Home / Romansa / Sir, You are Dumb! / 6. Senjata Makan Tuan

Share

6. Senjata Makan Tuan

Author: Richa Susilo
last update Last Updated: 2021-05-29 00:00:21

“Oh astaga,” suara tawa yang terdengar jelas sekali seakan tak percaya itu keluar dari lisan ayah Arjun. “Gadis ini sungguh luar biasa sekali. Dharta, putrimu benar-benar hebat. Dia adalah satu-satunya gadis yang bisa mempermalukan Arjuna,” lanjutnya heboh dengan tawa berderai. “Hei, Siren, lihatlah, kapan kau terakhir kali melihat wajah putramu itu merona seperti ini, eh? Aku sungguh menyukaimu, Nak,” tegasnya seraya menatap Selena penuh arti dengan sisa-sisa tawanya. Seakan tengah menaruh harapan yang begitu besar padanya.

Selena benar-benar bingung harus bereaksi seperti apa. Pasalnya, ia dengan begitu sengaja melakukan semua ketidaksopanan itu demi penolakan. Namun, lihatlah apa yang terjadi, alih-alih menolaknya, keluarga Daneswara itu justru terlihat begitu mengharapkannya menjadi menantu mereka.

Belum sempat Selena selesai menganalisa apa yang keliru dengan sikapnya, Siren sudah merangkul tubuhnya dan memeluknya dengan erat. Mencium pipinya penuh kasih sayang.

Ya Tuhan, apa yang salah dengan keluarga ini?

Selena hanya bisa menelan ludah dengan tatapan kebingungan. Yang sialnya, begitu ia bersitatap dengan sosok lelaki di hadapannya, lelaki itu justru terlihat tengah menyeringai dengan tatapan seakan menertawakannya.

Sial! Umpat Selena dalam hati.

Sementara itu, Alin yang melihat wajah adiknya yang diselimuti kejengkelan meskipun teramat samar itu, sungguh tak mampu menahan diri untuk tersenyum. Andai saja di ruangan itu hanya ada keluarganya, ia pasti sudah tergelak sejadinya. Lihatlah wajah kekalahan telak sang adik yang selama ini selalu menang sendiri itu, benar-benar ekspresi yang sangat berharga. Jika bukan demi sopan santun, ia pasti sudah mengeluarkan ponsel untuk mengabadikan momen berharga itu. Sayangnya, ia hanya bisa menyimpannya dalam ingatan. Namun itu cukup, cukup membuatnya tergelak dan menjadikannya bahan olokan ketika mereka sedang bersama.

Di sisi lain, ibu Selena juga tak kalah bingungnya dengan Selena. Bagaimana mungkin sikap kurang ajar putrinya itu justru mendapatkan apresiasi yang begitu luar biasa dari keluarga terhormat ini? Apakah logika mereka sudah terbalik?

Namun demikian, tak ada yang bisa ia lakukan selain turut tersenyum. Sebuah senyum canggung yang justru terlihat aneh. Karena bagaimanapun juga, kebingungan masih menyelimuti benaknya.

Lain ibu lain ayah. Ayah Selena justru turut tergelak bersama ayah Arjuna. Gelak tawa tanpa dosa. Membuat sang ibu berjanji akan menegurnya nanti jika tamunya sudah pulang.

Namun Selena tidak akan menyerah. Jika ia tidak bisa membuat Tante Siren dan Om Danar tidak menyukainya, maka ia bisa membuat lelaki di hadapannya ini menolaknya.

Selena kembali menyeringai di saat orang-orang tengah kembali sibuk mengobrol dan menikmati hidangan makan malam spesial yang disiapkan kakaknya.

“Kenapa supnya tidak dimakan?” tanya Selena seraya menuding mangkuk sup di hadapan Arjuna yang tak tersentuh.

Arjuna yang tengah sibuk memotong daging, menghentikan gerakan tangannya dan mendongak, menatap gadis di hadapannya dengan kedua mata menyipit. Apa lagi yang akan direncanakan gadis ini?

