Share

Sinyal Cinta CEO Duda
Sinyal Cinta CEO Duda
Author: Rich Mama

Direndahkan Dan Diusir Mertua

"Ambil uang ini dan tinggalkan Raka Dewangga sekarang juga!" ucap mertua Nazwa lantang seraya meletakkan segenggam uang seratus ribuan di meja dekat Nazwa sedang duduk.

Tubuh Nazwa terdiam kaku di tempatnya. Ia tidak pernah menyangka jika mama mertuanya datang tiba-tiba dan memintanya meninggalkan sang suami tercinta.

"Apa salah Nazwa, Ma?" tanya wanita itu dengan menahan air matanya agar tidak terjatuh.

Suasana malam itu berubah seketika. Harusnya Nazwa tengah berbahagia karena hari itu adalah hari anniversary pernikahannya dengan Raka—sang suami yang ke delapan.

Namun yang terjadi sungguh di luar dugaannya. Mama Raka yang biasanya tidak ikut campur dengan hubungan rumah tangganya, kini dengan berani mencoba mengusirnya.

Wanita paruh baya itu berjalan memutari menantunya yang mulai beranjak dari tempatnya. Ia bisa melihat menantunya yang lemah tak berkutik di dekatnya.

"Keluarga Dewangga membutuhkan seorang cucu laki-laki yang akan menjadi penerus kekayaan keluarga ini. Dan kamu tidak mampu memberikannya, Nazwa!" hardiknya kemudian.

Nazwa masih terdiam. Ia tak mampu untuk menentang ucapan dari sang mama. Apa yang dikatakan wanita paruh baya itu memang benar. Hanya saja pernyataannya tersebut begitu menyakitkan baginya.

Dengan langkah pelan penuh gaya elegan, Rosalia—sang mertua mendekat ke arah Nazwa. Berbisik lembut namun kata-katanya sangat menusuk.

"Ternyata selain miskin, kamu juga mandul. Rahimmu tidak berguna!" Wanita paruh baya itu tersenyum sinis. Merasa senang bisa mempermalukan menantunya.

Bagai tertimpa reruntuhan, tubuh Nazwa terasa begitu lemah. Seolah tidak mampu lagi untuk menampung beban tubuhnya sendiri. Hatinya terasa hancur dihina oleh perempuan yang ia anggap sebagai mama kandungnya sendiri.

"Cukup, Ma. Hentikan!" Nazwa tidak tahu lagi harus berkata apa.

"Ambil ini!" Mama Raka mengambil kembali uang yang sudah diletakkannya. Ia memberikan uang itu kepada Nazwa. "Segera pergi dari sini sebelum Raka pulang. Seharusnya wanita sepertimu itu sadar diri."

Nazwa terkesiap. Ia tak ingin lagi berdiam diri. Dengan cepat tangannya meraih uang itu. Kemudian ia lemparkan dengan sangat kasar di depan mama mertuanya yang sok kaya tersebut.

"Nazwa tidak butuh uang ini. Nazwa akan pergi dari rumah ini sekarang juga."

Setelah Nazwa mengatakan kalimat itu, tiba-tiba pintu rumah terbuka.

"Sayang, aku pulang."

Suara ramah dan lembut dari sang suami membuat Nazwa merasa sedih. Apakah ia sanggup jika harus meninggalkan Raka. Sementara dirinya sudah tidak kuat jika harus selalu direndahkan.

Nazwa dan sang mertua beralih tatap ke arah Raka. Mereka kebingungan untuk menjelaskan apa yang telah terjadi.

"Nazwa, ada apa ini?" tanya Raka pelan. Lelaki itu menghampiri sang mama.

"Mama, kenapa ke sini tidak bilang-bilang? Harusnya Mama kabari Raka terlebih dahulu," protes Raka seraya mencium punggung tangan mamanya.

Mama Raka mulai memperlihatkan wajah sedihnya. Ia mulai bersandiwara di depan putra semata wayangnya.

"Lihatlah, Raka. Kelakuan istrimu. Dia melemparkan uang yang mama berikan kepadanya. Sungguh tidak sopan."

Wanita paruh baya itu kembali menatap sinis kepada Nazwa tanpa sepengetahuan Raka.

"Mama tidak tahu kenapa Nazwa marah dan berusaha untuk melukai Mama. Mama hanya ingin bertanya apakah dia sudah hamil atau belum. Itu saja, Raka. Untung kamu segera pulang."

Raka mulai terpengaruh oleh ucapan mamanya. Padahal ia berharap kepulangannya disambut hangat oleh istrinya dengan sebuah senyuman yang menyejukkan hatinya.

"Apakah itu benar, Nazwa?" tanyanya meyakinkan.

"Tidak, Mas. Itu tidak benar. Aku bisa jelaskan semuanya." Nazwa berusaha membela diri.

