Beranda / Fantasi / Sistem Penakluk Heroine / Bab 7 Bayangan Mawar Hitam

Share

Bab 7 Bayangan Mawar Hitam

Penulis: SATAN_666
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-17 19:41:24

Ruangan itu terasa membeku.

Aku berdiri kaku di hadapan Ratu Rasya Helios. Senyumnya lembut, namun sorot matanya menusuk, seolah setiap lapisan pikiranku dilucuti tanpa sisa. Napasku berat, dadaku sesak, dan setiap detik yang berlalu terasa seperti pedang tipis yang digoreskan perlahan di leherku.

Bagaimana aku harus menjawab pertanyaan ratu?

Kalau aku jawab jujur, mungkin aku dianggap polos. Kalau aku menjawab secara politis, bisa jadi ia menuduhku penjilat. Dan bila aku menjawab dengan cara licik, justru aku yang akan dianggap ancaman baginya.

Semua pilihan sama saja: jebakan. Tidak ada jawaban yang benar-benar aman.

Aku merasakan keringat dingin menetes di pelipis, tanganku tanpa sadar mengepal di sisi tubuhku. Sekilas kelemahan saja bisa mengundang bencana.

Lalu, tepat ketika aku hendak membuka mulut—

WUSHHHHH—!!

Suara dentuman Mana memecah kesunyian. Lantai marmer hitam di bawah kakiku bergetar, retakan cahaya ungu menyebar membentuk lingkaran sihir raksasa. Angin panas berhembus, aroma ozon menyengat hidungku. Aura itu begitu menekan, membuat jantungku serasa diremas paksa.

Aku membeku. Untuk sesaat, kepanikan merambat ke otakku. Siapa…? Musuh? Atau jebakan Rasya? Tubuhku justru ingin mundur, kakiku kaku, telapak tanganku dingin.

Ratu Rasya berdiri refleks, gaun emasnya berdesir. Matanya menyipit, jelas ia tak menyangka ada seseorang yang berani menembus ruangannya.

Dari cahaya itu, perlahan muncul sosok wanita. Rambut hitam legam terurai hingga pinggang, berkilau bagai malam tanpa bintang. Matanya berwarna emas berkilau seperti bara api yang langsung menancap ke hatiku. Sorot itu bukan hanya tajam, melainkan penuh wibawa.

Aku tertegun. Rambut hitam… mata emas… ciri yang hanya dimiliki oleh darah murni keluarga Pendragon. Ketakutanku runtuh berganti rasa tak percaya.

Wanita itu berjalan anggun, setiap langkahnya membuat udara bergetar seakan dunia memberi jalan. Senyumnya lembut, namun auranya menggetarkan hingga sumsum tulangku. Ia tidak menoleh sedikit pun pada Ratu Rasya, seakan sang ratu hanyalah bayangan di ruangan ini.

Aku membelalakkan mata. Tidak mungkin… itu…

Wanita itu berhenti tepat di depanku. Tangannya yang halus menyentuh rambutku, membelainya penuh kasih sayang. Senyumnya hangat, membuyarkan segala ketegangan yang menjerat dadaku.

“Cucuku sayang… apakah kau merindukan nenekmu ini?”

Suara itu lembut, tapi bergema penuh wibawa. Jiwaku bergetar. Aku sempat terdiam, otakku kosong sejenak, mataku masih lebar antara terkejut dan bingung. Lalu, perlahan, rasa takut itu meleleh menjadi haru. Air mata menggenang tanpa bisa kutahan.

“Nenek… aku sangat merindukanmu!”

Aku memeluknya erat, seolah takut kalau aku melepaskannya, sosok ini akan kembali lenyap.

Wanita itu… adalah Irene Pendragon.

Ibu dari mendiang ayahku, Duke Ardan Pendragon. Sang legenda Kerajaan Helios. Wanita yang kisahnya diceritakan seperti dongeng perang, dijuluki Mawar Hitam Pendragon.

