William Juanda berjalan dengan langkah mantap menuju sebuah toko barang mewah. Namun, di depan pintu, seorang pria mengenakan setelan jas hitam tiba-tiba muncul dan menghalangi jalannya. Pria itu memandang tajam dari ujung rambut William hingga ke ujung sepatunya, seolah menilai penampilannya dengan penuh angkuh.
“Pengemis dilarang masuk. Kami tidak memberikan uang atau makanan secara cuma-cuma di sini,” ucapnya dengan nada merendahkan.
William mengangkat alisnya, agak heran, kemudian terkekeh. Ia memang mengenakan pakaian sederhana yang sedikit usang, namun tidak ada alasan untuk dipermalukan seperti itu. Sudut bibir William sedikit melengkung, menunjukkan keheranan menyaksikan kesombongan pria itu.
Tanpa ragu, William melemparkan sebuah kantong hitam ke lantai. Pria penjaga pintu itu segera menyadari isi misterius kantong tersebut. Ratusan juta rupiah terhampar di depannya, menjadi tumpukan uang yang berserakan seperti sampah. Pengunjung lain terkejut melihat pemandangan tersebut dan penjaga yang sombong itu menjadi basah kuyup oleh keringat dingin.
“Aku membatalkan kontrak kerja sama dengan toko kalian. Ambil uang itu sebagai ganti rugi, dan pastikan untuk membakar semua barang termasuk stok kalian di gudang. Mall Juanda tidak membutuhkan mitra toko dengan pelayanan buruk. Itu hanya akan mencoreng nama baik Juanda,” kata William dengan nada tajam yang memenuhi ruangan.
Dengan mantap, William berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan penjaga toko itu terpaku dalam keheningan dan ketakutan. Sementara di sisi lain, manajer toko berlari sekencang mungkin menuju William dengan gelisah, berusaha memohon pengampunan.
「Tuan telah menghabiskan total 10 milliar hari ini. Hadiah penyelesaian misi harian senilai 100 milliar telah dikirim ke dalam rekening.」
**
Beberapa bulan lalu.
William Juanda, seorang mahasiswa miskin dengan hati yang berbunga-bunga, berjalan dengan penuh semangat. Hari ini adalah hari yang istimewa baginya. Ia telah menyiapkan segala sesuatunya dengan teliti untuk menyatakan perasaannya pada sang pujaan hati. Di tangannya, ia memegang erat sebuah buket bunga indah dan sekotak coklat yang telah dipilih dengan penuh perhatian.
“Sarah pasti akan senang dengan hadiah ini,” batin William penuh keyakinan.
Tak lama kemudian, di bawah pohon sakura yang bersemi, pandangan William tertangkap oleh seorang gadis cantik yang mengenakan gaun berwarna pastel yang serasi dengan indahnya pemandangan di sekitarnya. Setiap kali angin berhembus lembut, rambut hitam panjang gadis itu menari-nari, dan William tak dapat mengalihkan pandangannya dari keelokan tersebut. Ia menelan ludah keringnya, semakin merasa gugup, namun hatinya memaksanya untuk maju dan mendekat.
“Sarah!”
Gadis itu menoleh ke arah sumber suara, dengan cepat memasang senyuman manis dan membalas panggilan William dengan melambaikan tangan.
“Aku sudah menunggumu, Will.” Sarah berbicara dengan lembut setelah jarak di antara mereka semakin singkat. Ia kemudian melanjutkan dengan perlahan sambil mengedarkan pandangan ke sekitar, “Taman ini sangat indah. Terima kasih karena sudah mengajakku bertemu di sini.”
Sarah berputar-putar penuh bahagia. Suasana hangat dan cerah di sekitar mereka sangat mendukung untuk memanjakan mata dan beristirahat. Saking Sarah menikmati pemandangan di sekitar, ia bahkan melupakan keberadaan William.
