LOGINTangan Jason mendadak gemetar. Ia mencoba memanggil kembali potongan ingatannya... tentang bagaimana cara menjahit luka, melakukan resusitasi, atau sekadar mendiagnosis gejala, namun yang muncul hanyalah kekosongan.
Ruangan itu terasa membeku. Para pelayan dan tabib kerajaan yang menatap Jason dengan penuh harapan kini mulai berbisik-bisik, menatap heran melihat perubahan ekspresinya.
Tabib Istana yang berdiri di belakangnya menyilangkan tangan dengan senyum sinis di wajah tuanya. “Kenapa, Anak Muda?” tanyanya dengan nada mengejek. “Kau... lupa cara pengobatan, ya?”
Jason menatapnya dengan rahang mengeras, tapi dalam dadanya, jantungnya berdetak kacau.
Ding!
Sebuah suara mekanis bergema di dalam kepalanya, seperti bunyi lonceng dari dunia lain.
[Ilmu Pengobatan Zaman Modern : Terkunci!]
[Misi untuk membuka segel ingatan : Buat Nona Karina tertarik dan memberikan satu kecupan!] [Hadiah : Ingatan tentang Penyembuhan Penyakit Zaman Kuno]Jason membeku. Matanya membulat tidak percaya.
“Apaa?!” serunya dalam hati. “Kenapa jadi begini? Apa Sistem Medis ini rusak?! Sekarang?! Di saat seperti ini?!”Tubuhnya kaku, keringat dingin mulai muncul di pelipisnya. Rasa percaya diri yang tadi memancar kini lenyap. Suara tawa kecil dari Tabib Istana makin terdengar jelas di telinganya.
Karina yang berdiri di sisi lain ranjang menatap Jason dengan bingung. “Tabib Jason, kenapa wajahmu pucat begitu? Apa ada yang salah?”
Jason memaksa tersenyum, tapi senyum itu rapuh seperti kaca retak. “A-Aku... ada sedikit masalah kecil,” ujarnya gugup. “Mungkin Kau bisa... membantuku sebentar?”
Karina mengernyit. “Membantu? Bukannya Kau seharusnya memeriksa kakekku dulu? Apa yang sebenarnya terjadi? Sikapmu berubah sama sekali.”
Jason menunduk. Ia tidak mungkin menceritakan tentang sistem misterius di kepalanya. Jika orang-orang tahu, ia akan dianggap gila. Tapi bagaimana mungkin ia bisa mengobati tanpa pengetahuan medisnya?
Sementara ia berjuang menenangkan diri, suara tawa rendah terdengar dari arah belakang.
“Hahaha! Kenapa diam, Anak Muda?” Tabib Istana menatap Jason dengan tatapan penuh kemenangan. “Mana kesombonganmu yang tadi? Katamu kau lebih hebat dari tabib istana?”
Jason tak menjawab. Ia menatap Perdana Menteri yang terbaring lemah di depannya, lalu ke arah Karina yang tampak khawatir. Hatinya berdebar tak karuan, bukan karena rasa takut melainkan karena rasa tak percaya bahwa satu-satunya cara mengembalikan pengetahuannya adalah dengan membuat Karina menciumnya.
“Lebih baik kau pergi sekarang juga kalau tak sanggup menyembuhkan Perdana Menteri!” bentak Tabib Istana, menghentakkan tongkat kayu ke lantai. “Dasar tabib gadungan! Kau hanya mempermalukan dirimu sendiri!”
Desas-desus langsung terdengar di antara pelayan istana dan penjaga.
“Benarkah dia cuma penipu?” “Kasihan Nona Karina, sudah berharap pada tabib penipu ini…”Di antara bisik-bisik para tabib istana, Karina menatap Jason dengan mata yang mulai memanas... antara bingung, kecewa, dan marah.
Ia melipat kedua tangannya di dada. “Aku selalu mendukung dan mempercayaimu, Jason,” ujarnya dengan nada yang bergetar, namun penuh penekanan. “Tapi begini balasanmu terhadapku?”
Jason tertegun. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. “Bu—bukan begitu, Nona Karina... aku... aku sulit menjelaskannya,” katanya tergagap, menunduk dalam rasa bersalah.