Aku tak percaya nenek yang selama ini hanya diceritakan dalam buku sejarah dan bisikan keluarga kini berdiri nyata di hadapanku. Aura yang mengelilinginya… anggun, indah, namun menakutkan. Bukan sekadar bangsawan, tapi kekuatan tempur yang mampu mengguncang benua.

Ratu Rasya akhirnya bersuara, suaranya tenang tapi aku bisa merasakan ketegangan di balik nada itu.

“Benar-benar pemandangan langka. Irene Pendragon… sang Mawar Hitam, yang katanya sudah lama menghilang dari panggung politik, ternyata memilih muncul di sini.”

Nenek menoleh perlahan, matanya yang keemasan memantulkan cahaya seperti bilah pedang. Senyumnya masih sama, lembut. Tapi hawa dingin di balik senyum itu membuat tengkukku merinding.

“Ini rumahku, Rasya. Wajar saja aku kembali… terutama ketika aku mencium aroma ular yang mencoba menyusup ke dalamnya.”

Dadaku tercekat. Ketegangan menelan ruangan. Aku bisa merasakan dua kekuatan raksasa berhadapan tepat di depanku.

Ratu Rasya tidak mundur, meski sorot matanya jelas lebih waspada sekarang. Namun nenekku melanjutkan dengan suara yang masih terdengar lembut, tapi penuh ketegasan menusuk.

“Rasya Helios… kau tidak berubah sejak dulu. Licik, penuh racun, dan selalu menyembunyikan taringmu di balik senyuman manis.”

Tatapan Ratu Rasya berubah tegang. Walau ia adalah seorang Ratu sekaligus Grandmaster yang disegani di seluruh Kerajaan Helios, menghadapi Irene Pendragon jelas berbeda dengan menghadapi bangsawan biasa. Irene bukan sekadar seorang mantan Duchess, namun beliau adalah legenda hidup, wanita yang pernah berdiri sejajar dengan para Saint di medan perang.

Aku bisa merasakan tubuhku bergetar, tapi kali ini bukan karena takut. Melainkan… lega.

Nenek muncul tepat di saat aku berada di ujung jurang, ketika satu jawaban saja bisa menjebakku ke dalam kematian.

[DING!!]

[Notifikasi Sistem: Ancaman Jalur Kematian Dibatalkan]

[Perlindungan Sementara Aktif: Irene Pendragon]

Mataku membelalak. Helaan napas panjang lolos dari dadaku, seakan beban berat yang menindih bahuku lenyap dalam sekejap. Aku menatap nenek dengan campuran rasa haru dan kagum. Selama ini, aku hanya mendengar kisah beliau dari ibuku, Erina. Kisah yang nyaris seperti dongeng. Bahwa Mawar Hitam Pendragon pernah menebas ribuan musuh di medan perang, bahwa senyumnya bisa menenangkan sekutu namun juga membekukan darah lawan.

Dan kini, legenda itu… memelukku dengan penuh kasih sayang.

Ini bukan kebetulan.

Aku tahu betul, kehadiran nenekku di sini adalah sebuah deklarasi. Sebuah pesan yang ditujukan langsung kepada Ratu Rasya: Arthur Pendragon bukan sekadar anak kecil yang bisa dijadikan bidak politik. Aku adalah cucu dari Mawar Hitam.

Nenek berdiri tegak di sisiku, tangannya lembut menyentuh bahuku. Namun aura yang memancar darinya membuat udara bergetar, seolah bayangan di dinding pun gemetar ketakutan.

Ratu Rasya maju selangkah. Gaun emasnya berkilau di bawah cahaya lilin, wajahnya tetap terjaga dengan senyuman anggun, tapi aku melihat garis tipis di sudut matanya, garis yang menandakan amarah yang ditekan dengan susah payah.

