Alea tiba-tiba menghadapi kenyataan pahit saat perusahaan ayahnya dinyatalan berada di ambang kebangkrutan. Untuk menyelamatkan keluarganya, ia pun menerima perjodohan dengan Adrian, seorang pria dari keluarga konglomerat yang ternyata menyelingkuhinya! Diliputi amarah dan kekecewaan, Alea melarikan diri ke sebuah bar dan tak sengaja menghabiskan malam dengan seorang pria tampan yang ia kira hanya seorang pria penghibur. Namun siapa sangka pria itu sebenarnya Kaelan Evander Sinclair, seorang bangsawan terpandang yang namanya dihormati di kalangan elite?!
View More"Ayah menjualku?" tanya seorang wanita cantik sambil melemparkan sebuah undangan ke atas meja.
Wajahnya tampak tidak senang. Di atas kertas undangan itu tertera namanya dan nama seorang pria yang selama ini dekat dengannya, pria yang dulu sempat menjadi kekasihnya saat kuliah, tetapi hubungan mereka berakhir karena pria itu mengkhianatinya. Mendengar putrinya berkata seperti itu, pria paruh baya yang merupakan ayah kandungnya menghela napas berat. "Kamu ini bicara apa, Alea? Kenapa berkata seperti itu kepada Ayah? Memangnya orang tua mana yang mau menjual anaknya?" tanya pria bernama Martin Adijaya itu. Alea mengernyitkan kening. "Orang tua mana, tanya Ayah? Ya Ayahlah!" balasnya dengan suara penuh emosi. "Jelas-jelas aku sudah bilang, Adrian itu playboy, tukang selingkuh! Masih mau Ayah menjodohkanku dengannya? Apa namanya kalau bukan menjual anak demi uang?" "Alea..." sela Mira, ibu kandung Alea. Wajah wanita paruh baya itu tampak sedih. Bagaimana bisa putrinya berkata seperti itu kepada ayahnya? "Ayahmu sedang mengalami kesulitan, dan keluarga Nak Adrian menjamin bahwa dia tidak akan pernah melakukan poligami. Bukankah itu artinya keluarganya peduli padamu, Nak?" Mira berbicara dengan lembut kepada putrinya. Dia sungguh hanya menginginkan yang terbaik untuk Alea. Awalnya, dia juga sempat khawatir dengan gosip yang beredar, tetapi karena keluarga Adrian sudah memberikan jaminan, akhirnya dia pun menyetujui keputusan suaminya. Martin kembali menghela napas. Sebenarnya, berat baginya mengambil keputusan ini. Namun, demi nama baik keluarga dan perusahaan yang telah ia bangun selama puluhan tahun, ia menyetujui perjodohan yang diajukan oleh keluarga Adrian sebagai syarat investasi ke perusahaan Adijaya. "Jika bukan demi perusahaan, Nak... Jika bukan demi ribuan orang yang menggantungkan hidup dari perusahaan itu..." "Alea, apa kamu tega? Ayah dan Ibu sudah merawat kita sejak kecil, memenuhi semua kebutuhan dan keinginan kita. Apa salahnya membalas..." Alea menatap kesal ke arah kakaknya. "Kalau begitu, Kakak saja yang menikah!" potong Alea. "Alea!" tegur Martin dengan nada tegas. Bagaimana mungkin kakaknya yang sudah menikah harus menikah lagi? Kakaknya sudah memiliki suami dan anak. Anika, kakak Alea, terdiam. Ia hanya mendengus kesal dan mengalihkan pandangan dari Alea. Sementara itu, Alea tetap bersikeras. Bukan tanpa alasan. Saat kuliah dulu, ia memang pernah berpacaran dengan Adrian, tetapi pria itu mengkhianatinya. Itu sebabnya ia kesal. Hingga kini, ia belum melupakan pengkhianatan itu dan belum membuka hatinya untuk siapa pun. Ia takut terluka lagi. Sakit hati karena patah hati bukanlah hal yang mudah. Butuh waktu lebih dari satu tahun baginya untuk menyembuhkan