Satu masalah belum selesai kini masalah baru sudah muncul dihadapanku. Ketika aku memang baru saja berfikir mengenai sosok lelaki yang beberapa waktu yang lalu bertemu dengan Mas Darma dan Nadia, serta hubungannya dengan terorku pagi tadi. Kini, satu buah teror sudah muncul di hadapanku.Apa mungkin, ini adalah ulah satu orang yang sama? Tapi siapa? Ingin menuduh Mas Darma pun saat ini aku belum memiliki bukti yang cukup kuat karena saat itu aku tidak bisa melihat wajah lelaki itu dengan jelas.Ah, rasanya kepalaku seperti mau pecah.Entah kenapa Tuhan memberikanku cobaan sebanyak ini tanpa seorang pun yang bisa kujadikan sandaran. Kupandangi mobilku yang telah tak berbentuk. Ingin marah pun pada siapa karena saat ini aku sama sekali belum tahu mengenai orang yang telah dengan sengaja menerorku.“Hallo, Pak. Tolong jemput aku di taman kota sebelah timur. Dan juga bawa orang bengkel ke tempat ini, mobilku bermasalah,” ucapku pada Pak Abdul, sopir keluargaku yang memang kutugaskan khus
Hari ini telah kumantapkan hatiku untuk segera mendaftarkan diri ke kantor pengadilan agama. Untuk apa lagi jika bukan gugatan cerai? Ya, aku memang sudah yakin jika ingin menggugat cerai Mas Darma karena sampai sekarang dia pun tak ada itikad baik untuk berubah dan ingin kembali denganku.Tak masalah, toh aku juga sudah tidak butuh lelaki sepertinya. Biar dia bahagia dengan pilihannya, bahkan dengan seleranya yang rendahan itu. Aku kira, seorang BabySitter di rumah akan meringankan pekerjaanku. Namun ternyata dia tak hanya meringankan pekerjaanku melainkan sangat membuatku sangat ringan karena dengan begitu aku bisa tahu bagaimana keadaan dan kondisi suamiku yang sebenarnya.Sepanjang perjalanan aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk melamun. Kuremas dadaku sendiri, rasa sakit yang kian menelusup dalam dada ini rasanya perlahan begitu menggerogoti kebahagianku.Sedikit banyaknya aku masih belum terima dengan status baru yang nantinya akan kusandang setelah permohonanku dikabulkan
"Kakak, ini bunga. Dari orang itu," ucap seorang anak laki-laki penjual tissu menyerahkan sebuah mawar merah kepadaku dengan menunjuk seorang lelaki di seberang sana.Aku memicingkan mata, berusaha mencari sosok lelaki yang di tunjuk oleh anak itu dengan jelas. Dan betapa terkejutnya Irvan duduk kursi taman seberang sana dengan membawa sebucket mawar merah yang sangat cantik. Dia tersenyum, lalu menghampiriku.Tubuhku masih saja membeku, rasanya tak percaya dengan apa yang baru saja kulihat. Sebuah bucket bunga mawar merah dengan beberapa hiasan cantik dipinggirnya."Bunga yang cantik untuk wanita yang cantik dan kuat," ucap Irvan ketika sampai di hadapanku."Maksud kamu?""Ya terima aja dulu, nanti juga paham." Dia kembali berujar, membuatku mau tak mau menerima bunga yang telah disodorkan padaku."Aku tahu kamu sedang banyak masalah, itulah sebabnya aku kasih bunga biar kamu semangat lagi," tuturnya membuatku tersentuh."Sudah, nggak usah dipikirin dari mana aku tahu semua tentangm
[Bukan aku yang menginginkanmu miskin, Mas. Tapi kamu sendiri dengan segala kelakuanmu itu.]Rasanya aku sangat puas ketika bisa melihat Mas Darma seperti ini. Setidaknya kini dia bisa menerima pembalasan atas apa yang sudah dilakukannya padaku.Dengan segenap hati aku membantunya dengan ikut bekerja, tapi ternyata apa yang kulakukan hanyalah sebuah kesalahan. Andai saja waktu dapat diputar, aku tidak ingin kejadian ini terjadi padaku.[Persetan dengan semua itu. Bagiku siapa yang bisa membahagiakanku itu lah yang pantas bersanding denganku]Jantungku berdetak sangat cepat ketika kubaca pesan balasan darinya. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu?[Baiklah ... Jalani hidupmu dengan BabySitter itu meski tanpa uang disakumu]Kulempar ponselku asal, lalu kembali merebahkan tubuhku di atas ranjang kamar. Satu-satunya hal yang mampu membuatku bersemangat hanya satu, Arkan.Saat ini aku hanya ingin melihat Mas Darma hancur dan bisa kembali kejalan yang benar. Atau setidaknya aku ingin meliha
