Delapan tahun menjalani pernikahan, Nazwa dianggap mandul. Ia direndahkan oleh mertua dan diusir di depan Raka—suaminya. Nazwa pun pergi seorang diri dengan hati yang telah hancur. Ketika Nazwa merasa tak ada lagi yang peduli dengannya, seseorang dari masa lalu hadir dan mulai mewarnai hidup Nazwa yang terasa sunyi. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menerima ajakan menikah dari CEO duda bernama Erland Sanjaya. Namun di saat yang sama Raka meminta Nazwa untuk menerimanya kembali karena lelaki itu masih sangat mencintainya. Akankah Nazwa melanjutkan pernikahannya dengan Erland? Atau justru menerima sang mantan suami yang ingin memperbaiki hubungan mereka kembali?
View MoreHallo .... Terima kasih readers yang sudah baca cerita aku sampai selesai.FYI, untuk cerita Alsha, Alma, dan Dito akan dilanjutkan di novel baru berikutnya ya? Dengan judul "Skandal Calon Kakak Ipar" belum fix. Kira-kira Dito bakalan menikah sama Alsha atau Alma ya?Untuk saat ini mampir dulu di cerita keduaku yang berjudul "Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan" nggak kalah seru kok. Hehehe.Dan ini ada cuplikan kisah Alsha setelah pulang dari luar negeri ya .... Cekidot pemirsah!***"Hai calon adik ipar. Tumben ngajakin ketemuan," ucap Alma kepada Marco—kekasih baru Alsha.Tiba-tiba Marco meminta Alma menemuinya di sebuah kafe. Kafe itu letaknya berada di dekat dengan apartemen milik Alsha yang dibelikan oleh Dito."Kamu apa kabar, mantan?" Bukannya menjawab pertanyaan Alma, Marco justru menggodanya dengan sebuah pertanyaan."Seperti yang kamu lihat. Aku sedang bad mood. Aku merasa jika Dito sengaja menjauhiku. Dia lebih betah kerja di luar kota tanpa menghubungiku sama sekali.
Seperti dugaannya Nazwa bahwa yang mengirim pesan adalah Bi Nanik. Wanita paruh baya itu mengatakan jika tidak bisa datang karena anaknya sedang sakit dan tidak mau ditinggal.Seketika raut wajah Nazwa berubah menjadi sedih. Ia tahu bagaimana perasaan seorang Ibu jika anak mendadak sakit."Semoga anaknya cepat sembuh ya, Bi. Bibi fokus saja sama anak Bibi. Nazwa tidak masalah kok."Setelah mengirimkan pesan itu Nazwa mengabari Erland. Lelaki tampan itu berjanji akan segera pulang jika pekerjaan di kantor telah selesai dan bisa dilimpahkan kepada sang sekretaris.Nazwa merasa lega. Ia meletakkan ponselnya. Namun kali ini handphone itu berbunyi lagi. Sebuah telepon dari nomor baru."Hallo, dengan siapa di sana?" sapa Nazwa ramah.Namun beberapa detik lamanya hanya sebuah kesenyapan yang ada."Maaf, kalau begitu saya tutup teleponnya.""Nazwa tunggu. Ini aku. Maaf ....""Mas Raka?" lirih Nazwa kemudian. Sudah lama ia tidak bercakap-cakap dengan mantan suaminya tersebut."Hari ini aku dan
"Kak Alma yakin dengan semua rencana ini? Kakak nggak akan nyesel?""Nggak mungkin lah aku nyesel. Dan kamu Alsha, aku udah bilang. Nggak perlu panggil kakak. Kita itu hanya selisih beberapa menit saja lahirnya.""Tapi kata Papa—""Udah deh. Sekarang kamu harus siap-siap. Pakai gaun ini."Alsha melihat gaun pemberian Alsha. Terlalu minim dan terbuka. Ia tidak terbiasa memakai pakaian seperti itu."Alsha nggak mau pakai gaun ini. Biarkan aku pakai baju aku sendiri ya, Kak?""Terserah deh! Yang penting kamu beneran datang ke tempat yang udah dijanjiin."Alsha mengangguk saja. Ia segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan seluruh tubuhnya."Nggak usah lama-lama!" teriak Alma mengingatkan.Alsha hanya diam dan melanjutkan aktivitasnya di dalam kamar mandi.Setelah menunggu cukup lama, Alsha keluar dari kamar sudah mengenakan pakaian pilihannya."Kamu cantik juga kalau dandan begini," goda Alma kepada Alsha."Mama dan Papa ke mana?" tanya Alsha kemudian."Mereka lagi ada janji sama Om
