Home / Fantasi / Sistem Penakluk Heroine / Bab 6 Ruang Sang Ratu

Share

Bab 6 Ruang Sang Ratu

Author: SATAN_666
last update Last Updated: 2025-09-14 01:02:24

POV: Arthur Pendragon

Aku berdiri di hadapan pintu besar berukir naga bersayap memegang pedang, lambang kebesaran keluarga Pendragon. Dua ksatria berjubah baja hitam membuka pintu itu perlahan, engselnya berdecit berat, menghasilkan suara yang membuat dinding marmer bergetar seolah memberi peringatan akan ujian yang menanti di baliknya.

Cahaya emas samar mulai merembes dari celah pintu yang terbuka. Aroma dupa dan bunga mawar menyusup masuk, menusuk inderaku dengan wangi yang terasa indah namun anehnya menekan dada. Aku merasakan tenggorokanku kering. Tangan kiriku sempat gemetar, tapi aku segera meraih pin Pendragon di dadaku. Jemariku meremasnya erat, lambang keluargaku yang harus kujaga dengan segala cara.

Aku menarik napas panjang.

[DING!]

[Notifikasi Sistem: Memasuki "Ruang Sang Ratu"]

[Resiko: Jalur Kematian 35% → meningkat menjadi 50% bila salah memilih langkah]

Pintu itu akhirnya terbuka sepenuhnya, menyingkap dunia lain di baliknya. Aku melangkah masuk, dan detik berikutnya pintu besar itu menutup rapat di belakangku. Suara gedebuk kayu berat bergema seperti palu penghakiman yang menandai takdirku.

Untuk sesaat, aku ingin menoleh. Tapi aku tahu ibuku, Erina, pasti masih berdiri di luar, menatap kepergianku. Aku tidak boleh memberi kesan ragu, bahkan hanya dengan gerakan kecil. Jika aku goyah sekarang, itu berarti aku sudah kalah sebelum pertempuran dimulai.

Langkahku terdengar jelas di ruangan itu. Ruangan ini berbeda jauh dengan aula besar tempat jamuan tadi. Di sini, cahaya lilin berwarna emas berderet di sepanjang dinding, memantulkan bayangan panjang yang menari di atas lantai marmer hitam. Tidak ada musik, tidak ada suara gelas, hanya hening yang menyesakkan. Setiap langkahku seperti diperhatikan ribuan mata tak terlihat.

Di ujung ruangan, di atas kursi berbalut kain merah marun, duduklah seorang wanita yang menjadi pusat dari semua bayangan itu.

Ratu Rasya Helios.

Gaun emasnya berkilau menyilaukan, seolah mataku dipaksa mengakui bahwa ia adalah matahari yang menguasai ruangan ini. Rambut pirangnya terurai anggun di bahunya, dan senyumnya lembut… terlalu lembut untuk dipercaya. Namun mata biru safir itu menatapku dengan tajam, seperti seekor harimau betina yang sedang menimbang mangsanya.

“Selamat datang, Tuan Muda Arthur,” ucapnya, suaranya mengalun halus namun bergema dingin di ruangan hening ini. “Kau terlihat lebih tenang dari yang kuduga.”

Aku segera menundukkan kepala, menahan degup jantung yang berusaha melompat keluar dari dadaku.

"Bagi saya… ini sebuah kehormatan bisa dipanggil langsung oleh Yang Mulia.”

[DING!]

[Ujian Sosial: Menjaga Etika – Lolos]

[Kepercayaan Ratu Rasya +1]

Aku melangkah lebih dekat saat jemarinya bergerak, memberi isyarat agar aku mendekat. Setiap langkah terasa seperti berjalan di atas tali tipis di jurang tak berdasar. Satu kata salah, satu ekspresi keliru, dan aku bisa jatuh ke dalam kegelapan.

“Aku sudah lama memperhatikanmu,” ucap Rasya, matanya mengikuti setiap gerakanku. “Anak dari keluarga Pendragon… terlalu lama bersembunyi di balik bayangan ibunya.”

Aku menahan napas, tapi tetap tersenyum tipis. “Mungkin ibu selalu melindungi saya. Namun bukan berarti saya tidak belajar.”

Senyum Rasya melebar. Ia mengetukkan jarinya tiga kali pada lengan kursi. Suara ketukan itu, meski sederhana, terdengar bagai gong yang menggetarkan jiwaku.

“Jawaban yang cerdas,” katanya datar. “Tapi ingat, Arthur… perlindungan seorang ibu tidak akan bertahan selamanya. Cepat atau lambat, kau akan dilemparkan ke panggung ini. Entah kau siap, atau tidak.”

[DING!]