Entah kenapa, setiap kali gadis bernama Selena yang dipaksa menjadi istrinya itu berbicara padanya, ia selalu merasa bahaya tengah mengintainya.

“Aku sedang tidak ingin makan sup,” sahut Arjuna datar. Tatapannya mengarah pada semangkuk sup yang penuh dengan bubuk lada itu dengan tatapan seakan itu adalah benda paling beracun di dunia.

Selena yang semula sempat terpana dengan kemerduan suara Arjuna, yang terdengar begitu tenang, dalam nan sangat mengendalikan itu, segera saja tersadar begitu melihat tatapan menjengkelkan Arjuna. Membuatnya mendecih mencemooh. Beruntungnya, tak satu pun yang memperhatikannya selain lelaki yang kini menyeringai samar di hadapannya, tampak sekali begitu puas telah membuatnya kesal.

“Di mana sopan santunmu, Tuan? Ibuku sudah mengambilkannya untukmu, dan aku juga sudah berbaik hati menambahkan lada untukmu, dan kau tidak mau memakannya?” pungkas Selena menyudutkan moral Arjuna telak.

Ibu Arjuna yang berada tepat di samping Selena bukan tidak mendengar kalimat menyudutkan gadis itu yang terdengar begitu sengaja menyerang putranya. Ia juga bukan tidak tahu jika gadis ini dengan begitu sengaja bersikap─yang menurutnya─tidak sopan untuk memberikan kesan buruk pada mereka. Sayangnya, ibu Arjuna cukup peka sebagai wanita, dan mungkin saja ia egois, tapi sungguh, sebagai orangtua, dirinya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Menantu idaman sudah ada di depan mata, bagaimana mungkin ia akan melepaskannya begitu saja?

Karenanya, apa pun yang keluar dari lisan Selena, ia akan mendukungnya. Sekalipun putranya yang seperti bongkahan es itu harus menderita sakit perut karenanya. Ia tahu putranya sangat tidak suka makan pedas, namun, apa salahnya berkorban sedikit saja?

Siapa tahu rasa panas membakar akibat lada itu bisa mencairkan hatinya yang membeku, ‘kan? Siapa yang tahu.

“Selena benar, Arjuna! Kenapa kau tidak mau memakan supnya?” timpal sang ibu dengan tatapan penuh peringatan pada putranya, yang kini hanya balas menatap ibunya datar. Menghela napas dalam sebelum akhirnya meraih mangkuk itu dan menggerakkan sendok dengan begitu enggan.

“Kenapa kau terlihat begitu tak bersemangat? Kau tidak boleh menyambut rezeki dengan tampang muram seperti itu, Tuan. Apakah kau ingin aku menyuapimu? Jika ya, katakan saja. Aku akan dengan senang hati membantumu,” tutur Selena dengan nada riang yang membuat bulu kuduk Arjuna seketika meremang.

Namun, Arjuna yang berada tepat di hadapannya, jelas sekali bisa melihat binar penuh antusias dari manik sebening kristal gadis itu. Bukan antusias yang lahir dari ketulusan tentu saja. Melainkan antusias yang lahir dari ketidaksukaan yang mengandung hasrat kuat untuk mencelakainya. Dan yang lebih membuatnya kesal, ibunya jelas sekali tahu rencana gadis ini, dan dengan begitu ringan mendukungnya? Oh, sungguhkah ia anak kandung dari mereka?

Dengan perasaan jengkel, Arjuna dengan cepat menghabiskan sup itu. Dan seketika, wajahnya memerah, sementara matanya berair, menahan rasa pedas yang berada di luar batas toleransinya. Dan tidak butuh waktu lama, penolakan tubuhnya akan benda yang baru saja ia masukkan paksa ke dalam tubuhnya membuat wajahnya memucat. Perutnya terasa begitu sakit laksana dihujani puluhan anak panah. Terasa perih dan panas hingga membuatnya dipenuhi oleh keringat dingin.

“Nak Arjuna, apa yang terjadi denganmu? Apa kau baik-baik saja?” Itu suara ibu Selena, yang bertanya dengan nada penuh kekhawatiran.