"Seila?" batinnya kemudian.Wanita itu datang bersama anaknya yang merengek meminta kue donat."Sebentar Alin, kamu harus sabar." Seila mencoba menenangkan anaknya. Gadis kecil itu terdiam sejenak. Kemudian memandangi Erland."Papa? Dia Papa 'kan, Ma?" ucap Alin dengan wajah yang berseri.Erland terlihat bingung. Bagaimana bisa gadis kecil itu menganggapnya sebagai papanya."Kenapa Papa diam saja, Ma? Kenapa tidak menyapaku?" Alin menarik-narik baju mamanya.Seila pun ikut bingung. Selama ini ia telah berbohong dengan mengatakan bahwa Erland adalah papa dari anaknya. Sedangkan papa kandung putrinya tersebut sudah pergi entah ke mana.Erland mendekati gadis kecil itu. Ia kemudian berjongkok."Hai, gadis cantik. Nama kamu Alin ya? Maaf, ya. Saya bukan papa kamu. Mungkin hanya mirip. Om, pergi dulu ya?" pamit Erland seraya mengacak lembut rambut Alin.Seila merasa kecewa. Harusnya Erland tidak berkata seperti itu. Hingga membuat raut wajah Alin semakin sedih."Mas Erland, tunggu!" teriak
"Baby twins pup lagi Sayang," jawab Erland dengan memasang wajah kesal. Niatnya ingin bercanda agar mengundang tawa. Sedangkan bayi di depannya tersenyum-senyum setelah sisa kotorannya berhasil dibersihkan oleh papanya. "Lihatlah, dia mengejekku." Erland merasa gemas dengan putrinya. "Iya, Bu Nazwa. Yang ini juga. Hehehe. Mereka selalu sehati." Bi Nanik terkekeh. Ia ikut merasa gemas dengan tingkah si baby kembar yang belum memiliki nama tersebut. Nazwa pun tertawa. Namun lirih dan pelan. Ia merasakan perutnya masih sakit. Rasanya seperti ingin terbelah saja saat ia refleks tertawa. "Sayang, kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Erland khawatir karena melihat istrinya meringis menahan rasa sakitnya. "Aku baik-baik saja. Aku mau ke toilet sebentar." "Aku akan mengantarkan kamu." "Tidak perlu, Mas. Kamu harus menjaga anak kita. Kasihan Bi Nanik nanti pasti kerepotan." Dengan berat hati Erland harus mengalah. Sejujurnya ia tidak tega kepada Nazwa. Tetapi baby kecil yang lucu itu juga
Erland merasa kikuk. Ia tidak ada niat sama sekali untuk berhubungan dengan Cintya. Baginya, wanita itu sangat berani."Kok diam aja? Come on, Erland. Saya hanya meminta tolong saja. Tidak lebih," ujar Cintya yang nada bicaranya terdengar lain di telinga Erland.Lelaki itu tidak ingin mengecewakan Cintya. Ia takut jika wanita itu akan membatalkan kerjasamanya jika Erland tidak mau membantunya."Ba–baiklah."Erland beranjak dari duduknya. Ia berharap jika Ridwan segera datang dari arah toilet.Benar saja. Sahabat Erland tersebut telah kembali dari toilet."Erland mau ngapain?"Pandangan mata Erland beralih ke Ridwan. Ia memberikan sebuah kode agar lelaki itu segera menghampiri mereka."Em, Cintya. Maaf. Tiba-tiba perut saya terasa sakit. Itu Ridwan telah kembali. Kamu bisa meminta tolong kepadanya."Dengan cepat Erland meninggalkan tempat itu. Ia segera berjalan menuju toilet."Cintya, apa yang kamu lakukan kepada Erland? Kamu mencoba untuk menggodanya?""Kenapa kamu harus kembali secep