“Sulit menjelaskan?” Karina mengangkat dagunya sedikit. Sorot matanya menusuk. “Aku tak butuh alasan berbelit. Cukup jawab satu hal.” Ia mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, suaranya tegas dan dingin. “Apa kau bisa menyembuhkan kakekku? Ya, atau tidak?”
Jason menggertakkan giginya, menahan rasa panik. Dalam pikirannya masih bergema suara sistem yang menuntut sesuatu yang gila. Ia menatap Karina, berusaha keras untuk tetap tenang. “Apa... apa kau percaya padaku, Nona?” tanyanya lirih, seolah menggantungkan harapannya pada jawaban itu.
Karina mendengus pelan. “Kalau aku tidak percaya padamu,” katanya tajam, “mana mungkin aku membawamu ke rumahku dan membiarkanmu menyentuh kakekku yang sekarat?”
Jason menatapnya lekat-lekat, mencoba mencari keberanian di antara rasa malu dan tekanan. “Kalau begitu...” ia menelan ludah, suaranya bergetar. “Apa kau tertarik padaku, Nona?”
“Ha?” Karina terkejut, alisnya langsung mengerut. “Apa maksudmu itu?” suaranya meninggi, nadanya kini lebih defensif. “Jangan bilang kau sengaja berbohong agar bisa mendekatiku, Jason!”
Para tabib yang sejak tadi mengamati mulai tertawa kecil. Tabib tua yang paling berpengaruh langsung menimpali dengan nada sinis. “Hahaha! Usir saja tabib gadungan itu, Nona Karina!” serunya lantang sambil menatap murid-muridnya. “Jelas-jelas dia hanya ingin memanfaatkanmu! Tabib macam ini hanya membawa aib!”
Keributan kecil pun pecah. Beberapa tabib ikut mencemooh, sementara para pelayan saling berbisik, menatap Jason dengan jijik dan kasihan sekaligus.
Karina mengangkat tangannya, memberi isyarat agar semua diam. Pandangannya beralih lagi ke Jason, tajam dan menuntut. “Aku tanya sekali lagi,” katanya perlahan namun setiap katanya mengandung tekanan. “Apa yang kau inginkan sebenarnya, Jason?”
Jason menghela napas dalam, lalu menatap Karina dengan mata yang jujur namun penuh kegelisahan. “Aku hanya... meminta satu hal,” katanya pelan. “Aku ingin Nona Karina... tertarik padaku dan... memberikan satu kecupan sebagai tanda suka. Setelah itu, aku bersumpah akan menyembuhkan Perdana Menteri.”
Ruangan itu langsung meledak dalam riuh ejekan.
“Tabib mesum!”
“Kurang ajar!” “Berani-beraninya bicara begitu di depan Nona Karina!”Tabib Istana menghentakkan tongkat kayunya ke lantai. “Pergi kau dari sini, tabib gadungan tak tahu malu!”
Jason tak beranjak. Ia tahu ucapannya terdengar gila, tapi sistem di kepalanya tak memberi pilihan lain.
Karina terpaku. Hatinya berkecamuk. Kata-kata Jason terdengar konyol, tapi ada sesuatu dalam tatapannya... sebuah kesungguhan yang sulit dijelaskan. Ia menggigit bibir bawahnya, menatap Jason lama, sementara semua orang menunggu reaksinya dengan napas tertahan.
Lalu, tanpa peringatan, ia melangkah maju.
Kain gaun birunya berdesir lembut menyentuh lantai marmer. Setiap langkahnya menggema pelan, menghentikan semua bisik-bisik. Jason sempat mundur setengah langkah, tak percaya pada apa yang ia lihat.
“N-Nona Karina, tunggu, aku tidak bermaksud—”
Namun sebelum kalimatnya selesai, Karina berdiri tepat di depannya. Wajahnya mendekat... dan dalam sekejap, bibirnya menempel lembut di bibir Jason.
Seketika, dunia Jason berhenti.
Suara riuh para tabib hilang. Detak jantungnya berdentum di telinganya. Aroma manis samar dari rambut Karina mengisi inderanya. Sentuhan lembut itu tak lama, tapi cukup untuk membuatnya kehilangan napas.
Ketika Karina menjauh, pipinya bersemu merah tapi matanya tajam seperti semula. “Aku percaya padamu, Jason,” katanya tegas. “Tapi dengar baik-baik—jika kau berbohong padaku dan hanya memanfaatkan situasi ini… aku sendiri yang akan membunuhmu.”