lukanya. Saat Alea masih tenggelam dalam emosinya, tiba-tiba ayahnya menekan dadanya dengan kuat. "Ayah!" Di rumah sakit, Alea terduduk diam di salah satu kursi tunggu di depan ruangan UGD. Kedua tangannya saling menggenggam erat di pangkuan, seolah berusaha menahan gemetar yang mulai merayapi tubuhnya. Suasana di sekelilingnya terasa hampa, meskipun langkah kaki para perawat dan dokter yang berlalu-lalang seharusnya bisa menjadi pengalih perhatian. Namun, pikirannya terpusat hanya pada satu hal, ayahnya. Semuanya terjadi begitu cepat. Ayahnya tiba-tiba merasa sangat kesakitan, tangannya terus memegang dada, napasnya tersengal hingga akhirnya pingsan dan tak sadarkan diri. Kepanikan melanda seisi rumah. Tanpa pikir panjang, mereka segera membawa Martin ke rumah sakit. "Ayah tidak boleh kenapa-napa," gumam Alea lirih, nyaris tak bersuara. Namun, harapannya itu segera dipatahkan oleh suara tajam yang menusuk telinganya. "Kalau sampai Ayah kenapa-napa, ini karena kamu, Alea!" suara Anika penuh amarah, menusuk langsung ke hatinya. Alea terdiam. Tatapan kakaknya begitu menusuk, seakan menuduhnya sebagai penyebab penderitaan ayah mereka. Anika benar-benar kesal. Bagaimana bisa Alea menolak pernikahan dengan putra seorang konglomerat yang begitu terpandang di kota ini? Bukankah ini kesempatan emas? Pernikahan itu bahkan bisa menyelamatkan perusahaan ayah mereka dari kehancuran. Apalagi, keluarga Adrian sudah menyiapkan surat perjanjian yang menjamin bahwa Adrian tidak akan melakukan poligami. Jika Adrian melanggar, separuh aset keluarganya akan menjadi milik Alea. Lantas, apalagi yang masih dia khawatirkan? "Sudah, sudah. Adikmu juga tidak mau begini," Mira mencoba menenangkan situasi. Namun, bukannya reda, Anika justru semakin kesal dengan sikap Mira yang membela Alea. Ketegangan itu seketika terhenti saat pintu ruang UGD terbuka. Seorang dokter keluar dengan ekspresi serius di wajahnya. Alea, Anika, Mira, dan Rudi, asisten pribadi Martin segera menghampiri dokter itu dengan cemas. "Bagaimana keadaan ayah saya, Dok?" tanya Anika cepat, nada suaranya penuh kekhawatiran. Alea menahan napas, Mira tampak menggigit bibirnya, sementara Rudi memasukkan tangannya ke dalam saku, berusaha tetap tenang. Dokter itu menghela napas sebelum menjawab. "Pasien mengalami serangan jantung. Kondisinya masih sangat lemah. Tolong perhatikan kondisi mental dan fisiknya. Sepertinya pasien sedang mengalami tekanan pikiran yang berat, sehingga stamina dan kesehatannya menurun drastis. Jangan sampai ada hal yang membuatnya terguncang lagi, karena akibatnya bisa fatal." Mendengar penjelasan itu, Anika semakin melirik tajam ke arah Alea. Seakan semua ini memang benar-benar salahnya. Mira segera berkata, "Boleh saya masuk, Dok? Saya ingin menemui suami saya." "Silakan, tapi tolong jangan berbicara terlalu keras dan jangan sampai mengganggu pasien," jawab dokter. Mira mengangguk sebelum masuk ke dalam ruangan. Anika dan Alea hendak menyusul, tetapi langkah Alea terhenti ketika tangan Anika menghadang jalannya. "Kamu tidak usah ikut masuk," ujar Anika dingin. "Kalau Ayah melihatmu, dia bisa semakin emosi. Kamu mau Ayah kenapa-napa?" Alea terdiam. Dalam hatinya, ada banyak hal yang ingin ia katakan. Ia ingin menjelaskan bahwa ia bukan penyebab semua ini. Ia