Hentakan tangan Selena itu pun segera menyadarkan Arjuna. Lelaki itu menarik kembali tangannya dengan cepat sedikit salah tingkah. Lantas menyeringai samar penuh intimidasi dengan tatapan tajam seakan ingin menghukum gadis yang justru balas menatap tak kalah tajamnya itu lari 20 putaran mengelilingi lapangan bola, karena dengan begitu berani dan sudah pasti dengan sangat sengaja, memenuhi mangkuk supnya dengan lada yang sangat tak ia sukai.
Gadis itu mengatakan jika ibunya berkata demikian? Arjuna terkekeh dalam hati. Trik-trik rendahan seperti itu tak akan pernah mampu mempengaruhinya. Dan lihat saja bagaimana ia akan membalas perlakuan menyenangkan gadis ini padanya berkali lipat.
Kejengkelan Arjuna pada gadis yang kini sudah dengan begitu santai meraih mangkuk besar dan memenuhinya dengan sup iga itu, membuatnya lupa bagaimana dirinya bereaksi terhadap sentuhan, ia bahkan tak merasakan perasaan alergi sebagaimana yang selalu ia rasakan ketika tak sengaja menyentuh wanita.
Semua itu terjadi bukan tanpa alasan. Tepat tujuh tahun yang lalu, ketika usianya masih 20 tahun, ia mendapati kekasihnya─yang bahkan belum pernah ia sentuh selama dua tahun hubungan mereka─tidur bersama sahabat baiknya dalam sebuah kamar hotel.
Dirinya yang baru kembali dari pelatihan, segera menghubungi kekasihnya itu guna menyapaikan kabar gembira tentang pertunangan mereka sebelum ia berangkat pendidikan selama empat tahun. Namun sayangnya, sang gadis tak menjawab panggilan. Arjuna yang telah belajar dan berlatih tentang pencarian jejak, baik melalui sistem maupun lapangan, bisa langsung dengan mudah melacak keberadaan ponsel kekasihnya.
Keningnya berkerut semakin dalam begitu penelusuran jejaknya mengarah ke sebuah hotel di pusat kota. Ia terus mencoba menghubunginya, namun hanya kegegalan yang ia dapatkan.
Akhirnya, Arjuna memutuskan untuk datang ke lokasi di mana ponsel kekasihnya itu berada. Tidak peduli bahwa waktu itu hujan deras dan tengah malam. Melawan kemarahan ibunya yang dengan keras melarangnya pergi hanya untuk memuaskan perasaan ingin tahunya dan mencari kebenaran atas firasat buruk yang membayanginya.
Sesampainya di hotel itu, yang kebetulan sekali merupakan salah satu hotel keluarga temannya, Arjuna bisa dengan mudah mendapatkan izin untuk mengakses kamera pengawas. Meskipun pikirannya telah diselimuti oleh perasaan buruk, namun dirinya masih tetap berusaha tenang. Mungkin saja kekasihnya itu menginap bersama keluarganya, bukan?
Karena itulah, Arjuna memilih melihat rekaman kamera pengawas di hotel itu guna memastikan dengan siapa kekasihnya itu menginap. Dan pemandangan yang tersaji di layar monitor di hadapannya sungguh membuatnya membeku dengan jantung berdegup kencang, antara kecewa dan marah. Rahangnya mengatup rapat dengan kedua tangan mengepal erat. Sebuah pengkhianatan dari sang kekasih yang begitu ia percayai dengan tulus seakan menampar wajahnya dengan sangat keras. Ia merasakan rongga dadanya seakan dipenuhi oleh bongkahan batu besar membara yang membuatnya sesak dan terbakar.
Lihatlah gadis berpakaian sexy nan sangat minim bahan itu, tampak bergelayut manja dengan lelaki jangkung nan tampan yang sangat ia kenal. Mereka bahkan sama sekali tak merasa sungkan dan malu melakukan kenistaan itu di lorong hotel, tempat di mana para pekerja hotel berlalu lalang menjalankan tugasnya.
Eskpresi wajah kekasihnya bahkan terlihat sangat tidak sabar ingin segera tiba di kamar hotel dan melakukan hal-hal tak pantas sebagai sepasang manusia yang belum memiliki ikatan yang sah sebagai pasangan.