“Aku tahu kamu akan menyukainya.” William terbawa suasana, menyaksikan gadis itu bahagia memberikannya banyak energi positif dan kepercayaan diri. William semakin yakin kalau Sarah memanglah wanita yang tepat.
“Ini adalah tempat di mana kita pertama kali bertemu, dua bulan lalu,” lanjut William.
“Sungguh?” Sarah menatap mata William, seolah tidak percaya.
“Kamu tidak mengingatnya?” William berbalik bertanya. Senyuman pemuda itu kian memudar setelah mendengar kalimat Sarah barusan.
“Aku tidak terlalu mengingat pertemuan pertama kita, William. Namun, aku yakin itu adalah pertemuan yang ditakdirkan!”
Sarah membalas dengan sungguh-sungguh, mendekatkan wajah ke arah William dan menyunggingka senyuman manis. Perasaan kecewa William barusan seketika berubah menjadi kepercayaan diri dan dia bermaksud untuk segera mengungkapkan perasaan. William memberanikan diri untuk memegang tangan Sarah dan menghilangkan segala keraguan.
“Sarah,” panggil William dengan nada rendah. Setelah sang gadis menoleh dan menunjukkan ekspresi bertanya-tanya, William secara perlahan melanjutkan, “Sebenarnya, ada yang ingin aku sampaikan.”
“Kamu terlihat sangat serius, Will,” ucap Sarah, ia sendiri ikut gugup melihat ketegangan di wajah pemuda itu.
embuang semua perasaan ragu, William mengeluarkan dengan hati berdebar sebuah sebuket bunga indah dan sekotak coklat yang telah ia simpan dengan penuh harapan sejak awal. Ia berani melangkah maju, menekuk lutut dengan penuh pengharapan, dan memberikan hadiah tersebut pada sang pujaan hati sambil memejamkan matanya sejenak.
“Sarah, tolong terimalah perasaanku,” ucap William dengan lantang dan lugas, suaranya dipenuhi dengan kejujuran dan keinginan kuat.
“Pftt.”
Suara menahan tawa itu terdengar begitu nyaring di telinga hingga William sendiri tahu siapa itu. Dia tiba-tiba merasa merinding, seolah menatap kehancuran dunia dengan mata kepala sendiri.
William membukakan mata dan dengan tiba-tiba, seorang pria muncul dan melempar hadiah William ke tanah. Mata William membelalak, mengetahui siapa pria itu hingga dia gemetar.
James, anak dari seorang pengusaha sukses pemilik dari perusahaan besar tempat di mana William bekerja. Sumber kehancuran dan ketakutan William.
“Sial, ini sangat lucu hingga aku tidak bisa menahan tawa,” terang James, keluar dari balik semak. Ia kembali tertawa saat melihat ekspresi William seperti menangkap penampakan hantu. Di satu sisi, Sarah pun ikut tertawa kecil.
“Sayang, bagaimana dengan aktingku selama beberapa bulan ini? Kamu tahu kamu harus membayar mahal karena melakukan ini, kan.” Sarah dengan tiba-tiba menggandeng tangan pria yang ia panggil dengan sebutan sayang, kemudian tersenyum dengan begitu bahagia.
“A-apa maksud semua ini, Sarah?” William berkata dengan terbata-bata. Ia tidak pernah tahu Sarah dan James memiliki hubungan dekat hingga mereka saling menggandeng satu sama lain di depan umum. Terlebih lagi, berakting?
William sadar semua ini adalah kebohongan.
“Kamu mempermainkanku!” lanjut William dengan nada rendah, tertunduk. Ia merasa kehilangan tenaga dan kekuatan untuk berpijak.
“Jangan salah paham, William. Aku tidak pernah memiliki perasaan padamu sejak awal. Jika bukan karena permintaan James, aku tidak pernah akan menghabiskan waktuku untuk orang miskin sepertimu! Salahkan dirimu sendiri karena naif!”
“Jujur saja, menghirup udara yang sama denganmu membuatku merasa hina,” tambah Sarah seolah ingin membuka luka William lebih dalam lagi.
