Share

3. Kehabisan Kata

Perkataan wanita yang kini mengusap lembut bahu Selena itu sebetulnya perkataan yang sangat serius, yang ditujukan pada putranya. Karena ia tahu pasti bagaimana kepribadian putranya yang sangat menjengkelkan itu.

Namun, bagi keluarga Selena yang tidak mengetahui keseharian sang pemuda yang terlihat begitu tenang dan penuh kharisma, tentu saja beranggapan bahwa apa yang dikatakan oleh wanita anggun mengenakan dress batik panjang turunan bangsawan itu hanyalah candaan semata.

Kendatipun seluruh anggota keluarganya tertawa, Selena hanya menyeringai samar. Kemunculan sosok lelaki beparas menawan khas putra bangsawan itu sama sekali tak menggoyahkan hatinya. Jantungnya memang berdetak sedikit lebih cepat dari biasanya, namun sama sekali bukan karena jatuh cinta pada pandangan pertama layaknya roman picisan, alih-alih, yang ada justru sebaliknya. Sengatan kejengkelan yang disebabkan oleh tatapan meremehkan lelaki itulah penyebabnya.

Jika ibunya berharap kedua pipinya merona merah karena merasa terpsona dengan kemunculannya yang begitu menyilaukan, maka Selena sungguh berharap ibunya segera terbangun dan menghadapi kenyataan yang mungkin saja akan membuatnya semakin frustrasi.

Namun demikian, Selena tidak sekeras kepala itu. Sebetulnya, dirinya merasa cukup bersalah ketika melihat sang ibu frustrasi memikirkan dirinya. Tapi, kenapa harus lelaki seperti ini yang diundangnya datang ke rumah?

Di sisi lain, Arjuna sama sekali tak bereaksi dengan peringatan yang diberikan ibunya. Alih-alih tersenyum untuk sekadar basa-basi, pemuda jangkung yang berusia 27 tahun itu hanya mentap Selena datar. Sudut bibirnya bahkan hanya bergerak ke atas satu mili.

“Aku justru khawatir Selena-lah yang membuat Arjuna takut, Siren,” seloroh ibu Selena seraya terkekeh pelan. Membuat Selena segera melempari ibunya dengan gestur cemberut sementara yang lain tergelak. Kecuali Arjuna tentu saja. Lelaki itu masih setia dengan wajah datarnya. Dunianya seakan telah mati rasa. Entah karena apa, Selena sama sekali tak berniat mencaritahu.

Dua keluarga itu pun menuju ruang makan yang terletak di ruangan sebelah ruang tamu. Tersekat oleh dinding batu alam, yang memiliki tanaman rambat yang memenuhi dinding dari sisi dapur. Disempurnakan dengan pot-pot tanaman yang berukuran cukup besar di setiap sudut, sementara di rak dan meja-meja, tanaman lili putih menjadikan nuansa alam di ruang makan dengan dapur terbuka itu semakin segar dan nyaman. Dan tentu saja, seluruh tanaman hias yang ada di dapur itu adalah tanaman yang tidak berbahaya dan tetap mengeluarkan oksigen sekalipun di malam hari. Selena-lah yang menghendaki desain interior seperti itu, yang katanya, bisa mengalirkan ide dengan sangat deras ketika ia menulis.

Meja makan berbentuk persegi panjang yang terbuat dari kayu itu tampak penuh oleh hidangan makan malam yang sangat menggiurkan.

Dan tentu saja, semua yang ada di meja makan itu adalah hasil kerja keras Alin yang merupakan seorang koki profesional dalam keluarga. Dibantu oleh sang ibu dan dua asisten rumah tangga mereka. Dan hal itu, dipaparkan oleh ayah Selena pada tamu istimewanya dengan perasaan bangga. Membuat Alin segera saja salah tingkah. Ayahnya selalu seja mengapresiasi hal sekecil apa pun yang dilakukan oleh putra-putrinya. Mendukung hal-hal baik jenis apa pun yang menjadi minat mereka. Membuat mereka tumbuh dengan penuh percaya diri dengan kemampuan yang mereka miliki. 

Alin bukanlah koki profesional peraih medali michelin, namun, ia adalah seorang dokter muda berbakat yang gemar memasak hingga mengambil kursus memasak di sebuah akademi profesional ketika SMA. Dan sepertinya, kegemarannya itu sungguh menjadi keberuntungan besar bagi Selena yang selalu dengan sesuka hati meminta sang kakak untuk membuatkan beraneka macam makanan yang ia inginkan. Yang entah bagaimana, bakat dan ketekunan kakaknya itu sama sekali tak membuatnya serta merta tertular layaknya virus yang dengan mudah berpindah hanya dengan sebuah sentuhan. Alih-alih, kemampuan Selena benar-benar seperti see saw di mana posisinya berada di dasar membentur tanah, sementara sang kakak terbang tinggi mengepakkan kedua sayap emasnya. 