“Aku baik-baik saja, Tante,” sahut Arjuna dengan nada begitu berat karena menahan rasa sakit yang tak tertahankan.

Ibu Arjuna bukan tak mengkhawatirkan putranya. Tapi ia tahu putranya akan baik-baik saja. Fisiknya sangat bagus. Dan ia pasti bisa melaluinya dengan baik. Bersabarlah, Nak. Ini semua demi kebaikanmu.

“Oh, aku sungguh lupa jika Arjuna tidak bisa makan lada,” kata ibunya dengan nada khawatir yang sengaja dibuat dramatis, menoleh ke arah Selena dengan tatapan panik. “Sayang, apakah kau keberatan meminjamkan ruang tamu untuk Arjuna? Ia akan baik-baik saja setelah berbaring sebentar dan minum obat,” lanjutnya dengan tatapan yang tak mungkin bisa ditolak Selena.

Selena jelas sekali cukup terkejut dengan reaksi Arjuna setelah menghabiskan sup itu, lihatlah wajah sebening kristalnya yang seketika memucat dengan kening yang dipenuhi oleh keringat dingin. Tidak salah lagi, lelaki ini tidak sedang berpura-pura.

Dan tiba-tiba saja, Selena dihinggapi oleh perasaan bersalah yang membuatnya sedikit khawatir. Bagaimana jika lelaki ini mati akibat keisengannya?

Namun, kenapa harus dirinya yang mengantarkannya beristirahat? Kenapa tidak kakaknya saja?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sir, You are Dumb!   22. Pesan Tak Dikenal

    Arjuna menatap ponsel yang telah padam di tangannya itu seraya mengangkat sebelah alis sedikit terkejut, sebelum akhirnya terkekeh pelan. Benar-benar tak menyangka jika ada gadis yang berani berkata kasar dan begitu vulgar pada dirinya.Dan lebih buruk daripada itu, sebentar lagi gadis itu akan menjadi istri sahnya. Karakter seorang gadis yang sama sekali tak pernah terlintas di benaknya yang selama ini hanya menjumpai gadis-gadis anggun nan bersikap lembut kala di hadapannya.Yang anehnya, justru sikap Selena yang begitu terang-terangan dan sama sekali tak memiliki kecanggungan ataupun sopan santun terhadap dirinya yang notabene selalu disegani banyak orang itulah yang membuatnya tertarik pada gadis itu.Tidak hanya tertarik, ajaibnya, ketika berada di dekat gadis itu, dirinya bisa menjadi lelaki normal dan melupakan traumanya di masa silam.Karena berbagai alasan itulah, Arjuna memutuskan untuk tidak terlalu ambil pusing dengan sikap Selena yang semena-

  • Sir, You are Dumb!   21. Janji Bertemu II

    “Tentu saja aku kesal!” geram Selena dengan nada tinggi. “Apakah kau berharap aku akan merasa sangat senang sekali jika ada orang lain yang menjamahya ruang pribadiku, eh?” lanjutnya seraya bersungut-sungut. Andai di hadapannya saat ini ada kue klepon kesukaannya, ia pasti menelannya bulat-bulat.“Tapi aku bukan orang lain. Aku adalah calon suamimu. Bukankah dalam hubungan suami-istri tidak seharusnya ada ruang pribadi sebagaimana yang kau bicarakan itu?” balas Arjuna ringan sekali, seakan tengah membicarakan cuaca mendung di pagi hari.Baginya, apa yang ia lakukan sama sekali tidak mengandung unsur kesalahan. Lagipula, ponsel gadis itu juga tak memiliki rahasia jenis apa pun yang bisa menghancurkan dunia. Alih-alih, percakapan dalam pesannya hanya berisi segelintir orang, itu pun hanya membicarakan masalah yang menurutnya sama sekali tak penting.Bahkan gallery gadis itu sama sekali tak normal layaknya gadis muda pada umumnya