Tatapan tajam Arjuna melirik sudut kanan atas monitor yang menampilkan waktu kejadian, lantas, seringainya melebar begitu melihat kejadian itu terjadi baru setengah jam yang lalu. Bagus, bagus sekali!
Bergegas Arjuna menghubungi temannya, meminta akses ke kamar di mana sahabat baik dan kekasihnya berada.
Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, Arjuna bergegas menuju ke kamar hotel, sebuah tempat yang tak pernah ia sangka akan mebuatnya sangat membenci wanita, bahkan hanya dengan bersentuhan karena ketidaksengajaan pun akan membuatnya seperti tengah menelan telur busuk yang penuh belatung.
Bagaimana tidak, Arjuna sangat menyukai kekasihnya itu. Ia tidak hanya memuja kecantikan sang kekasih, namun juga kelembutan dan kehalusan budi pekertinya. Yang selalu tampak manja dan lemah di hadapannya, membuatnya merasa ingin selalu melindungi gadis itu apa pun yang terjadi. Perasaannya yang begitu mendalam, yang selalu ia simpan untuk dirinya sendiri, karena tidak ingin menodai kehormatan sang gadis bahkan hanya dengan memegang tangannya, kini justru dibayar lunas dengan sebuah pengkhianatan yang sangat menyakitkan.
Dan pemandangan yang tersaji di hadapannya begitu Arjuna membuka pintu kamar hotel, sungguh, pemuda malang itu laksana disambar petir di siang bolong. Hanya mampu membeku melihat sepasang manusia tengah mengobarkan hasrat masing-masing dengan sangat tidak tahu malunya. Mata Arjuna menyala merah dibakar kebencian dan kemarahan. Perutnya bergejolak tak mampu menahan perasaan jijik yang membuncah.
Tanpa berkata apa pun, Arjuna membanting pintu kamar hotel itu dan pergi dengan langkah cepat meninggalkan tempat yang menjadi saksi bagaimana anak manusia merasakan rasa sakit yang sangat mendalam karena besarnya rasa yang ia berikan.
Arjuna terus melangkah dengan mata merah, menatap nyalang penuh kebencian, sama sekali tak mempedulikan teriakan gadis yang selama ini ia anggap suci dan polos tengah memanggil-manggilnya dari arah belakang.
Mulai detik itu juga, ia tidak akan sudi melihat wajah gadis itu muncul di hadapannya.
Arjuna yang hatinya seakan ditikam oleh ribuan anak panah itu mulai kehilangan dirinya. Berjalan gontai di bawah derasnya air hujan yang seakan dengan begitu sengaja berusaha memadamkan bara dalam dirinya yang kian membesar hingga membuat tubuhnya nyaris terbakar.
Dan sejak saat itulah, Arjuna yang memang tidak pernah dekat dengan perempuan, menderita penyakit mental yang sulit disembuhkan. Alergi terhadap wanita. Penyakit yang membuat ibunya frustrasi setengah mati. Bagaimana bisa putra satu-satunya itu tak memiliki ketertarikan dengan wanita? Lalu, bagaimana keluarga mereka akan memiliki generasi penerus?
Namun, melihat reaksi yang baru saja ditunjukkan oleh Arjuna, tidak hanya Arjuna yang terkejut. Ayah dan ibunya juga cukup terkejut. Sebelum akhirnya tersenyum haru penuh kelegaan. Dan langsung berpikir bahwa Selena adalah malaikat kecil yang sengaja dikirim Tuhan untuk menyembuhkan putranya.
Karena pada kenyataannya, ini bukan kali pertama mereka mengajak Arjuna ke jamuan makan malam bersama sahabat-sahabat mereka dengan maksud mengenalkan Arjuna dengan putri mereka. Yang sialnya, selalu gagal, bahkan sebelum acara makan malam benar-benar dimulai. Karena hanya dengan melihat anak gadis mereka, Arjuna langsung beralasan tak bisa mengikuti acara makan malam. Dan meninggalkan mereka begitu saja.
Dan malam ini, Siren sebagai seorang ibu, merasa sangat gembira begitu tak melihat tanda-tanda putranya akan meninggalkan mereka, bahkan ketika putranya itu telah melihat gadis yang kini menjadi harapan terbesar mereka untuk menyembuhkan penyakit putranya akibat trauma yang mendalam itu.