“Irene,” katanya dengan nada yang terdengar seperti campuran ejekan dan pengakuan. “Aku kira kau sudah bosan dengan permainan politik kerajaan. Bukankah dunia sudah lama menganggapmu pensiun dari panggung kekuasaan?”

Nenek terkekeh pelan. Tawa lembut, tapi tekanan di baliknya begitu menekan udara sekitarnya.

“Permainan politikmu terlalu membosankan untukku, Rasya. Aku hanya datang… karena aku mencium aroma pemangsa yang mencoba mencabik cucuku.”

Aku menahan napas. Aura di ruangan ini semakin padat. Karena dua wanita luar biasa yang berdiri di hadapanku. Rasya Helios, sang Ratu yang berkuasa, dengan wibawa Grandmasternya. Dan Irene Pendragon, Mawar Hitam, legenda yang bahkan konon pernah menantang Saint di medan perang.

Tubuhku merinding. Hawa dingin merayap ke tulangku, tapi berbeda dari sebelumnya, aku tidak lagi sendirian. Ada benteng besar yang melindungiku.

[DING!]

[Notifikasi Sistem: Tekanan Psikologis dari Ratu Rasya dinetralkan oleh kehadiran Irene Pendragon]

Ratu Rasya tersenyum tipis, matanya berkilat penuh tantangan.

“Kau melindunginya terlalu berlebihan, Irene. Seorang Pendragon seharusnya belajar menghadapi dunia dengan caranya sendiri, bukan selalu bersembunyi di balik bayangan seorang nenek. Lagipula, para bangsawan lain pasti bertanya-tanya: apakah keluarga Pendragon masih setia pada kerajaan… atau justru sedang menyiapkan ancaman baru bagi kerajaan?”

Aku tercekat. Kata-kata itu seperti racun yang dilemparkan ke udara. Rasya seakan menuduhku lemah, dan sekaligus menebar keraguan politik pada keluargaku.

Nenek mengangkat dagunya sedikit, suaranya jernih, indah, namun tajam bagaikan pedang.

“Rasya, cucuku ini baru berusia sepuluh tahun. Aku tak akan membiarkanmu memainkan takdirnya dengan cara kotormu. Jika dunia ingin mengujinya, biarlah ia tumbuh terlebih dahulu. Bukan dipaksa masuk ke arena politikmu yang penuh racun. Dan jangan coba-coba menggoyahkan kesetiaan keluarga Pendragon. Kami adalah penjaga kerajaan ini, bukan pengkhianat.”

Dadaku menghangat. Kata-kata nenek menusuk langsung ke dalam jiwaku. Untuk pertama kalinya sejak jamuan ini dimulai, aku merasa benar-benar dilindungi.

Ratu Rasya tidak langsung menjawab. Ia hanya meneguk anggurnya pelan, sorot matanya menyala penuh makna. Lalu ia berbicara dengan nada samar, namun setiap kata terasa seperti belati yang diarahkan kepadaku.

“Kau tidak bisa menjauhkan dunia politik selamanya. Cepat atau lambat, bocah itu akan jatuh ke dalamnya. Dan jika saat itu tiba… aku akan ada di sana untuk menyambutnya.”

[DING!]

[Notifikasi Sistem: Jalur Obsesi Ratu Rasya — Tertunda]

[Risiko Kematian untuk Anda berkurang menjadi 10%]

Aku terdiam. Obsesi…? Jadi Ratu benar-benar telah menaruh minat pada diriku?

Sistem ini menegaskan sesuatu yang lebih berbahaya dari sekadar politik. Minat seorang ratu bisa berubah menjadi perlindungan… atau menjadi jerat yang menelan hidupku.

Nenek tersenyum dingin. Senyum yang bagi musuh bisa terasa lebih menakutkan daripada tatapan tajam.

“Kalau saat itu tiba, Rasya… kita lihat saja apakah tanganku masih cukup kuat untuk menebas sambutanmu itu.”

Ruangan kembali membeku.