  • Sir, You are Dumb!   20. Janji Bertemu I

    Selena segera menyambar ponselnya dan mengumpat kesal begitu melihat nama kontak yang tertera di layar ponsel.“My Husband, eh? Jangan panggil aku Selena jika tidak bisa memberi pelajaran pada orang yang dengan berani meretas ponselku!” geram Selena seraya menunggu panggilan telepon tersambung, menyeringai seperti penyihir jahat yang dengan riang menakuti anak-anak.Namun, sedetik kemudian, gadis itu mengerutkan kening dalam. Teringat bahwa ponselnya telah memiliki sistem berlapis yang menjaganya dari gangguan peretas.Bagaimana bisa Arjuna menembusnya? Mungkinkah lelaki itu juga memiliki keahlian yang sama seperti dirinya?Belum selesai Selena menganalisanya, terdengar sahutan dari seberang yang terdengar begitu lelah.“Kau sudah membacanya?” tanya Arjuna seraya menyandarkan punggung ke sandaran kursi di ruangannya. Peristiwa yang terjadi semalam benar-benar telah menguras energi dan pikirannya sebagai

  • Sir, You are Dumb!   19. File Kesepakatan

    Selena menghempaskan tubuhnya di atas ranjang dengan posisi kaki menggantung setelah selesai berbicara dengan ayahnya. Ia bahkan merasa tak perlu repot-repot berganti pakaian sekalipun pakaian yang ia kenakan basah dan lengket oleh keringat.Beruntungnya, ibunya tidak ada di sana. Jika tidak, ia pasti akan menerima petuah gratis selama dua jam penuh tentang pentingnya menjaga kebersihan diri.Gadis itu menghela napas panjang dan membiarkan kedua tangannya telentang.Pandangannya menatap langit-langit kamar yang berwarna putih gading dengan pikiran yang melayang jauh ke segala penjuru mata angin, memikirkan banyak hal tentang masa depan pernikahannya.Dirinya memang menyetujui perjodohan itu, tetapi ia sungguh tak menyangka akan secepat itu prosesnya.Satu bulan sejak pertemuan pertama mereka? Oh yang benar saja!Selena mengusap wajahnya kasar dengan kedua tangan. Mendesah berat dan hampir saja meloloskan erangan frustrasi. Sebelum akhirnya,

  • Sir, You are Dumb!   18. Ayah Percaya (?)

    “Oh, benarkah?” Nada tak yakin dengan tatapan penuh selidik sang ayah itu seketika membuat Selena merutuki kecerobohannya. Tidak seharusnya dirinya terburu-buru menghampiri sang ayah unuk melihat berita hari ini. Dirinya sungguh menyesal kenapa tidak menonton televisi melalui jaringan internet saja.Namun, penyesalannya sungguh tak berguna sama sekali. Nasi telah menjadi bubur. Bagaimana mungkin dirinya bisa mengembalikannya lagi menjadi bulir-bulir nasi?Yang harus ia pikirkan saat ini adalah mencari cara bagaimana agar ayahnya, yang kini menatap dirinya dengan kedua mata menyipit semakin curiga itu bisa mempercayai bualannya.Selena sungguh tertawa ironi dalam hati, betapa buku tentang kiat-kiat berbohong yang sengaja ia baca untuk menguatkan karakter-karakter fiksinya itu akan sangat berguna di situasi seperti ini.“Apakah Ayah meragukanku?” sanggah Selena cepat, dengan raut yang dibuat seakan tengah terluka karena seseora

  • Sir, You are Dumb!   17. Demi Sebuah Rahasia

    “Tunggu sebentar,” ucap Dharta dengan kening berkerut samar, seakan ada sesuatu yang mengganggunya.“Jika informasi tentang penyerangan Markas Rajawali itu tak ditayangkan oleh media mana pun, lalu, bagaimana kau bisa mengetahuinya, Sayang? Ayah pikir, hubungan kalian belum sedekat itu hingga Arjuna menceritakan masalah yang ditutup rapat-rapat dari jangkauan publik itu padamu. Atau, telah terjadi sesuatu ketika kalian berdua di kamar tamu?” cecar Dharta seraya menatap lekat manik sewarna madu miliki gadisnya yang kini bergerak-gerak salah tingkah. Membuat Dharta semakin mengerutkan kening dalam.Selena sungguh mati kutu. Ia sama sekali lupa mengantisipasi kemungkinan munculnya pertanyaan itu dari sang ayah.Dirinya tentu saja tidak mungkin menceritkan tentang tindakan kriminal yang telah ia lakukan.Jika sampai ayahnya tahu tentang kemampuan dan tindakannya itu, sudah bisa dipastikan, ayahnya yang lembut namun juga tegas secara be