Tidak hanya Arjuna baik-baik saja melihat Selena, putranya itu bahkan memegang lengan Selena dan sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda keanehan sebagaimana biasanya? Melihat perubahan besar itu, bagaimana mungkin dirinya sebagai ibu tidak merasa senang?
Arjuna yang menyadari kegembiraan sang ibu pun merasa heran dengan dirinya sendiri. Menatap mangkuk supnya dengan tatapan kosong. Pikirannya sibuk sendiri memikirkan bagaimana mekanisme tubuhnya bisa berubah secepat ini. Apakah ini hanya berlaku bagi gadis bar-bar di hadapannya, ataukah ia sudah kembali normal?
“Tuan, sampai kapan kau akan memandangi sup itu dengan tatapan mengerikanmu, eh? Jika ia bisa bergerak, ia pasti sudah menendang bokongmu,” seloroh Selena dengan seringai mencemooh. Yang membuat Arjuna seketika tersentak dari lamunannya dan memandang lurus ke arah gadis di hadapannya dengan kedua alis terangkat saking terkejutnya.
“Selena!” Desisan galak itu datang dari ibunya, yang kini memelototinya penuh pringatan. Alih-alih takut, Selena justru menyeringai labar sampai kedua matanya menyipit. Dan dengan begitu santai, kembali menekuri mangkuk besar di hadapannya.
Bukankah keluarga bangsawan sangat tidak menyukai gadis yang tidak tahu sopan santun? Terlebih lagi ketika di meja makan? Rencananya kali ini pasti berhasil!
Selena menyeringai penuh percaya diri dengan rencananya. Perjodohan ini pasti gagal!
Namun sialnya, pikiran itu hanya ada di benak Selena.
Arjuna menatap ponsel yang telah padam di tangannya itu seraya mengangkat sebelah alis sedikit terkejut, sebelum akhirnya terkekeh pelan. Benar-benar tak menyangka jika ada gadis yang berani berkata kasar dan begitu vulgar pada dirinya.Dan lebih buruk daripada itu, sebentar lagi gadis itu akan menjadi istri sahnya. Karakter seorang gadis yang sama sekali tak pernah terlintas di benaknya yang selama ini hanya menjumpai gadis-gadis anggun nan bersikap lembut kala di hadapannya.Yang anehnya, justru sikap Selena yang begitu terang-terangan dan sama sekali tak memiliki kecanggungan ataupun sopan santun terhadap dirinya yang notabene selalu disegani banyak orang itulah yang membuatnya tertarik pada gadis itu.Tidak hanya tertarik, ajaibnya, ketika berada di dekat gadis itu, dirinya bisa menjadi lelaki normal dan melupakan traumanya di masa silam.Karena berbagai alasan itulah, Arjuna memutuskan untuk tidak terlalu ambil pusing dengan sikap Selena yang semena-
“Tentu saja aku kesal!” geram Selena dengan nada tinggi. “Apakah kau berharap aku akan merasa sangat senang sekali jika ada orang lain yang menjamahya ruang pribadiku, eh?” lanjutnya seraya bersungut-sungut. Andai di hadapannya saat ini ada kue klepon kesukaannya, ia pasti menelannya bulat-bulat.“Tapi aku bukan orang lain. Aku adalah calon suamimu. Bukankah dalam hubungan suami-istri tidak seharusnya ada ruang pribadi sebagaimana yang kau bicarakan itu?” balas Arjuna ringan sekali, seakan tengah membicarakan cuaca mendung di pagi hari.Baginya, apa yang ia lakukan sama sekali tidak mengandung unsur kesalahan. Lagipula, ponsel gadis itu juga tak memiliki rahasia jenis apa pun yang bisa menghancurkan dunia. Alih-alih, percakapan dalam pesannya hanya berisi segelintir orang, itu pun hanya membicarakan masalah yang menurutnya sama sekali tak penting.Bahkan gallery gadis itu sama sekali tak normal layaknya gadis muda pada umumnya