[Efek Psikologis: Tekanan Sang Grandmaster]

[Stabilitas Mental Arthur – Teruji]

Aku merasakan hawa dingin menjalar ke tulang belakangku. Seolah ruangan ini perlahan menelan semua kehangatan dari tubuhku. Kata-kata Rasya bagai cambuk yang memaksa jiwaku menatap kenyataan.

Rasya kemudian condong ke depan. Tatapannya menusuk begitu dalam, seakan mencoba mengoyak pikiranku dan membongkar semua rahasia yang kusimpan. Senyum lembut itu tak lagi tampak manis, melainkan seperti jerat halus yang siap menutup kapan saja.

“Jadi, katakan padaku…” suaranya lirih namun tegas. “Apa yang benar-benar kau inginkan, Arthur Pendragon? Kekuasaan? Pengaruh? Atau sekadar bertahan hidup di dunia yang penuh darah ini?”

[DING!!]

[Percabangan Skenario Aktif!]

[Pilihan Utama Terbuka]

Jawab jujur: “Aku ingin kekuatan untuk melindungi keluargaku.”

Jawab politis: “Aku ingin menjadi bagian dari kerajaan, dan mendukung Yang Mulia.”

Jawab licik: “Aku ingin keduanya, kekuatan dan pengaruh.”

[Resiko Jalur Kematian: meningkat bila pilihan tidak sesuai dengan ekspektasi Rasya]

Aku menelan ludah. Dadaku berdebar lebih cepat. Rasya masih menatapku, menungguku. Senyumnya lembut, namun aku tahu, senyum itu bisa berubah menjadi pisau beracun kapan saja.

Sistem berbunyi di kepalaku, namun pilihan terakhir tetap ada padaku.

Setiap kata yang keluar sekarang bukan sekadar jawaban. Ini adalah garis hidupku.

Aku harus memilih dengan hati-hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 29 Api di Perbatasan

    Tiga tahun lalu – Perbatasan Kerajaan Zeraphir dan Kekaisaran BeelzebubMalam itu langit Nethrazel tampak seperti luka terbuka. Merah pekat menyelimuti cakrawala, dan dari arah barat kobaran api membumbung tinggi — menyala-nyala seperti lidah neraka yang menjilat langit. Aroma besi dan belerang menebal di udara. Angin malam membawa jeritan prajurit, dentingan logam, dan bau daging terbakar.Aku berdiri di puncak tebing, jubah hitam berlumur darah berkibar tertiup badai. Di bawah sana, ribuan pasukan Zeraphir dan Beelzebub masih bertarung sengit meski matahari sudah lama tenggelam. Tanah basah oleh darah, dan bumi sendiri seolah menangis menahan beban perang ini.Semua ini… hanya karena satu penghinaan.Satu bulan lalu, seorang pangeran dari Kekaisaran Beelzebub — sombong, angkuh, dan buta akan perbedaan — datang ke istanaku membawa proposal pernikahan. Ia berkata ingin “menyelamatkan darah Zeraphir dari kesia-siaan” dengan menikahiku.Aku tidak marah karena ia melamarku — aku marah ka

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 28 Bayangan Sang Putri Pembantaian

    Namaku Monica, salah satu pelayan di Istana Velgrath — istana megah yang menjadi tempat tinggal Ratu Karina, penguasa tertinggi Kerajaan Zeraphir.Aku baru berusia delapan belas tahun, dan meskipun statusku hanyalah pelayan biasa, bekerja di istana ini jauh berbeda dari menjadi pelayan di tempat lain. Setiap langkah di koridor istana penuh keagungan ini membawa beban sejarah… dan ketakutan.Tiga tahun telah berlalu sejak hari itu — hari yang tak pernah bisa kulupakan. Saat itu, Ratu Karina kembali ke istana setelah perjalanan panjangnya ke luar kerajaan. Namun kali ini ia tidak datang sendiri. Di sisinya, berjalan seorang anak laki-laki berambut hitam legam, tampak berusia sekitar dua belas tahun.Meskipun masih muda, sorot matanya tajam dan wajahnya menunjukkan keteguhan luar biasa. Aku bahkan sempat berpikir, jika ia dewasa nanti, ia akan tumbuh menjadi sosok yang sangat tampan dan karismatik.Hanya berselang tujuh hari setelah kedatangannya, Ratu Karina membuat pengumuman yang meng