ingin membela diri, ingin mengatakan bahwa ia hanya ingin menentukan jalannya sendiri. Namun, di sisi lain, ia juga tidak mau memperpanjang perdebatan. Dengan napas panjang, ia memilih untuk mengalah. "Nona..." panggil Rudi pelan, khawatir melihat wajahnya yang tampak lelah dan putus asa. Alea menoleh dan tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, Pak Rudi. Masuk saja." Dia menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Karena Ayah sudah baik-baik saja, aku akan pulang. Sampaikan pada Ayah kalau dia sudah sadar... aku setuju dengan pertunangan itu." Alea akhirnya menyerah. Bukan karena tekanan, bukan karena rasa takut. Melainkan karena ia menyayangi ayahnya lebih dari apa pun. Dan tidak mau keluarganya mengalami kesulitan, meski dia sendiri mungkin akan sakit hati lagi karena Adrian. To be continued...Pada akhirnya, Alea harus kembali ke hotel. Kael menahannya cukup lama, sebelum dia bisa menghindar dari pria itu.Masalah yang sedang dia hadapi, bukan masalah ringan yang bisa dia selesaikan sendiri atau bahkan dengan bantuan Kael. Bukan Alea meremehkan Kael, tapi pria itu juga bukan seseorang yang bisa membantunya untuk keluar dari masalah keluarganya dan perusahaan ayahnya.Terlebih lagi, Alea tidak ingin Kael terlibat. Pikir Alea, Kael itu bekerja di klub malam, sebagai seorang pria penghibur. Pasti karena dia benar-benar sangat butuh uang. Mungkin ada masalah besar yang dia alami dalam hidupnya. Alea juga tidak mau menambah beban Kael. Alea pikir, dia hanya ingin bersenang-senang, sebelum kehidupannya akan berakhir di tangan Adrian. Menjadi istri yang hanya sebatas status, bahkan harus menerima anak haram Adrian itu sebagai anaknya.Langkah Alea terasa berat menyusuri lorong hotel yang tampak sepi. Cahaya lampu-lampu gantung berwarna kuning temaram menambah kesan sunyi dan dingi
"Kondisinya tidak parah, lebih ke lelah sebenarnya daripada alergi atau semacamnya!" jelas dokter yang memeriksa Larissa.Larissa yang memang tidak bisa bahasa Prancis tampak terdiam dan memperhatikan ekspresi wajah Adrian. Ia mencoba membaca raut wajah kekasihnya itu, berharap bisa menangkap sedikit saja makna dari setiap kata yang diucapkan dokter. Namun semakin ia mencoba, semakin kabur semuanya.'Sial, aku tidak mengerti lagi apa yang dokter ini katakan!' batin Larissa, sambil menelan ludah. Ketidaktahuannya terhadap bahasa itu membuat kepalanya semakin pusing, entah karena kecemasan atau karena sugesti semata.Alea yang sejak tadi memperhatikan wajah Larissa yang tampak bingung, langsung menghampiri wanita itu. Tanpa perasaan bersalah, bahkan dengan nada ringan dan nada yang nyaris seperti bercanda, ia mendekatkan wajahnya ke telinga Larissa lalu berbisik, "Ck, tidak disangka. Ternyata umurmu tinggal sebentar lagi."Suara lirih Alea itu terdengar seperti dentuman petir di telinga