Aku menggenggam pin naga bersayap di dada dengan erat. Jantungku berdegup kencang, tapi kali ini bukan hanya karena takut, melainkan karena kesadaran baru.

Pertemuan ini bukan kebetulan. Ini adalah peringatan… sekaligus permulaan.

Dunia Libra baru saja menunjukkan padaku bahwa aku bukan pion kecil di papan permainan ini. Aku adalah Pendragon. Dan dengan munculnya nenekku, Irene, seluruh kerajaan kini tahu: aku tidak sendirian, ada orang yang menjadi bentengku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 26 Bayangan yang Mengawasi

    Setelah malam itu — malam ketika bibit Ordre De L’Ombre pertama kali ditanam, Arthur menyadari satu hal: semua ini baru permulaan. Ia harus kembali sebelum matahari terbit. Ia tak ingin ibu maupun neneknya tahu bahwa ia menyelinap keluar mansion pada malam hari. Maka, dengan langkah cepat dan hati-hati, Arthur menyusuri jalan setapak yang membawanya kembali ke mansion keluarga Pendragon. Sebelum berpisah, ia meminta Neria, gadis yang baru saja dibebaskannya dari Kutukan Abaddon, untuk sementara tinggal di sebuah penginapan kecil tak jauh dari mansion, sekitar dua kilometer jauhnya. Itu adalah tempat aman, setidaknya sampai mereka merencanakan langkah selanjutnya. Namun apa yang tidak Arthur ketahui… adalah bahwa ia tidak pernah benar-benar sendirian malam itu. Dari kejauhan, di balik kabut malam yang dingin, sepasang mata tajam telah mengawasinya sejak awal. Irene Pendragon, neneknya

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 25 Awal Terbentuknya Ordre de l’Ombre”

    Pertempuran telah usai.Di tengah malam yang pekat, Arthur berdiri di depan reruntuhan kuil tua yang kini sunyi dan mencekam. Angin dingin berembus pelan, menyapu dedaunan kering dan membawa aroma besi yang pekat dari darah segar yang baru saja tertumpah. Ia menyarungkan pedangnya, langkahnya perlahan menembus keheningan yang hanya dipecahkan oleh suara desir angin.Kuil itu dulunya adalah sarang para bandit — pusat dari segala kekacauan di hutan utara. Kini, setelah pertarungan berdarah yang mengakhiri nyawa pemimpin mereka, tempat itu hanya menyisakan puing-puing, sisa peralatan, dan hasil jarahan yang berserakan di mana-mana. Tumpukan emas, koin perak, peti artefak terlarang, hingga bahan makanan memenuhi setiap sudut ruangan. Jelas kelompok ini sudah lama beroperasi, terorganisir, dan berbahaya.Namun bukan harta yang menarik perhatian Arthur.Di sisi terdalam kuil, matanya menangkap sebuah lorong sempit yang nyaris tersembunyi di balik reruntuhan. Rasa ingin tahu menuntunnya mela

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 24 Kebangkitan Darah Naga

    Teriakan “Serang!” memecah sunyi malam.Api unggun bergoyang liar, bayangan para bandit bergerak ke segala arah. Dua orang menyerbu lebih dulu, langkah mereka kasar, seperti orang yang terbiasa bertarung di jalanan. Golok pertama menyambar pundakku dari sisi kanan, aku menepisnya dengan sisi datar pedang, getarannya menyusup sampai ke pergelangan tanganku. Golok kedua meluncur rendah, membidik lutut. Aku melompat kecil ke samping, memutar pinggang, lalu menghantam rusuk penyerangnya dengan gagang pedang.“Ugh!”Napasnya terhenti, tubuhnya limbung, lalu jatuh tak bergerak.“Bocah sialan!” maki bandit bertubuh kekar dengan tongkat besi besar. Ia menyerbu tanpa ragu, ayunan tongkatnya berat dan brutal. Aku tidak mundur. Satu langkah maju, pinggangku memutar, dan dengan teknik Cakar Naga yang baru kupelajari dari latihan sore tadi, bilah pedangku menyayat diagonal — cukup dalam untuk membelah udara dan merobek perutnya.“Arrrggghhh!!”Jeritannya menembus langit malam. Darah memercik memba