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 27 Fragmen yang Hilang

    Rasa sakit itu datang tanpa peringatan.Tubuh Arthur seperti terbakar dari dalam. Urat-uratnya berdenyut hebat, seolah ada sesuatu yang merangkak liar di bawah kulitnya. Napasnya tersengal, pandangannya kabur. Lantai marmer yang dingin di bawah kakinya terasa jauh, seolah ia jatuh ke dalam jurang tak berdasar.“Aaaarghhh!”Teriakan itu pecah tanpa kendali, memecah kesunyian ruangan. Darah segar mengalir deras dari hidungnya. Tubuhnya terhempas ke lantai. Rasa sakit itu terlalu menyiksa — jauh melampaui apa pun yang pernah ia alami sebelumnya.Lalu, seolah semuanya hanyalah mimpi buruk, perlahan rasa sakit itu mereda.Arthur terengah-engah. Punggungnya bersandar pada dinding, napasnya memburu seperti habis berlari bermil-mil. Keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Saat kesadarannya mulai kembali sedikit demi sedikit, matanya terbuka… dan tubuhnya membeku.“...Hah?”Ini… ruang tamu? Tidak. Bukan kamarnya. Bukan tempat yang ia ingat.Arthur tidak mengenali gaya arsitektur ruangan in

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 26 Bayangan yang Mengawasi

    Setelah malam itu — malam ketika bibit Ordre De L’Ombre pertama kali ditanam, Arthur menyadari satu hal: semua ini baru permulaan. Ia harus kembali sebelum matahari terbit. Ia tak ingin ibu maupun neneknya tahu bahwa ia menyelinap keluar mansion pada malam hari. Maka, dengan langkah cepat dan hati-hati, Arthur menyusuri jalan setapak yang membawanya kembali ke mansion keluarga Pendragon. Sebelum berpisah, ia meminta Neria, gadis yang baru saja dibebaskannya dari Kutukan Abaddon, untuk sementara tinggal di sebuah penginapan kecil tak jauh dari mansion, sekitar dua kilometer jauhnya. Itu adalah tempat aman, setidaknya sampai mereka merencanakan langkah selanjutnya. Namun apa yang tidak Arthur ketahui… adalah bahwa ia tidak pernah benar-benar sendirian malam itu. Dari kejauhan, di balik kabut malam yang dingin, sepasang mata tajam telah mengawasinya sejak awal. Irene Pendragon, neneknya

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 25 Awal Terbentuknya Ordre De L’ombre

    Pertempuran telah usai. Di tengah malam yang pekat, Arthur berdiri di depan reruntuhan kuil tua yang kini sunyi dan mencekam. Angin dingin berembus pelan, menyapu dedaunan kering dan membawa aroma besi yang pekat dari darah segar yang baru saja tertumpah. Ia menyarungkan pedangnya, langkahnya perlahan menembus keheningan yang hanya dipecahkan oleh suara desir angin. Kuil itu dulunya adalah sarang para bandit — pusat dari segala kekacauan di hutan utara. Kini, setelah pertarungan berdarah yang mengakhiri nyawa pemimpin mereka, tempat itu hanya menyisakan puing-puing, sisa peralatan, dan hasil jarahan yang berserakan di mana-mana. Tumpukan emas, koin perak, peti artefak terlarang, hingga bahan makanan memenuhi setiap sudut ruangan. Jelas kelompok ini sudah lama beroperasi, terorganisir, dan berbahaya. Namun bukan harta yang menarik perhatian Arthur. Di sisi terdalam kuil, matanya menangkap sebuah lorong sempit yang nyaris tersembunyi di balik reruntuhan. Rasa ingin tahu menuntunn

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 24 Kebangkitan Darah Naga

    Teriakan “Serang!” memecah sunyi malam.Api unggun bergoyang liar, bayangan para bandit bergerak ke segala arah. Dua orang menyerbu lebih dulu, langkah mereka kasar, seperti orang yang terbiasa bertarung di jalanan. Golok pertama menyambar pundakku dari sisi kanan, aku menepisnya dengan sisi datar pedang, getarannya menyusup sampai ke pergelangan tanganku. Golok kedua meluncur rendah, membidik lutut. Aku melompat kecil ke samping, memutar pinggang, lalu menghantam rusuk penyerangnya dengan gagang pedang.“Ugh!”Napasnya terhenti, tubuhnya limbung, lalu jatuh tak bergerak.“Bocah sialan!” maki bandit bertubuh kekar dengan tongkat besi besar. Ia menyerbu tanpa ragu, ayunan tongkatnya berat dan brutal. Aku tidak mundur. Satu langkah maju, pinggangku memutar, dan dengan teknik Cakar Naga yang baru kupelajari dari latihan sore tadi, bilah pedangku menyayat diagonal — cukup dalam untuk membelah udara dan merobek perutnya.“Arrrggghhh!!”Jeritannya menembus langit malam. Darah memercik memba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status