Jason nyaris tak bisa bicara.
Ding!
[Misi Selesai!]
[Ingatan Penyembuhan Penyakit Zaman Kuno Terbuka!] [Poin Suka +10 — Kumpulkan poin suka untuk menukarkan hadiah menarik!]Seketika, gelombang panas menjalar di kepala Jason. Gambar-gambar samar mulai muncul di pikirannya... teknik akupunktur kuno, ramuan langka, dan simbol penyembuhan zaman lampau. Semua pengetahuan yang hilang tadi, kini kembali, meski dalam bentuk yang berbeda.
Jason memejamkan mata, napasnya memburu. “Aku... bisa melakukannya,” bisiknya lirih, tapi cukup keras untuk membuat semua orang menatapnya lagi.
Tabib Istana tertegun, matanya melebar. “A-apa?”
Jason membuka matanya, kini tenang dan yakin. “Bersiaplah,” ujarnya dengan nada mantap. “Perdana Menteri akan segera sembuh.”
Kamar Perdana Menteri yang tadinya sunyi berubah menjadi ruangan yang tegang. Cahaya lentera memantul samar di dinding marmer, seolah ikut menahan napas. Aroma obat herbal masih menggantung di udara...pahit, menusuk, dan dingin.Tabib Istana itu—Markus—baru saja hendak melangkah keluar. Jubah hijaunya berkibar pelan, wajahnya pucat namun ia paksa untuk tersenyum seolah semuanya baik-baik saja.Namun suara tegas memotong keheningan.“Aku belum selesai denganmu, Pak Tua,” ucap Jason, suaranya datar tapi tajam seperti bilah pedang yang baru diasah.Langkah Markus terhenti. Ia menoleh, pura-pura anggun, seolah derajat seorang tabib istana membuatnya kebal dari rasa bersalah.“Apa lagi, Tabib Jason?” katanya dengan nada manis yang palsu. “Bukankah kau sudah berhasil menyelamatkan nyawa Perdana Menteri? Raja pasti akan memberimu hadiah besar. Sekarang... aku permisi.”Ia kembali berbalik dengan wajah angkuhnya.“Tunggu.”Suara Jason kali ini lebih dingin. “Apa kau lupa dengan janjimu?”Akhi
Jason tetap tenang di tengah kerumunan tabib istana yang memandangnya dengan tatapan mencemooh. Ia meneteskan cairan oralit buatan tangannya perlahan ke bibir pucat Perdana Menteri yang hingga kini bahkan tak mampu membuka mata.“Minum sedikit saja… ayo,” bisiknya lirih, nada suaranya begitu mantap seolah berbicara kepada tubuh yang nyaris kehilangan semangat hidup.Karina berdiri di sisi tempat tidur, tangan mungilnya menggenggam ujung tirai sutra dengan gemetar. Ia ingin percaya—tapi rasa takut masih mendominasi wajahnya.“Tabib Jason… kalau terjadi apa-apa dengan Kakek, aku tidak akan bisa menolongmu.”“Tenang.” Jason memotongnya lembut. “Perdana Menteri akan baik-baik saja. Tubuhnya hanya butuh waktu untuk menerima cairan ini.”Sementara itu, Tabib Istana menatap sinis.“Hmph! Kau pikir campuran air, gula, dan garam bisa menyelamatkan seseorang di ambang kematian? Dasar anak sombong!”Jason menatapnya dingin. “Kau tidak tahu apa-apa tentang cara kerja tubuh manusia. Air dan garam
Jason menarik napas dalam, lalu berkata datar tapi mantap, “Apa kalian punya air minum yang sudah dimasak, gula pasir, dan garam?”Beberapa tabib langsung berpandangan satu sama lain, sementara Karina memiringkan kepala, alisnya berkerut. “Air matang, gula, dan garam? Apa maksudmu?”Jason tak menoleh. Suaranya tegas, dingin, seolah tak ada waktu untuk penjelasan panjang. “Kau ingin kakekmu sembuh atau tidak?”Nada serius Jason membuat Karina terdiam sejenak. Wajahnya berubah dari bingung menjadi tegang. “Tentu saja aku ingin! Pelayan!” serunya lantang. “Cepat bawakan apa yang diminta Tabib Jason!”Para tabib istana saling berbisik pelan. Salah satu dari mereka—seorang pria tua berjanggut panjang dengan jubah hijau zamrud—tertawa kering, nada suaranya merendahkan.“Baru kali ini aku mendengar penyakit disembuhkan dengan bumbu dapur,” ejeknya. “Air, gula, garam—apa kau sedang membuat minuman pesta, anak muda? Kalau kau ingin mundur, lakukan sekarang sebelum mempermalukan dirimu sendiri.