  • Sir, You are Dumb!   16. Kekhawatiran Sang Ayah

    Keesokan harinya, Selena sudah bangun sebelum subuh dan menjalankan rutinitas sebagaimana biasanya. Meskipun semalam ia tidur larut malam, namun, energi mudanya yang luar biasa, membuatnya tetap bangun dalam keadaan segar bugar. Sama sekali tak terlihat jejak kelelahan akibat begadang.Dan di pagi itu, setelah ia selesai lari pagi, sama sekali tidak seperti biasanya, ia langsung menghempaskan tubuhnya di sofa ruang keluarga dekat dengan sang ayah yang tengah menonton acara bincang bisnis yang dihadiri beberapa pakar.“Pagi, Ayah,” sapanya dengan nada riang pada sang ayah yang tengah menikmati teh hangat dan pisang goreng seraya menonton.“Pagi juga, Sayang,” balas Dharta seraya menarik kepala putrinya lembut dan mengecup kening putrinya penuh sayang. “Tumben sekali, ada apakah gerangan, eh? Biasanya putri Ayah sama sekali tidak tertarik dengan tontonan jenis apa pun, atau.” Dharta menjeda kalimatnya, menyipit penuh rasa curiga

  • Sir, You are Dumb!   15. Kali Ini, Kau Kulepaskan

    Selena yang masih sibuk mengamati pergerakan orang-oramg melalui layar monitornya seraya terus berkomentar, segera terdiam begitu mendengar suara Arjuna yang teramat jelas di telinganya yang kini mengenakan headphone.Sebelah alisnya terangkat, seakan otaknya terlambat mencerna kalimat menyudutkan yang baru saja diterima indera pendengarannya itu.Hening sejenak. Sebelum akhirnya seruan jengkel meluncur dari lisan Selena tanpa bisa dicegah. Mengalir deras bagai air bah yang menghanyutkan apa pun yang dilintasinya. Beruntunya, Arjuna adalah sebuah pohon yang kokoh dengan akar yang kuat. Derasnya air bah yang menerjangnya, tidak akan cukup kuat untuk membuatnya tercerabut dari akar dan terseret arus. Alih-alih, yang ada justru air bah itulah yang menyerah dan surut ke dalam tanah.“Apakah kau sudah selesai?” tanya Arjuna dengan santainya begitu Selena menghentikan kalimat makiannya untuk mengambil napas.“Kau idiot!” geram S

  • Sir, You are Dumb!   14. Penyerangan

    Selena mengetuk-ngetuk pipinya lembut dengan jari telunjuknya ketika memikirkan kembali apa yang baru saja disampaikan oleh kakaknya. Bibirnya terkatup rapat sementara kedua alisnya saling bertautan erat.Sebetulnya, ia sama sekali tak ingin memikirkan apa yang baru saja kakaknya itu katakan. Namun sungguh sial, kata sakral itu terus terngiang di benaknya sekalipun kakaknya telah lama meninggalkan kamarnya.Tadinya, ia langsung setuju dengan perjodohan itu karena sama sekali tak melihat adanya poin yang merugikan dirinya. Tapi ia sunggguh baru tersadar jika pernikahan adalah sebuah wujud tanggung jawab.Selena mengerang frustrasi memikirkan kerumitan tanggung jawab itu setelah dirinya menyandang gelar istri. Ia sungguh tak peduli dengan Arjuna, tetapi, bagaimana dengan keyakinan yang ia pegang? Wujud tanggung jawabnya terhadap Tuhan.Selena menjatuhkan keningnya ke atas meja seraya merutuki kecerobohannya dalam membuat keputusan. Bagaimana mungki

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status