Mata Alea mencoba untuk tidak menoleh ke arah dua sejoli yang sedang dimabuk asmara di depannya itu. Atau mungkin lebih tepatnya, Adrian yang menjadi bucin pada wanita yang sudah jelas-jelas hanya terpikat padanya karena uangnya itu. Tapi yang namanya bucin, Adrian sama sekali tidak bisa melihat dengan jelas apa yang Alea dan Wulan, ibunya Adrian sendiri, lihat pada Larissa. Restoran mewah itu dipenuhi Kilauan cahaya yang terpantul dari lampu gantung kristal yang terkena sinar matahari dari luar, yang berkilau indah di atas kepala mereka. Aroma masakan kelas atas menguar samar dari dapur terbuka di sudut ruangan, diselingi suara piano lembut yang dimainkan live oleh seorang pria tua berjas putih. Tapi semua suasana itu tak mampu membuat hati Alea nyaman. Bahkan alunan musik romantis yang harusnya menenangkan, malah terasa seperti siksaan tambahan. Kedua orang itu sedang makan dengan begitu romantis. Adrian memotongkan daging untuk Larissa, dan Larissa memandang Adrian dengan sangat
Dan setelah semua kekesalan Alea, dia kembali harus dibuat darah tinggi dengan permintaan tidak masuk akal Adrian. "Aku tidak mau ikut!" ujar Alea kesal. Nada suaranya meninggi, penuh penolakan yang sudah tidak bisa ditawar. Matanya memancarkan amarah yang sudah berusaha ia tahan sejak tadi pagi. Sudah cukup hari ini dipenuhi kejengkelan dan kini Adrian datang dengan ide gila yang benar-benar membuat darahnya mendidih. Lagian ada-ada saja, masa iya Adrian jalan-jalan dengan Larissa, dia harus ikut. Yang ada dia jadi obat nyamuk. Mending jadi obat nyamuk saja? Larissa si genit itu pasti akan melakukan hal-hal yang membuatnya hipertensi nanti. Alea memeluk tubuhnya sendiri, menahan emosi. Pikirannya dipenuhi skenario menyebalkan. Dia bisa membayangkan Larissa akan merangkul Adrian setiap lima menit, tertawa genit, lalu memamerkan barang-barang yang dibelikan Adrian seperti sedang pamer trofi. Dan dia? Alea akan jadi saksi mata dari hubungan yang menurutnya menjijikkan. Namun, A
Belum hilang rasa kesal Alea, dia harus kembali kehilangan ketenangan gara-gara Adrian mengetuk pintu kamarnya dengan kasar. Bahkan ketika Alea pura-pura tidak mendengarnya, Adrian tetap tidak menyerah. Laki-laki itu bahkan mengganggunya lewat pintu dari balkon, membuat Alea hampir melemparkan bantal ke arah pintu saking jengkelnya."Alea, buka! Ibuku telepon!" pekiknya, sambil menggoyangkan gagang pintu balkon dengan penuh tekanan. Suaranya yang berat dan mendesak membuat Alea semakin geram. Ia menutup matanya rapat-rapat, berusaha keras menahan diri agar tidak berteriak.Menghela napas panjang dengan kasar, akhirnya Alea pun bangkit dari duduk manisnya. Langkahnya berat dan penuh ketidaksukaan ketika ia membuka pintu balkon itu. Udara dingin langsung menerpa kulitnya, seolah ikut memperburuk suasana hati Alea."Sayang..."Tatapan Adrian segera teralihkan ke arah lain. Di sana, Larissa tampak sudah berdandan rapi. Rambut panjangnya digerai sempurna, bajunya yang mahal memeluk tubuhn
Adrian masih tampak begitu kesal, ia menunggu Alea di dalam kamar Alea. Ia bilang pada Larissa bahwa dirinya akan mengurus reservasi restoran untuk makan malam romantis mereka berdua di salah satu restoran terbaik di Paris. Para pria memang pandai merangkai kata-kata manis. Bahkan ketika berbohong, rasanya sulit bagi wanita untuk tidak mempercayainya. Ucapan-ucapan mereka begitu meyakinkan, seakan-akan kebenaran ada di setiap nadanya, padahal semua itu hanya permainan kata semata.Tangannya mengepal kuat, seolah menahan gejolak amarah yang sudah membuncah di dadanya. Napasnya memburu, matanya merah menahan emosi. Masalahnya, dia bahkan tidak bisa menemukan ke mana perginya Alea sejak semalam. Ia sudah mencari ke berbagai penjuru hotel, memeriksa satu per satu kemungkinan yang ada. Bahkan, untuk mengetahui lebih lanjut, Adrian mengeluarkan banyak uang demi mendapatkan akses ke rekaman kamera pengawas di seluruh koridor hotel. Ia berpikir, setidaknya rekaman itu bisa memberinya sedikit