Tangan Jason mendadak gemetar. Ia mencoba memanggil kembali potongan ingatannya... tentang bagaimana cara menjahit luka, melakukan resusitasi, atau sekadar mendiagnosis gejala, namun yang muncul hanyalah kekosongan.Ruangan itu terasa membeku. Para pelayan dan tabib kerajaan yang menatap Jason dengan penuh harapan kini mulai berbisik-bisik, menatap heran melihat perubahan ekspresinya.Tabib Istana yang berdiri di belakangnya menyilangkan tangan dengan senyum sinis di wajah tuanya. “Kenapa, Anak Muda?” tanyanya dengan nada mengejek. “Kau... lupa cara pengobatan, ya?”Jason menatapnya dengan rahang mengeras, tapi dalam dadanya, jantungnya berdetak kacau.Ding!Sebuah suara mekanis bergema di dalam kepalanya, seperti bunyi lonceng dari dunia lain.[Ilmu Pengobatan Zaman Modern : Terkunci!][Misi untuk membuka segel ingatan : Buat Nona Karina tertarik dan memberikan satu kecupan!][Hadiah : Ingatan tentang Penyembuhan Penyakit Zaman Kuno]Jason membeku. Matanya membulat tidak percaya.“Ap
Sekitar satu jam perjalanan berlalu sebelum kereta akhirnya berhenti di depan sebuah rumah megah yang berdiri di tengah kota Aryaloka. Bangunannya besar, bertingkat dua, dengan atap melengkung berlapis genteng merah bata dan ukiran naga di setiap pilar batu. Di gerbang depan, dua penjaga bersenjata tombak berdiri tegak, wajah mereka tanpa ekspresi.Karina turun lebih dulu, gaunnya bergoyang diterpa angin sore. “Kita sudah sampai,” katanya singkat, tapi nadanya menyiratkan harapan dan tekanan sekaligus. “Aku harap kau bisa menyembuhkan Kakek.”Jason melompat turun dari kereta, menepuk-nepuk debu di pakaiannya. “Apakah Nona memiliki jarum perak? Aku mungkin membutuhkannya nanti.”Karina berbalik, menatap Jason dengan ekspresi antara kaget dan kesal. “Tabib macam apa kau ini? Jarum perak saja tak punya? Aku pernah lihat orang memberi hadiah satu kotak penuh jarum pengobatan pada kakek saat ulangtahun.” Ia mendengus kecil, lalu menambahkan dingin, “Masuk saja dulu. Aku akan mencarinya dul
Jason mengepalkan tinjunya yang penuh luka. Rasa sakit di tubuhnya kini kalah oleh amarah yang membara di dadanya.“Malang sekali nasibmu, kawan…” bisiknya lirih pada tubuh yang kini ia huni. Bibirnya berdarah, tapi tatapannya dingin. “Tenang saja. Aku akan membalas semua perbuatan mereka. Bibi, sepupu, para lintah darat itu… tidak akan dibiarkan hidup tenang.”Jason menarik napas panjang, lalu menempelkan selembar kain putih lusuh di depan gubuk reyot yang kini jadi tempat tinggalnya. Tulisan yang ia coret dengan tinta hitam seadanya tampak jelas meski bergetar karena angin siang.[TABIB SAKTI][MENGOBATI SEGALA MACAM PENYAKIT][GRATIS]Ia menaruh sebuah meja reyot dan sebuah bangku kecil di depan gubuk itu, duduk dengan dada tegak pura-pura percaya diri, meski jantungnya sebenarnya berdetak gelisah. "Semoga ada yang lewat…," gumamnya sambil mengusap keringat di dahinya.“Lihat tuh, sarjana gagal dari kota. Sekarang pura-pura jadi tabib,” sindir seorang pria tua sambil meludah ke tan