“A-apa?”
James terkekeh riang, seakan kebahagiaan meluap dari hatinya. Namun, tatapan Sarah kepada William begitu menyiratkan perasaan kebencian, seolah melihat kotoran hina yang merusak pemandangan indah.
“Sarah itu adalah wanitaku, William. Gadis secantik Sarah tidak seharusnya berada sejajar dengan sampah masyarakat sepertimu!”
William merasa harapannya lenyap, baru beberapa saat lalu ia merasa dunia ini miliknya seorang, dan bahagia itu begitu nyata. Namun, kenyataan yang mengejutkan begitu pahit, semua itu hanya mimpi dan angan-angan yang tak akan pernah terjadi.
“Jika kamu lebih sadar diri, kamu tidak akan berakhir di permainkan,” tambah Sarah dengan senyuman sinis. Ia kemudian menatap mesra James dan berkata dengan manja, “Sayang, aku sudah melakukan keinginanmu. Jadi sebagai balasan, aku ingin dibelikan mobil mewah dan tas mahal. Jika boleh, aku juga ingin berlibur ke luar negeri.”
James memandang William dengan angkuh, menaruh satu tangan di saku, dan menaikkan dagu saat Sarah mengandeng tangannya.
“Tentu saja, apa yang tidak untukmu, Sarah. Berbeda jika kamu berpacaran dengan William, pemuda miskin itu tidak akan pernah bisa membelikanmu mobil dan hadiah mewah sepertiku. Kamu hanya akan sengsara seumur hidup. Aku sudah cukup puas melihat ekspresinya. Ayo pergi dan memilih mobil baru untukmu.”
James, sebelum benar-benar pergi, menendang buket bunga dan coklat yang dibawa William menjauh. Ia tidak bisa menatap dengan jelas wajah William saat itu, tetapi ia melihat setetes air jatuh di sana.
“Dasar menyedihkan.”
Sore hari itu, sebuah berita di televisi menyiarkan tentang kecelakaan mobil di lampu merah yang memakan korban seorang mahasiswa dari universitas bergengsi. Saat ini, polisi masih menyelidiki lebih dalam motif kejadian tersebut dan akan memberikan pemberitahuan lebih lanjut.
「Pemindaian telah dilakukan, mencoba mengkonfirmasi identitas sang Pewaris.」
「Identitas sang Pewaris telah dikonfirmasi.」
「Memulai penerapan sistem dan informasi umum terhadap sang Pewaris.」
Dua hari yang gelap dan kabur. Itulah yang terakhir kali William ingat sebelum matanya perlahan-lahan terbuka di ruangan putih yang terang. Bunyi perangkat medis dan aroma antiseptik mengisi udara, memberikan kesan bahwa William berada di ruang perawatan rumah sakit. Ia merasa pusing dan tubuhnya terasa lemah saat ia mencoba bergerak.Berusaha untuk mencoba menyadari apa yang terjadi. Ia mengingat kecelakaan yang menimpanya saat tertabrak mobil. Rasa sakit di tubuhnya mulai terasa, tetapi ingatan lain mulai merasuki William. Kenangan pahit beberapa menit sebelum tertabrak mobil.‘James mempermainkanku lagi.’ William tertunduk, merasa kesal karena tidak memiliki kekuatan untuk melawan. ‘Jika saja aku kaya, aku mungkin tidak akan berakhir seperti ini.’‘Tetapi, apakah dampak dari tabrakan itu berpengaruh pada penglihatanku?’William melihat jendela aneh di depan mata. Saat ia berusaha untuk meraihnya, tangan pemuda itu tembus begitu saja.「Selamat! Tuan William Juanda telah mewarisi sis