"Kamu sudah benar-benar mengikhlaskan Darma?" tanya Satya ditengah-tengah kesunyian yang terjadi diantara kami ketika tengah menikmati hidangan di restoran ini.Sejenak aku terdiam, memikirkan bagaimana perasaanku yang sesungguhnya apakah benar bahwa aku telah mengikhlaskan Mas Darma atau belum. Namun, yang kurasakan kini hatiku memang telah benar-benar tak ada Mas Darma lagi."Iya, sudah.""Kamu tidak menyesal memberikan lelakimu kepada seorang BabySitter?"Aku tertawa setelah temanku itu mengatakan demikian. "Kenapa harus menyesal? Biarkan saja, mungkin memang itu yang dia inginkan, Satya."Satya ikut tertawa, lalu kami melanjutkan makan dengan topik pembicaraan yang lain. Bagiku Satya adalah teman yang sangat setia kepadaku karena dia mau tetap berada di sampingku ketika kondisiku benar-benar sedang terpuruk. Hanya Satya yang membantuku kala itu, ketika Mas Darma tengah terpergok bersama Nadia."Besok aku mau ke rumahmu, ada waktu?" tanya Satya ketika kami telah selesai makan."Ada
Pertemuanku dengan Irvan benar-benar membuat pikiranku tak bisa kukendalikan. Benar, pikiranku jadi kacau. Bagaimana tidak? Secara terang-terangan dia melamarku setelah perpisahanku dengan Mas Darma baru terjadi.Kuhembuskan nafas dalam, lalu menutup kembali kaca mobil yang sempat kubuka sebelumnya. Hari ini aktivitasku tak terlalu padat, sehingga aku lebih bisa menikmati hari dengan santai.Rencananya setelah ini aku ingin menjalani hariku dengan sangat bahagia. Mengenai Mas Darma dan Nadia aku sudah benar-benar melupakannya dan mengikhlaskan semuanya. Aku yakin di balik ini akan ada balasan yang jauh lebih baik dari apapun.Semua kejadian yang baru saja menimpaku ini memang terasa sangat sakit. Dikhianati oleh orang-orang terdekat seakan aku jatuh ke lembah yang sangat dalam. Orang-orang yang seharusnya menjadi penopang di saat hatiku gundah dan sakit nyatanya hanya bisa menjadi boomerang bagiku. Dengan teganya mereka memporak-porandakan hatiku sedalam ini.Ah, betapa adilnya Tuhan
"Em ... Tapi tidak ada salahnya kan kamu membuka hati lagi? Mana mungkin kamu akan sendiri terus seperti ini?" tandas Satya dengan menatapku dalam.Aku hanya menghela nafas dalam, lalu mengalihkan pandangan. "Eh, lihat. Besok kalau ada waktu luang lagi ajak aku ke sana, ya," kataku dengan menunjuk sebuah restoran yang baru saja buka dan mengadakan diskon besar-besaran untuk makanan utamanya.Sejujurnya, aku hanya ingin mengalihkan pembicaraan karena sebenarnya aku sendiri pun bisa pergi ke sana tanpa Satya. Pembicaraan Satya rasanya sangat menusukku, itulah sebabnya aku memilih untuk mengalihkan pembicaraan.Awalnya Satya terdiam, mungkin dia juga merasa jika sebetulnya aku hanya mengalihkan pembicaraan saja. Namun pada akhirnya dia lantas menyahut perkataanku. "Oh, restoran baru itu, ya? Baik lah, besok kita coba. Kebetulan makanan jepang adalah makanan kesukaanku," tuturnya dengan ikut melihat restoran di depan sana.Lewat ekor mataku, kulihat Satya menatap lekat restoran yang baru
Sepanjang perjalanan aku sama sekali tidak bisa fokus, karena masih memikirkan apa yang baru saja dikatakan oleh Satya. Ya, perbuatan Satya yang mengakuiku sebagai kekasihnya di depan mantan pacarnya membuatku sangat tidak nyaman.Selain aku tidak suka kebohongan, aku juga tidak nyaman dengan sandiwara yang dia mainkan. Bagaimana bisa, dia membawakan sandiwara itu seperti dengan menggunakan hati? Jika tak sengaja aku menggunakan hati juga, apa yang akan dia lakukan?Astaga ... Apa yang aku pikirkan? Tidak mungkin semua itu terjadi karena persahabatanku dengannya sudah terjalin sangat lama. Mana mungkin Satya memiliki perasaan itu padaku, dan juga denganku, aku juga tidak mungkin memiliki rasa itu.Saat ini saja aku tengah gundah dengan perasaan yang baru saja diutarakan oleh Irvan, bagaimana mungkin aku justru menambah beban di dalam hatiku? Rasanya hidupku baru saja tenang selepas dari Mas Darma, lalu apa sekarang aku akan memperkeruhnya lagi dengan perasaan yang mungkin tak nyata in