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 23 Jejak Darah Pertama

    Malam sudah melewati puncaknya ketika suara itu terdengar di dalam kepalaku. Terasa dingin, tanpa emosi, hanya sebaris teks yang muncul di ruang pikiranku.[DING!][Misi Samping: Hancurkan Sarang Bandit di Hutan Utara][Hadiah: Item Misterius + EXP]Aku menatap kosong langit-langit kamar yang temaram. Nafasku masih terasa berat sisa latihan sore tadi. Sendi-sendi seolah berderit protes, tapi kilau kalimat biru itu menyalakan sesuatu yang lebih keras daripada rasa sakit."Meski terkadang sistem memberikanku misi secara tidak terduga, hadiahnya pasti bagus. Apalagi aku masih memiliki rasa semangat bertarung setelah mengalahkan bayangan itu.”Aku bangkit pelan. Kamar gelap; hanya sepotong cahaya bulan yang menyelinap dari sela tirai. Aku mengenakan mantel tipis, menutup pin Pendragon dengan kain kusam, lalu menyelipkan pedang latihan berpelindung tipis, bilah baja pendek yang biasa kupakai di arena latihan. Beratnya terasa pas di telapak

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 22 Bayangan Masa Lalu dan Permulaan Takdir

    Satu jam berlalu sejak Irene memanggil makhluk bayangan itu. Arena latihan kini sunyi, hanya terdengar napas terengah-engah dari seorang bocah laki-laki yang terbaring di tengah lantai.Arthur tergeletak tanpa daya. Seluruh tubuhnya memar, napasnya memburu berat, dan keringat membasahi lantai marmer di bawahnya. Setiap helaan napas terasa seperti beban besar yang menghantam dadanya. Ia mencoba menggerakkan jari, sekadar untuk duduk, namun bahkan itu pun terasa mustahil.Pertarungan barusan benar-benar menguras segalanya.Bukan hanya tenaga… tetapi juga harga dirinya.Di sisi arena, Irene berdiri dengan tangan bersedekap. Wajahnya tenang, bibirnya melengkung membentuk senyuman samar saat memandang cucunya. Bukan senyum mengejek, melainkan kebanggaan yang tidak ia sembunyikan.“Cukup bagus…” gumamnya pelan.Bagi Irene, ini adalah pertama kalinya ia menyaksikan sendiri kemampuan cucunya dalam pertarungan nyata. Dan hasilnya… melebih

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 21 Bayang-Bayang Pertunangan

    Malam itu berakhir dengan ketegangan yang belum sepenuhnya terurai. Setelah Irene Pendragon menyingkap sedikit kebenaran mengenai sosok berjubah hitam, suasana di aula menjadi berat.Arthur hanya bisa menunduk dalam, pikirannya dipenuhi gema kata-kata yang baru saja didengarnya. Celina di sampingnya terdiam, wajahnya pucat, seolah dunia yang ia kenal tiba-tiba retak.Akhirnya, Irene mengibaskan tangan, memberi isyarat bahwa pembicaraan malam ini selesai.“Baiklah, cukup. Istirahatlah."Pelayan segera masuk, memberi hormat, lalu membimbing Celina menuju kamar tamu di bagian timur. Gadis Ravencroft itu berjalan dengan kepala sedikit tertunduk, seakan menyembunyikan badai yang berkecamuk di hatinya. Sebelum berbelok, ia sempat menatap Arthur sekilas, tatapannya singkat, dingin, namun bergetar samar.Arthur hanya bisa membalas dengan anggukan kecil. Ada jarak di antara mereka yang belum pernah terasa sedingin ini.Sementara itu,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status