William berolahraga untuk pertama kali setelah beberapa hari terjebak di dalam kamar tanpa dapat melakukan apa pun. Ia merasa seperti hidup kembali, walaupun William sendiri tidak bisa menyangkal fakta kalau dulu dia adalah orang yang sangat jarang berolahraga karena tugas dan kerja paruh waktu. Ia mengatur nafas dan duduk di bangku taman. Ingatan buruk tentang taman seketika mengusik ketenangan William hingga ia merasa sakit perut dan mual. William berusaha untuk menghapus kenangan pahit tersebut dan melangkah maju, menjadikan momen itu sebagai pelajaran seumur hidup. Seorang perawat kemudian datang kepada William. “Tuan William, ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda. Beliau bilang dia dari Perusahaan Eliort,” ucapnya dengan jelas. William memasang wajah masam, menebak siapa yang datang dengan membawa nama perusahaan. Jika bukan James, maka pasti orang suruhan mereka. Dan sangat mudah bagi William untuk menebak tujuan kedatangan orang itu. “Apa anda ingin saya mengatakan k
William mengepalkan tangan erat-erat, mencoba untuk menahan gelombang emosi yang merayap di dalam dirinya. Semua hal berjalan begitu lancar sebelum dia bertemu dengan Sarah dan James di pusat perbelanjaan. Ia berpikir menghabiskan uang dan mencari suasana baru akan menyenangkan, tetapi kenyataannya, suasana hatinya justru semakin tegang dan stres.**Beberapa waktu lalu.William membentangkan tangan, menghirup udara segar, dan menghembus pelan. Ia sudah bisa keluar dari rumah sakit kurang dari seminggu.Para dokter panik dan terkejut saat mereka mengetahui kemampuan pemulihan diri cepat. Padahal, baru beberapa hari lalu mereka melihat pemuda itu sekarat dan berada di ujung jurang kematian.「Silakan untuk menyelesaikan misi harian anda.」“Ayo kita selesaikan misi harian dan pulang!”William membuka pintu masuk pusat perbelanjaan dengan semangat yang menggebu-gebu. Misi dari sistem tidak terlalu sulit; hanya menghabiskan uang. Ini terasa seperti rekreasi menyenangkan. Ia berjalan melewa
Sebuah mobil sedan keluaran terbaru memasuki halaman kampus Universitas Indonesia. Pandangan mahasiswa di sekitar terpaku pada kemewahan mobil tersebut. Orang-orang mulai berkumpul dan mencoba menerawang sang pemilik melalui siluet.“Lihat, bukankah itu adalah mobil keluaran terbaru?”“Aku tidak tahu kalau di fakultas kita ada orang kaya,” tambah yang lainnya.Dagu Sarah perlahan naik, ia mendengus, dan tersenyum sombong. Perhatian orang-orang membuatnya semakin bersemangat. Setelah kejadian di mall kemarin, ia harus kesulitan untuk membujuk dan mengembalikan mood James. ‘Aku sudah bersusah payah mendapatkan mobil ini. Sudah sewajarnya kalian merasa iri,’ batin Sarah.Sarah melepaskan sabuk pengaman, menekan tombol pembuka pintu, dan menunjukkan diri di depan mahasiswa lain untuk memamerkan mobil barunya. Ia tersenyum penuh keangkuhan dan menutup pintu, berusaha untuk menyapa kenalannya.Tiba-tiba, perhatian semua orang beralih. Sarah ikut mencoba mencari tahu pencuri perhatian terseb
Mobil mewah itu melaju lebih kencang lagi di tengah gemerlap perkotaan dengan gedung-gedung menjulang tinggi. Jalan raya dipenuhi oleh cahaya-cahaya neon dari gedung-gedung pencakar langit yang megah, menciptakan suasana yang futuristik dan glamor. Kendaraan lainnya berlalu lalang, namun semua perhatian tercuri oleh mereka. Saat atap mobil terbuka, adrenalin meningkat dan teriakan histeris pria di kursi penumpang bergabung dengan deru mesin mobil yang kuat, menciptakan kegembiraan yang luar biasa di tengah keramaian kota. William, sang pengemudi, tak bisa menyembunyikan senyuman kepuasannya dan semakin memacu kecepatan, menikmati setiap detiknya.Namun, kegembiraan itu berubah menjadi momen penuh ketegangan saat William merasa tangan pemuda di sampingnya menggenggam pundaknya dengan kuat. Melalui tatapan berbinar, pemuda itu menunjukkan rasa ketakutannya dan memohon untuk melambatkan mobil. William mengerjap, menyadari bahwa mereka harus mengurangi kecepatan, menyadari terlalu terbawa
William tidak memiliki pilihan lain. Para preman itu, William mengetahui identitas mereka. Dulu dan sekarang tidak pernah berubah. James akan selalu menghantui kapan pun dia hidup dan tidak mungkin untuk lepas dari genggaman bajingan itu tanpa menunjukkan perlawanan berarti.Berpikir mengakhiri kontrak adalah kesempatan untuk melepaskan diri, namun dia salah.Kenangan buruk mulai menghantui dan merasuki hati William, mengingatkan rasa trauma dan ketakutan di masa lalu. Tanpa terasa mereka sampai di gedung kosong, tempat di mana dia biasa menerima pelajaran.“Sana dan duduklah dengan tenang sampai Tuan Muda sampai!”Pemuda itu didorong ke sudut ruangan dan terjatuh. Puing-puing dan lantai kasar melukai telapak tangan William. Ia tidak bisa memberikan perlawanan dengan pikiran kosong.Tidak lama, suara hentakan kaki terdengar mendekati keberadaan mereka. Wajah tidak asing itu terlihat menyeringai dengan jahat dan merendahkan. Ini adalah pemandangan yang sangat James rindukan, ketika ia
Ayunan tangan William mengenai tepat di muka James, membuat pemuda itu terjerembab ke belakang dan berputar. William masih memiliki kemarahan di hati, keinginan untuk memberi lebih banyak pelajaran harus ia urungkan.William tahu dia perlu memberi lebih banyak pelajaran hingga James merasa enggan untuk memancing masalah. Terlahir sebagai anak satu-satunya keluarga Eliort membuat pemuda itu tidak mengetahui batasan dan kapan menyerah—kesempatan ini seharusnya tidak dilewatkan begitu saja.Namun, William memutuskan untuk berhenti.‘Aku tidak boleh menjadi seperti James. Ia memang melakukan hal di luar batas, tetapi bukan berarti aku juga,’ batin William.James babak belur, sebagaimana para preman itu. Sesaat sebelum William sadar akan situasi, ia telah menyingkirkan semua preman dalam satu kali pukulan, membuat ia terkesan sekaligus takjub pada diri sendiri. Ia menjadi sangat kuat dengan menukar Poin Sistem, tetapi bagaimana dengan keterampilan bela diri lain?‘Aku merasa seperti tidak
William menatap dengan penuh kebingungan pada jendela notifikasi yang melayang di udara. Dua iklan properti yang menarik perhatiannya muncul di layar, memperumit pilihannya. Ia berada dalam situasi yang sulit; harus memilih salah satu dari dua rumah impian yang ia temukan.Di sudut kiri layar, terdapat iklan rumah yang berlokasi di tengah kota. Rumah tersebut memiliki arsitektur klasik dengan nuansa elegan. Halaman depannya dikelilingi oleh taman bunga berwarna-warni, dan deretan pohon besar memberikan teduh yang menyenangkan. Selain itu, lokasinya sangat dekat dengan kantor dan tempat-tempat hiburan yang selalu ramai dikunjungi. Semua aspek tersebut sangat menarik bagi William yang ingin hidup di pusat kota untuk kemudahan akses dan kehidupan yang dinamis.Namun, di sudut kanan layar, terdapat iklan rumah kedua yang berlokasi di pinggiran kota. Rumah ini memiliki gaya modern dengan jendela-jendela besar yang memberikan pemandangan indah ke perbukitan hijau. Udara segar dan suasana