Share

Bab 6

Skandal BabySitter dan Suamiku

(6)

..

Tak sengaja aku bertemu Nadia, selingkuhan suamiku, yang sedang bersama teman-temannya di sebuah restoran cepat saji. Dia terlihat bahagia bersama temannya, tidak seperti waktu di rumah sebagai Babysitter bayiku.

"Gil* kamu, Nad. Nggak takut karma apa, ngrebut suami majikanmu," celetuk salah seorang temannya.

"Hahaha ... Enggak lah. Karma apaan. Justru ini tuh rejeki."

Ha? Rejeki katanya? Kenapa mulutnya semenyebalkan itu.

"Tapi kamu nggak sepadan sama istrinya. Level dia ada jauh di atas kamu," tutur temannya yang lain membuatku tersenyum tipis.

Temannya saja sadar diri, kenapa Nadia bisa sepercaya diri itu?

"Heh, kamu ngremehin aku? Yang penting itu suaminya doyan sama aku, bukan seberapa tinggi level kami. Itu yang terpenting."

"Tapi kalau jadi aku, malu deh kalau nanti diselingkuhin balik sama tuh laki. Nyari gebetan tuh yang sepadan, atau kalau nggak yang belum punya bini."

Aku menganggukkan kepala meski tak sedang mengobrol dengan mereka. Sebenarnya teman-temannya memiliki pemikiran yang baik, tidak seperti Nadia yang sama sekali tak punya hati.

"Alah, persetan sama selingkuh. Yang penting sekarang aku menikmati permainan ini. Dompetku tebel, semua kebutuhanku terpenuhi."

Kuremas kedua tanganku, perempuan seperti Nadia benar-benar membuatku muak. Dia harus diberi pelajaran, tidak boleh dibiarkan halus terus-menerus.

Kutinggalkan mereka, lalu bergegas kerumah untuk menjalankan misiku sebelumnya. Ternyata babu itu terlihat polos hanya jika di depanku saja, di belakangku ternyata lebih berbisa dari ular kobra.

..

"Lho, ada apa, Bu?" Tanya Mbok Nem ketika aku mengemasi barang-barang Nadia.

Sari hanya melihatku dari kejauhan, dia terlihat baik, tapi lagi-lagi aku tidak boleh terlalu semudah itu percaya pada orang baru. Pengalamanku dengan Nadia membuatku begitu trauma jika harus percaya begitu saja pada orang baru.

"Oh, ini ... Aku mau memberi tahu Nadia, dimana seharusnya dia tinggal."

Kututup tas ransel miliknya, lalu membawanya keluar rumah. Sedang Sari, kusuruh pindah ke kamar Nadia yang lama berserta seluruh barang-barangnya.

Kutunggu sampai perempuan itu sampai di rumah. Sudah cukup kesabaran yang kuberikan padanya. Kini, saatnya aku memperjuangkan rumah tanggaku, atau melepasnya dengan ikhlas.

Mas Darma kebetulan tidak kerja. Katanya kepalanya pening. Rasakan saja sendiri. Siapa yang menyuruhnya memiliki perilaku seburuk itu. Dasar buaya!

Hari ini pun aku meninggalkan rutinitasku sebagai pemilik resto. Waktu kugunakan sepenuhnya untuk menyegarkan otakku lagi. Namun, belum sampai pikiranku terasa lebih tenang, masalah baru justru muncul begitu saja.

Rupanya Nadia bersikap polos dan baik hanya jika di depanku saja. Melainkan jika di belakangku dia bersikap bak serigala berbulu domba.

"Apa lagi ini? Tidak habis-habisnya ya kamu, Dek," celetuk Mas Darma ketika aku baru saja melempar tas ransel milik gund*knya.

Perkataannya tak kujawab, karena tawaranku bercerai tempo hari pun tidak dijawab olehnya. Jika dia memang takut kehilanganku, kenapa harus berselingkuh?

Jika berselingkuh saja dia terlihat sangat menikmati, kenapa saat ketahuan harus mengelak?

"Dek, kamu dengar tidak? Aku masih suami kamu, lho. Sudah cukup kamu berprasangka buruk sama aku dan Nadia. Kamu hanya salah paham."

Lagi, Mas Darma mengelak.