Selena segera menyambar ponselnya dan mengumpat kesal begitu melihat nama kontak yang tertera di layar ponsel.“My Husband, eh? Jangan panggil aku Selena jika tidak bisa memberi pelajaran pada orang yang dengan berani meretas ponselku!” geram Selena seraya menunggu panggilan telepon tersambung, menyeringai seperti penyihir jahat yang dengan riang menakuti anak-anak.Namun, sedetik kemudian, gadis itu mengerutkan kening dalam. Teringat bahwa ponselnya telah memiliki sistem berlapis yang menjaganya dari gangguan peretas.Bagaimana bisa Arjuna menembusnya? Mungkinkah lelaki itu juga memiliki keahlian yang sama seperti dirinya?Belum selesai Selena menganalisanya, terdengar sahutan dari seberang yang terdengar begitu lelah.“Kau sudah membacanya?” tanya Arjuna seraya menyandarkan punggung ke sandaran kursi di ruangannya. Peristiwa yang terjadi semalam benar-benar telah menguras energi dan pikirannya sebagai
Selena menghempaskan tubuhnya di atas ranjang dengan posisi kaki menggantung setelah selesai berbicara dengan ayahnya. Ia bahkan merasa tak perlu repot-repot berganti pakaian sekalipun pakaian yang ia kenakan basah dan lengket oleh keringat.Beruntungnya, ibunya tidak ada di sana. Jika tidak, ia pasti akan menerima petuah gratis selama dua jam penuh tentang pentingnya menjaga kebersihan diri.Gadis itu menghela napas panjang dan membiarkan kedua tangannya telentang.Pandangannya menatap langit-langit kamar yang berwarna putih gading dengan pikiran yang melayang jauh ke segala penjuru mata angin, memikirkan banyak hal tentang masa depan pernikahannya.Dirinya memang menyetujui perjodohan itu, tetapi ia sungguh tak menyangka akan secepat itu prosesnya.Satu bulan sejak pertemuan pertama mereka? Oh yang benar saja!Selena mengusap wajahnya kasar dengan kedua tangan. Mendesah berat dan hampir saja meloloskan erangan frustrasi. Sebelum akhirnya,
“Oh, benarkah?” Nada tak yakin dengan tatapan penuh selidik sang ayah itu seketika membuat Selena merutuki kecerobohannya. Tidak seharusnya dirinya terburu-buru menghampiri sang ayah unuk melihat berita hari ini. Dirinya sungguh menyesal kenapa tidak menonton televisi melalui jaringan internet saja.Namun, penyesalannya sungguh tak berguna sama sekali. Nasi telah menjadi bubur. Bagaimana mungkin dirinya bisa mengembalikannya lagi menjadi bulir-bulir nasi?Yang harus ia pikirkan saat ini adalah mencari cara bagaimana agar ayahnya, yang kini menatap dirinya dengan kedua mata menyipit semakin curiga itu bisa mempercayai bualannya.Selena sungguh tertawa ironi dalam hati, betapa buku tentang kiat-kiat berbohong yang sengaja ia baca untuk menguatkan karakter-karakter fiksinya itu akan sangat berguna di situasi seperti ini.“Apakah Ayah meragukanku?” sanggah Selena cepat, dengan raut yang dibuat seakan tengah terluka karena seseora
“Tunggu sebentar,” ucap Dharta dengan kening berkerut samar, seakan ada sesuatu yang mengganggunya.“Jika informasi tentang penyerangan Markas Rajawali itu tak ditayangkan oleh media mana pun, lalu, bagaimana kau bisa mengetahuinya, Sayang? Ayah pikir, hubungan kalian belum sedekat itu hingga Arjuna menceritakan masalah yang ditutup rapat-rapat dari jangkauan publik itu padamu. Atau, telah terjadi sesuatu ketika kalian berdua di kamar tamu?” cecar Dharta seraya menatap lekat manik sewarna madu miliki gadisnya yang kini bergerak-gerak salah tingkah. Membuat Dharta semakin mengerutkan kening dalam.Selena sungguh mati kutu. Ia sama sekali lupa mengantisipasi kemungkinan munculnya pertanyaan itu dari sang ayah.Dirinya tentu saja tidak mungkin menceritkan tentang tindakan kriminal yang telah ia lakukan.Jika sampai ayahnya tahu tentang kemampuan dan tindakannya itu, sudah bisa dipastikan, ayahnya yang lembut namun juga tegas secara be