yang sedang dimabuk asmara di depannya itu. Atau mungkin lebih tepatnya, Adrian yang menjadi bucin pada wanita yang sudah jelas-jelas hanya terpikat padanya karena uangnya itu. Tapi yang namanya bucin, Adrian sama sekali tidak bisa melihat dengan jelas apa yang Alea dan Wulan, ibunya Adrian sendiri, lihat pada Larissa. Restoran mewah itu dipenuhi Kilauan cahaya yang terpantul dari lampu gantung kristal yang terkena sinar matahari dari luar, yang berkilau indah di atas kepala mereka. Aroma masakan kelas atas menguar samar dari dapur terbuka di sudut ruangan, diselingi suara piano lembut yang dimainkan live oleh seorang pria tua berjas putih. Tapi semua suasana itu tak mampu membuat hati Alea nyaman. Bahkan alunan musik romantis yang harusnya menenangkan, malah terasa seperti siksaan tambahan. Kedua orang itu sedang makan dengan begitu romantis. Adrian memotongkan daging untuk Larissa, dan Larissa memandang Adrian dengan sangat

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 33. Jadi Obat Nyamuk?

    Dan setelah semua kekesalan Alea, dia kembali harus dibuat darah tinggi dengan permintaan tidak masuk akal Adrian. "Aku tidak mau ikut!" ujar Alea kesal. Nada suaranya meninggi, penuh penolakan yang sudah tidak bisa ditawar. Matanya memancarkan amarah yang sudah berusaha ia tahan sejak tadi pagi. Sudah cukup hari ini dipenuhi kejengkelan dan kini Adrian datang dengan ide gila yang benar-benar membuat darahnya mendidih. Lagian ada-ada saja, masa iya Adrian jalan-jalan dengan Larissa, dia harus ikut. Yang ada dia jadi obat nyamuk. Mending jadi obat nyamuk saja? Larissa si genit itu pasti akan melakukan hal-hal yang membuatnya hipertensi nanti. Alea memeluk tubuhnya sendiri, menahan emosi. Pikirannya dipenuhi skenario menyebalkan. Dia bisa membayangkan Larissa akan merangkul Adrian setiap lima menit, tertawa genit, lalu memamerkan barang-barang yang dibelikan Adrian seperti sedang pamer trofi. Dan dia? Alea akan jadi saksi mata dari hubungan yang menurutnya menjijikkan. Namun, A

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status