Alea merasa kepalanya masih sedikit pusing, tapi gangguan yang lebih mengusik datang dari silaunya cahaya terang yang menembus kelopak matanya. Ya, seperti itulah saat sinar matahari pagi menyusup dari celah-celah tirai dinding kaca kamar hotel itu. Hangatnya menelusup ke kulit, namun menyakitkan di mata yang masih lelah."Kael."Begitu Alea membuka mata, nama itu langsung meluncur dari bibirnya. Suaranya parau dan pelan, seolah hanya ingin memastikan dirinya sendiri bahwa malam tadi bukan sekadar mimpi.Dengan tubuh yang masih berat, Alea mengubah posisinya menjadi duduk, bersandar pada sandaran tempat tidur yang empuk. Tangannya terangkat, mengusap wajah yang masih kusut oleh sisa-sisa tidur dan ingatan semalam yang menghantui pikirannya. Matanya menelusuri seisi kamar, menelisik setiap sudut, namun tak ada tanda-tanda keberadaan Kael di sana. Hanya keheningan dan aroma samar parfum pria yang masih tertinggal di udara.Alea menarik napas panjang dan berat. Ia ingat apa yang terjadi
Adrian yang melihat Alea keluar dari kamarnya, bergegas menuju ke kamarnya, dan membuka pintu yang membatasi balkon dengan kamarnya. Tanpa dia sadari, apa yang dia lakukan secara terburu-buru itu malah membuat suara yang cukup keras. Hingga Larissa terbangun."Sayang, ada apa?" tanya Larissa yang menyingkap selimutnya dan bangun, lalu merubah posisinya menjadi duduk. Rambut panjangnya yang tergerai berantakan menambah kesan lembut dari wajahnya yang masih terlihat lelah. Matanya setengah terbuka, berusaha memahami apa yang sedang terjadi.Adrian mengepalkan tangannya. Dia benar-benar tinggal satu langkah lagi mendapatkan Alea tadi. Nyaris saja, dan semua itu harus gagal sekarang. Napasnya masih memburu, bukan karena kelelahan, tapi karena emosi yang terpendam. Dia hampir memiliki Alea, hampir menguasainya sepenuhnya. Tapi suara pintu itu... suara bodoh itu membangunkan Larissa."Sayang, peluk!" kata Larissa yang merentangkan tangannya minta dipeluk oleh Adrian, seperti biasanya ketik
Adrian terus menatap Alea. Wajah Alea sudah memerah. Pria itu melihat ke arah gelas yang di letakkan Alea di atas meja. Meski minuman yang dia tuang hanya seperempat gelas. Tapi, masalahnya bukanlah di minuman itu. Karena sebenarnya, Adrian mengoleskan obat di bibir gelasnya. Jadi ketika Alea minum, otomatis obat itu masuk ke mulutnya juga. Alea merasa sangat tidak nyaman. Matanya berat, dah tubuhnya terasa ada sensasi yang membuatnya merasa aneh. "Aku mengantuk, terima kasih minumannya. Aku..."Alea menjeda ucapannya ketika dia merasa kepalanya mulai pusing. Awalnya Alea pikir dia mabuk, tapi masa iya, hanya satu gelas saja mabuk. Dia mencoba menepis pikiran itu, mengira tubuhnya hanya lelah. Namun, saat dia mencoba berdiri dari duduknya, kepalanya seperti berputar. Tubuhnya pun terasa aneh, seolah ada sesuatu yang merayap dalam aliran darahnya.Rasa panas menyergap tubuhnya dengan cepat. Tenggorokannya terasa kering seperti padang pasir, haus yang tiba-tiba datang menyerang tanpa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments