Share

Ch. 4 — Kemarahan James

William mengepalkan tangan erat-erat, mencoba untuk menahan gelombang emosi yang merayap di dalam dirinya. Semua hal berjalan begitu lancar sebelum dia bertemu dengan Sarah dan James di pusat perbelanjaan. Ia berpikir menghabiskan uang dan mencari suasana baru akan menyenangkan, tetapi kenyataannya, suasana hatinya justru semakin tegang dan stres.

**

Beberapa waktu lalu.

William membentangkan tangan, menghirup udara segar, dan menghembus pelan. Ia sudah bisa keluar dari rumah sakit kurang dari seminggu.

Para dokter panik dan terkejut saat mereka mengetahui kemampuan pemulihan diri cepat. Padahal, baru beberapa hari lalu mereka melihat pemuda itu sekarat dan berada di ujung jurang kematian.

「Silakan untuk menyelesaikan misi harian anda.」

“Ayo kita selesaikan misi harian dan pulang!”

William membuka pintu masuk pusat perbelanjaan dengan semangat yang menggebu-gebu. Misi dari sistem tidak terlalu sulit; hanya menghabiskan uang. Ini terasa seperti rekreasi menyenangkan. Ia berjalan melewati deretan toko-toko dengan mata yang berbinar-binar, mencari tahu barang apa yang ingin dia beli.

Langkah pertama adalah menuju toko pakaian. William memutuskan untuk membeli beberapa baju baru karena sudah lama dia tidak merasakan kenyamanan pakaian segar setelah dirawat di rumah sakit. Di toko pakaian, dia terpikat pada beberapa kaos dengan desain unik dan celana jeans yang tampak keren. Dengan riang hati, dia mengambil beberapa pakaian dan melangkah ke kasir untuk membayar.

Dalam batin William, kembali teringat lintas kehidupan sebelum dia mendapatkan sistem.

‘Aku yang dulu pasti akan berpikir berulang kali untuk membeli pakaian baru, tetapi nasibku telah berubah. Aku tidak tahu kapan sistem akan menghilang, oleh karena itu aku harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin.’

Setelah selesai berbelanja pakaian, William merasa ada sesuatu yang masih menggelitik di dalam dirinya. Dia melihat seberang lorong pusat perbelanjaan, sebuah showroom mobil megah menarik perhatiannya. Sejak dulu, William selalu bermimpi memiliki mobil impian, dan saat ini adalah kesempatan baginya untuk mewujudkan mimpi tersebut.

Ia berjalan menuju showroom mobil dengan langkah mantap. Saat memasuki showroom, aroma mobil baru yang wangi menyambutnya. Berbagai jenis mobil, dari yang sporty hingga mewah, dipajang dengan apik di atas lantai showroom. William merasa seolah-olah berada di surga bagi para pecinta mobil.

Konsultan penjualan mobil menyambut William dengan ramah. “Selamat datang, Pak! Ada yang bisa saya bantu?” tanya sang konsultan dengan senyuman hangat.

“Aku ingin melihat-lihat.”

“Ada banyak pilihan yang bagus di sini, Tuan. Apakah Anda memiliki preferensi tertentu tentang merek atau tipe mobil yang diinginkan?" tanya konsultan tersebut.

Tanpa ragu, konsultan tersebut memandu William melalui showroom, menunjukkan berbagai mobil dengan fitur dan spesifikasi yang berbeda. William mengamati setiap mobil dengan seksama, merenungkan pilihan yang tepat untuknya.

Akhirnya, mata William tertuju pada sebuah mobil keluarga dengan desain sederhana dan minimalis. Warna bodi peraknya membuatnya terlihat begitu cantik. Ia menghampiri mobil tersebut dan mengelus-elus bagian kap mesin dengan penuh rasa kagum.

“Ini adalah mobil listrik yang ramah lingkungan dari merek terkenal. Sebuah inovasi yang luar biasa untuk masa depan transportasi kita,” jelas konsultan tersebut dengan antusias.

Penjelasan tidak berakhir di sana. Semakin lama William mendengarkan, semakin dia sadar kalau mobil ini adalah pilihan tepat untuk dibungkus. Mobil ramah lingkungan memberikan kontribusi pada pelestarian lingkungan, dan dia bisa menghemat pengeluaran!

“Oh, bukankah ini William?”

Dengan tiba-tiba, suara tak asing tersebut menyusup masuk ke dalam telinga William, membawa pemuda tersebut dalam kebisuan. Tangan lentik itu menarik pundak William dan mencoba untuk melihat lebih jelas wajahnya. Saat mata mereka saling membalas, suasana di sekitar berubah menjadi ketegangan.

“James, William ada di sini! Kemari cepat!” panggil Sarah, sedikit berteriak, dan melambaikan tangan pada pacarnya itu.

William menepis tangan Sarah, membuat jarak di antara mereka sebelum menatap dengan aneh. Pandangan William beralih ke arah James, dan seketika suasana hati William memburuk.