Nazwa masih mencari keberadaan perempuan itu, tetapi ia gagal menemukannya."Sepertinya ia sudah pergi. Apakah aku harus menceritakan tentang hal ini kepada Mas Erland. Apakah mungkin ada hubungannya dengan ya?"Dengan berat hati Nazwa mengurungkan niatnya untuk membuntuti perempuan itu. Ia memilih untuk ke ruangan suaminya. Niatnya dari semalam adalah ingin cepat-cepat bertemu Erland. Giliran sekarang sudah berada di rumah sakit, ia justru menginginkan hal lain.Nazwa berjalan santai ke ruangan yang tafi sempat ditunjukkan oleh Ridwan. Dengan perlahan wanita itu membuka pintu ruangan Erland.Seketika Ridwan dan Erland melihat ke arah pintu secara bersamaan."Em, yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga!" ujar Ridwan menyindir.Nazwa terlihat kikuk. Ia terlalu lama jika tadi beralasan ke toilet. Wanita itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Em, kalian belum makan?" tanyanya ragu-ragu."Maaf, saya sudah makan duluan. Hehehe. Habisnya Pak Erland tidak mau makan kalau bukan Ibu Na
"Tunggu!" teriak seseorang kepada Nazwa.Nazwa, Raka, dan Rosalia menoleh ke arah sumber suara."Ridwan?" lirih Nazwa."Ma, kenapa dia bisa ada di sini? Jadi dia juga belum mati?" ujar Raka kepada mamanya.Lelaki itu menganggap bahwa Ridwan ikut meninggal bersama pesawat yang kecelakaan waktu itu. Karena memang Ridwan dan Erland sempat terpisah di perjalanan."Ibu Nazwa. Aku hanya ingin mengatakan jika Raka lah penyebab Pak Erland kalah tender. Dia yang telah berbuat curang. Mencuri semua ide Pak Erland dengan cara yang licik. Dia bertaruh dengan Pak Erland.""Mas Erland taruhan?" Nazwa tampak kecewa. Tetapi semua sudah terlanjur."Nanti saya akan jelaskan semuanya. Tolong Ibu Nazwa jangan menandatangani surat perjanjian itu."Rosalia berjalan mendekati Ridwan. "Kamu tidak perlu ikut campur Ridwan.""Cukup, Tante! Pergi dari sini saya tidak butuh ini." Nazwa melemparkan surat perjanjian berserta bolpoin itu kepada Rosalia."Awas saja kalian. Aku tidak akan tinggal diam."Raka dan Rosa
"Kenapa Mas Raka ke sini? Kita sudah tidak ada urusan lagi."Nazwa merasa geram. Ingin sekali ia mengusir Raka dengan cara kekerasan. Namun lelaki itu justru menunjukkan wajah yang penuh kesedihan."Nazwa, kamu sekarang tinggal di sini?" tanya Raka kemudian. Ia melihat ke arah atas sejenak agar air matanya tidak menetes."Iya, Nazwa tinggal di sini. Mas Raka senang 'kan? Mas Raka puas 'kan? Sebaiknya Mas Raka segera pulang."Nazwa memutar tubuhnya. Ia akan meninggalkan Raka seorang diri."Nazwa, aku rindu kamu!" Tiba-tiba tangan Raka menahan pergelangan tangan Nazwa.Nazwa mencoba melepaskan genggaman tangan Raka, tetapi lelaki itu justru mendorong kedua bahu mantan istrinya hingga tubuh Nazwa menyentuh dinding rumahnya.Raka mendekatkan bibirnya. Ia sangat merindukan momen bersama Nazwa dulu saat awal-awal menikah."Cukup, Mas Raka. Jangan seperti ini." Nazwa mengalihkan wajahnya."Aku masih mencintaimu, Nazwa. Mengertilah. Kamu sebenarnya juga masih cinta kepadaku 'kan? Katakan, Naz
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.