"Sudah juga, Mas. Aku muak mendengar elakanmu itu. Jika pun kamu memang berselingkuh, aku tak masalah. Itu hakmu. Tapi aku juga minta hakku kamu penuhi!" tandasku geram setelah Mas Darma membeo.

Tanpa kulihat wajahnya, aku bisa tahu kalau dia tengah menahan emosi. Namun semua itu sama sekali tidak membuatku gentar.

Jika kemarin aku ingin mengembalikan Nadia ke yayasan secara terhormat, maka kali ini aku akan melempar perempuan itu ke jalanan tanpa bekal apapun. Biar saja, rasa belas kasihanku sirna begitu saja setelah dia mempermainkan kepercayaanku.

"Dek ...."

"Mas!" Aku berganti membentak Mas Darma ketika dia hendak menyampaikan elakannya lagi.

"Apa aku perlu memanggil Satya kemari? Membawa semua bukti bahwa kemarin kamu sempat honeymoon dengan perempuan itu?"

Seketika Mas Darma mengernyitkan dahi. "Satya katamu?"

Aku dan Mas Darma saling bertatapan, tapi kali ini tatapan kami penuh dengan amarah. Kurasakan lambat laun debar cinta di hatiku telah musnah begitu saja untuk Mas Darma.

Aku memang tipe seorang perempuan yang jika sekali dikhianati maka rasa di hatiku akan pudar begitu saja. Seharusnya Mas Darma tahu akan itu, tapi entah kenapa setan begitu mudah merasuk di dalam relung hatinya sehingga dengan teganya mengkhianati cintaku seperti ini 

Terlebih, diantara kami sudah terlahir Arkan, seharusnya dia bisa menimbang seribu kali jika hendak mengkhianatiku. Namun apa? Bahkan pengorbananku ketika melahirkan darah dagingnya saja tak ia hargai.

Jika sudah begini, apa aku masih harus sabar? Harus tetap baik dan bersikap sopan padanya? Meskipun saat ini statusnya masih sebagai suami dan kepala rumah tangga di rumah ini, tapi jika keadaannya sudah begini maka tak ada lagi rasa hormat lagi padanya.

"Jadi kamu berhubungan lagi dengan Satya?"

Aku tersenyum miring, lalu mundur menjauhinya yang masih menatapku tajam. Dia pikir, hanya dia saja yang boleh melanggar kepercayaan kami?

Ya ... Satya adalah seorang yang sangat dibenci oleh Mas Darma. Dia adalah rival Mas Darma sejak kuliah, dari mulai nilai pelajaran yang selalu kejar-kejaran, tender perusahaan, hingga urusan wanita, yaitu aku.

"Hahaha ... Jika dia bisa membantuku. Kenapa tidak, Sayang?" Kuberi penekanan pada akhir kalimat. Biar saja, aku lihat reaksi Mas Darma setelah ini.

"Oh iya, jangan lupa, kalau berani selingkuh, itu artinya kamu juga harus berani merelakan separuh hartamu untukku jika kita bercerai. Dan juga ... Aku tak masalah jika harus berpisah darimu. Toh ada Satya, dia jauh lebih kaya darimu, Sayangku."

Aku meledeknya, membuat hatinya semakin terbakar. Sejak kuliah, Mas Darma sangat membenci Satya hingga aku pun sama sekali tidak boleh berhubungan dengannya. Tak masalah bagiku saat itu, karena rasa cintaku pada Mas Darma begitu besar.

Namun, hal itu tidak berlaku sekarang. Sakit hatiku telah mengalahkan segalanya. Meskipun perkataanku pada Mas Darma hanya sebuah bualan saja, tapi aku yakin kalau hal itu bisa membuat hatinya semakin terbakar api amarah.

"Jangan lupa proses pemindahan barang-barang ya, Mas. Soalnya nanti kalau kita cerai rumah ini bakal aku jual, aku belikan baru buat Arkan nanti."

"Apa? Dijual?" Pekik Nadia dari depan sana, membuatku semakin tersenyum lebar.

Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga!

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Isabella
bilang dong km juga dr Bali jadi km lihat dg mata kepalamu sendiri
goodnovel comment avatar
Lisbet Saragih
makin seru
goodnovel comment avatar
Satria izzet ilhami
kata2nya bnyk yg berulang nih, bikin bosen.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status