Ia sudah menyelesaikan semua permasalahan dengan James ataupun Perusahaan Eliort. Tetapi terlalu dini untuk berpiki kalau James, berandal ini, tidak akan memicu perselisihan baru. Bahkan, dari pandangan James menatap William seperti merendahkan, dapat dibayangkan dengan jelas alur masalah ini.

“Kenapa orang miskin sepertimu bisa berada di sini?” tanya James spontan, kemudian menatap ke arah Tuan Konsultan, “Dia ini adalah pemuda miskin yang bahkan menunggak dalam membayar uang kuliah. Dia hanya akan menyia-nyiakan waktumu.”

Konsultan tersebut tersenyum kepada James dan berkata dengan pelan, “Tuan, setiap orang memiliki kesempatan untuk mengejar impian dan mencari kebahagiaan, tanpa pandang bulu status sosial atau kekayaan. Memiliki uang banyak bukanlah satu-satunya jalan untuk mendapatkan hak untuk dihormati atau dihargai. Setiap orang pantas untuk diberikan pelayanan terbaik, terlepas dari latar belakang finansial mereka.”

“Sudah menjadi tanggung jawab saya sebagai pekerja di sini untuk memberikan perlakuan terbaik.”

William tertunduk malu. Ia merasa tersentuh mendengar kata-kata tersebut dari orang asing. Selama ini, tidak seorang pun berada di sisinya untuk membantu dan memberi dorongan semangat, tetapi kali ini berbeda. Kemudian dengan tiba-tiba notifikasi sistem muncul.

“Hah, omong kosong. Pekerja rendahan seperti kalian sangat suka menjilat,” hina James, kemudian menoleh ke arah salah satu mobil sport di sana. “Sarah, apa kamu ingin mobil ini? Aku akan membelikan ini untukmu!”

Mata Sarah dengan tiba-tiba berbinar mendengar perkataan James, seolah berkata, “sungguh” karena sulit untuk dipercaya. Belum beberapa saat lalu James menolak untuk membelikan dia mobil mewah, tetapi sekarang berubah. Dia sangat tahu kalau mengusik William akan membawa keberuntungan bertubi-tubi!

“Tentu saja. Aku tidak akan membelikanmu mobil butut seperti itu,” ujar James. Pandangannya beralih ke arah William yang berdiri di dekat mobil listrik, dan ia seketika menyeringai.

Namun, William tidak terpengaruh oleh ejekan James. Ia mengabaikan komentar tersebut dan membiarkan pandangannya berkeliling, hingga akhirnya terpaku pada sebuah mobil sport terbaru dari merek BMW, yang dipamerkan dengan megah, senilai dua miliar. Seorang konsultan melihat ketertarikan William dan dengan penuh dedikasi memberikan penjelasan detail tentang mobil tersebut, tanpa mengesampingkan perasaan William sebagai calon pembeli.

James menaikkan alisnya, mendekati mereka seperti ingin mencari masalah.

“Bahkan, bekerja seumur hidup pun, kamu tidak akan mampu memiliki mobil ini, William. Kamu harus lebih realistis,” saran James.

Sementara James memasukkan tangan ke dalam saku. Dengan bangga menyatakan, “Aku baru saja membelikan mobil mewah senilai lima ratus juta untuk Sarah! Sesuatu yang mustahil kamu berikan pada Sarah!”

“William, mengapa kamu hanya mempermalukan dirimu sendiri dengan tetap berada di sini? Kamu harus sadar posisimu,” ujar Sarah dengan angkuh.

Seorang konsultan lainnya masuk ke dalam percakapan mereka.

“Tuan James, berapa lama anda akan mengatur kredit mobil anda?” tanya sang konsultan dengan ramah, tanpa tahu suasana di sekitar.

Mendapat kesempatan yang tidak bisa dilewatkan, William dengan tiba-tiba tertawa lepas. “Perusahaan Eliort yang kalian banggakan sepertinya tengah menghadapi masalah keuangan. Semoga situasi itu segera membaik,” harap William, melihat James yang tampak memerah karena merasa malu. Lalu, tanpa ragu, James berlalu pergi dari showroom tersebut.

“James! Tunggu! Bagaimana dengan mobilnya?” teriak Sarah, tetapi suaranya tak didengar oleh James yang tersulut amarah. Sarah menghentakkan kaki kesal dan pergi membuntuti mesin ATM berjalannya.

William memandangi kepergian mereka dalam hening, ia diam-diam menikmati saat di mana James merasa malu karena ketahuan membeli mobil secara kredit. Jika saja dia tidak banyak bicara, dia tidak akan merasa begitu buruk hingga tidak bisa menunjukkan muka.

“Pak, aku ingin membeli mobil BMW itu.” William menunjuk ke arah mobil yang dikatakan James tidak mungkin dia miliki meskipun sudah bekerja seumur hidup.

“Baik, saya akan segera mengurusnya,” ujar konsultan tersebut tanpa banyak bertanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status