Raka sudah terbawa emosi. Ia tidak suka jika Nazwa bersikap kurang ajar terhadap mamanya. Ia pikir istrinya tersebut selalu hormat kepada mamanya.

"Seharusnya kamu tahu, Nazwa. Selama ini Mama sudah sabar menantikan kehadiran seorang cucu dari pernikahan kita. Harusnya kamu tidak marah-marah seperti itu."

Raka menarik nafas dalam. Lalu menghembuskannya secara perlahan. Ia tidak ingin ada pertengkaran di antara mereka.

"Minta maaf kepada Mama. Lalu masuk kamar," perintah Raka.

"Sial! Raka tidak mengusir wanita itu," batin mama Raka. Ia benar-benar muak dengan menantunya. Diam-diam wanita paruh baya itu sudah memiliki calon istri baru untuk Raka.

Dengan perlahan Rosalia mendekati putranya kembali. Ia tidak ingin Nazwa tetap tinggal di rumah itu.

"Kamu harus ingat Raka. Jika kamu tetap membiarkannya di sini, maka kamu harus bersiap untuk segalanya."

Semua kekayaan Raka adalah fasilitas dari mamanya. Termasuk perusahaan yang sedang dipegangnya saat ini. Sehingga Raka harus tunduk kepada Rosalia.

"Mama sudah mendapatkan calon istri pengganti yang layak untukmu. Yang bisa hamil anak kamu. Tidak seperti wanita mandul ini," lirih mama Raka.

"Tapi, Ma?" protes Raka.

Sebenarnya lelaki itu ikut merasakan sakit hati seperti istrinya. Apalagi Nazwa dikatai mandul oleh mamanya sendiri. Namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.

Sementara Nazwa sudah masuk ke dalam kamarnya untuk berkemas. Ia membawa baju beberapa potong. Wanita itu benar-benar akan pergi malam ini.

"Tidak ada tapi-tapian, Raka. Kamu harus nurut sama Mama. Biarkan saja wanita itu pergi dari rumah ini."

Nazwa berpamitan dengan Raka dan mencium punggung tangan suaminya sebelum benar-benar pergi dari rumah itu.

Raka hanya bisa diam melihat istrinya diusir dari rumah sendiri. Sungguh, ia tidak ingin berpisah dengan Nazwa. Tetapi Raka juga tidak bisa menentang keinginan mamanya.

"Aku pergi, Mas. Semoga Mas bahagia dengan istri baru Mas nanti."

Nazwa berjalan pelan menuju pintu utama. Air matanya tidak mampu untuk dibendung lagi. Tangannya bergetar hebat ketika memegang gagang pintu rumah itu.

"Nazwa, jangan pergi!" teriak Raka kemudian. Lelaki itu masih sangat mencintai istrinya. Sungguh tidak rela jika Nazwa meninggalkannya begitu saja.

"Selangkah kamu keluar dari pintu rumah, maka jangan pernah kembali lagi ke rumah ini. Jika kamu mengejar Nazwa, maka semua fasilitas yang mama berikan akan mama cabut kembali," teriak Rosalia cukup keras.

Raka hanya bisa pasrah. Dia tidak sanggup jika hidup miskin.

"Lebih baik untuk saat ini aku menurut saja kepada mama," batin Raka tidak punya pilihan lain.

Di malam yang sangat dingin, Nazwa benar-benar pergi dari rumah mewah yang selama delapan tahun sudah menemaninya. Ia berjalan seorang diri dengan hati yang telah hancur.

Nazwa tidak tahu harus pergi ke mana malam-malam seperti itu. Ia terduduk di tepi jalan sambil menangis tersedu. Hingga tiba-tiba wanita itu menyadari ada seseorang yang mengulurkan sebuah saputangan kepadanya.

"Hapus air matamu Nazwa," lirih seorang lelaki kepadanya.

Seketika Nazwa mendongakkan kepalanya. Ia seperti mengenali suara yang baru saja masuk melalui indera pendengarannya.

"Erland?" Kata itu keluar dari bibir mungil milik Nazwa begitu saja. Ia tidak pernah menyangka bisa bertemu kembali dengan sosok Erland Sanjaya. Sahabat masa SMA-nya.

"Maaf, aku harus segera pulang." Cepat-cepat Nazwa menghapus air mata dengan tangannya. Lalu berdiri dari tempatnya dan melangkah untuk pergi. Ia tidak mau orang lain tahu akan masalah yang sedang dialaminya.

"Nazwa, tunggu!" tahan Erland. Lelaki itu menyimpan kembali saputangan yang diabaikan oleh Nazwa.

Entah mengapa tiba-tiba hati Nazwa merasa deg-degan. Wanita itu refleks menghentikan langkahnya.

"Ada apa Erland?" tanyanya penasaran.

"Apakah kita bisa bersahabat lagi seperti dulu?" Erland mengulurkan tangannya diiringi dengan sebuah senyuman yang tulus. Ia sangat berharap Nazwa membalas uluran tangannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status