“Wah, kau memiliki pesaing berat, Arjuna,” gumam ayah Arjuna yang berjalan beriringan dengan ayah Selena seraya mengedarkan pandangannya ke atas meja makan dari ujung ke ujung, sorot matanya berbinar-binar seperti kejora yang menatap penuh kekaguman. Begitu juga dengan ibu Arjuna yang segera saja duduk begitu Selena menarikkan kursi untuknya.

“Apakah Arjuna juga suka memasak seperti Alin?” sahut ibu Selena sedikit terkejut dengan pernyataan ayah Arjuna, tersenyum dengan kedua mata terbuka lebar, seakan tak mempercayai kenyataan yang baru saja dipaparkan secara tidak sengaja itu.

“Ya, Arjuna tidak pernah makan masakan orang lain, Laras. Dia hanya makan makanan yang dibuatnya sendiri. Bahkan bocah nakal itu tak mau makan makanan yang susah payah kubuatan untuknya.” Itu ibu Arjuna yang menjawab, sedikit menggerutu dan memanyunkan bibirnya yang mungil dan merona dengan indah, melirik putranya yang kini duduk tepat di hadapan menantu idamannya, yang dilihat dari reaksinya, sepertinya tidak sengaja melakukannya.

Namun, lirikan itu jelas sekali bukan lirikan bangga sebagaimana yang dilakukan ibu Selena pada sang kakak. Alih-alih bangga, di mata Selena, lirikan itu bahkan terkesan seperti bentuk sebuah kejengkelan. Yang entah karena alasan apa, Selena sama sekali tidak ingin mencari tahu.

Setelah melirik putra semata wayangnya yang sama sekali tak menunjukkan reaksi apa pun, wanita anggun itu tersenyum lebar penuh ketulusan begitu menoleh ke arah Selena. “Sayang, apakah kau juga suka memasak?” tanyanya dengan tatapan begitu lembut yang membuat Selena semakin sungkan jika hendak mengacaukan makan malam ini.

Sebuah pertanyaan yang membuat Selena nyengir kuda sementara ayah dan kakaknya tergelak. “Gadis ini sama sekali tidak pandai memasak, Siren. Dia hanya bisa merebus air dan memasak mie instan,” sahut ibu Selena seraya menyeringai lebar.

“Aku ingat, dapur kami bahkan hampir meledak dua tahun lalu ketika Selena dengan begitu keras kepala ingin memasak sendiri. Benar tidak, Selena?” Alin berujar ringan sekali seraya terkekeh lebar.

Dan tiba-tiba, ide itu muncul begitu saja. Gadis itu bukannya malu karena aibnya terbongkar, yang ada justru sebaliknya. Ia mengangguk tanpa sedikit pun keraguan seraya menyeringai lebar.

“Benar sekali, Tante Siren. Aku sama sekali tidak bisa memasak. Terakhir kali aku memasak, semua orang keracunan karenanya. Dan aku juga sangat tidak suka berdandan. Tante lihat sendiri, bukan? Aku bahkan tak bisa merias diri dalam jamuan-jamuan penting kaluarga. Tante terlalu berlebihan memujiku, segala bentuk pujian Tante Siren sungguh sangat jauh dari kenyataan,” sahut Selena dalam sekali tarikan napas. Dan tersenyum sangat lebar begitu megakhiri kalimatnya. Berharap apa yang telah dikatakannya itu mampu menggoyahkan keinginan pasangan terhormat itu untuk menjadikannya menantu.

Bukankah sangat memalukan memiliki menantu yang sama sekali tak bisa merias diri, sementara putranya adalah orang penting yang sering sekali menghadiri acara-acara formal yang menuntut pasangannya tampil anggun nan elegan?

Selena terbahak dalam hati. Dirinya yakin sekali Tante Siren yang begitu anggun itu akan mempertimbangkan ucapannya. Dan memutuskan untuk mengurungkan niatnya menjadikan dirinya menantu.

Yang sialnya, Selena tahu, hal itu hanya ada dalam angannya yang menyedihkan. Karena pada kenyataannya, wanita di sampingnya itu justru tersenyum lebar dan menarik hidung bangirnya lembut.

“Apa yang kau bicarakan, Sayang? Bukankah sudah Tante katakan, kecantikanmu itu seperti bidadari. Sekalipun tanpa riasan, Tante yakin sekali, di luaran sana tidak sedikit lelaki yang harus patah hati karena perasaannya terhadapmu bertepuk sebelah tangan,” tuturnya ringan sekali, lantas, mengarahkan pandangannya pada putranya yang kini hanya mengangkat sebelah alis begitu mendapati tatapan yang sangat mengintimidasi dari sang ibu.

“Untuk memasak, biarkan itu menjadi urusan suamimu. Terserah dia mau masak sendiri atau membayar orang untuk melakukannya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Sayang,” lanjutnya tanpa ampun. Membuat Selena membeku dan hanya mampu menelan ludah.

Gadis itu benar-benar tidak mengerti bagaimana wanita ini bisa sangat menyukainya. Dari segi penampilan, mereka jelas bagai bumi dan langit. Apakah wanita ini benar-benar ingin mempermalukan putranya dan merusak garis keturunan bangsawan yang mengalir deras dalam keluarga mereka? Selena benar-benar dibuat kehabisan kata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status