Share

2. Hutang

Joya mencampakkan telepon setengah frustasi. Lintah darat berengsek bernama Hasan Basrie meminjamkan uang dengan bunga yang benar-benar mencekik pada almarhum ayahnya. 

Dia terduduk dan mencakari berkas yang sejak tadi terhampar. Tak ada hal yang bisa menepis atau setidaknya mengurangi jumlah hutang.

"Berengsek," desis Joya. Keringanan yang diberikan pun tak membawa pengaruh besar. Dia masih perlu lima ratus juta lagi untuk menutupinya.

Rumah, apartemen dan mobilnya sudah Joya jual. Besok rencananya Joya sudah harus angkat kaki dari rumah itu. Szasza menyarankan Joya mengekos bersama dengan dirinya di sebuah kostan. Joya bersyukur memiliki sahabat multitalenta seperti Szasza.

"Kenapa lo?" tanya Szasza.

"Ini gimana, gue masih butuh duit lima ratus juta buat bayar hutang-hutang bokap gue. Gue udah nggak sanggup lagi, dapat duit dari mana lima ratus juta dalam dua minggu?" tanya Joya sambil melempar pulpen dari tangannya.

"Lo butuh lebih dari lima ratus juta, Joy."

Mata Joya membulat sempurna saat mendengar perkataan Szasza. Lebih dari lima ratus juta, buat apa? Hutang mendiang ayahnya hanya lima ratus juta, tidak perlu ditambah hal lainnya.

"Buat apa?"

Tawa Szasza pecah saat mendengar pertanyaan Joya, yang menurut dirinya sangat-sangat naif. "Buat apa kata lo?"

Joya menatap Szasza sambil mengangkat kedua tangannya, "Gue nggak paham lagi kalau gue butuh duit lebih banyak lagi. Entah buat apa lagi itu duitnya?"

"Joy, duit buat lo hiduplah," kekeh Szasza sambil duduk di samping Joya yang masih kebingungan.

"Gue hidup, Sza. Emang lo pikir gue nggak idup."

"Oke, let's say. Lo punya duit berapa lagi di tabungan lo, kalau seandainya lo punya lima ratus juta, yang bakal gue yakini lo langsung bayar ke si Hasan."

Joya berpikir sebentar, menghitung berapa jumlah tabungan miliknya. Sebenarnya, tidak perlu waktu lama untuk menghitung berapa banyak uang miliknya. Karena sudah dapat di pastikan jumlahnya, nihil.

"None, nol, zero, nggak ada sama sekali," ucap Joya sambil menatap Szasza.

"Terus, kalau lo nggak punya apa-apa, terus elo mau mau makan dari mana?" tanya Szasza.

"Gue."

"Lo, beli kebutuhan hidup lo, bayar kostan, lo mau daftar kuliah, lo nanti urus ijazah dan lain-lain, mau duit dari mana, Joy?" Szasza berusaha menyadarkan Joya sambil tertawa pelan.

Joya terdiam, semua kata-kata Szasza seakan menamparnya. Apa yang dikatakan Szasza semuanya benar. Dia akan membutuhkan semua itu, astaga bagaimana ini?

"Bingung 'kan lo?" tanya Szasza pada Joya yang langsung menggigiti kuku tangannya.

"Mampus, gimana ini. Gue harus kerja tapi, gue kerja apaan?" tanya Joya bingung.

"Lo mau kerja apa Joy?" tanya Szasza. "Ijazah SMA lo aja belum keluar sama sekali."

"Gue bingung, astaga gue pusing."

Szasza hanya bisa tersenyum melihat kebingungan Joya. Sebenarnya dia ada solusinya. Namun, Szasza yakin Joya akan menolak solusi yang diberikan oleh dirinya, selain itu solusinya pasti akan menjerat Joya.

"Gue harus ngapain?!" teriak Joya sambil menahan tangisnya. Kebingungan langsung menyelimuti dirinya, rasanya semua hal buruk sedang membelenggunya dan memaksanya untuk mencari jalan keluar dengan cepat.

"Ada waktu dua minggu lagi, Joy." Szasza mencoba menenangkan Joya, walau Szasza tau, hal itu sama sekali tidak berguna.

Joya hanya bisa menganggukkan kepalanya sambil mengacak-ngacak rambutnya dengan gemas sambil merutuki nasibnya.

  • ••

Waktu benar-benar cepat berlalu, detik ini Joya sedang menjadi penjaga kasir di suatu minimarket. Bekerja part time, dengan gaji di bawah UMR harus Joya jalani untuk kehidupannya. Walau, Szasza sudah mengizinkan Joya tinggal di kostan-nya tanpa membayar. Namun, Joya masih bersikukuh untuk membayar setengahnya.

"Joya," panggil salah satu pegawai yang ada di minimarket tersebut.

"Apa?" tanya Joya pada rekan kerjanya itu.

"Ada yang nyariin, Joy. Bapak-bapak di belakang," ucap pegawai itu sambil menunjuk ke luar mini market.

"Siapa?" tanya Joya bingung, seingatnya Szasza masih di jalan. Mereka memang janjian akan pulang bareng.

"Nggak tau, bapak-bapak gitu. Coba lo ke sana deh."

Joya dengan rasa penasaran tinggi langsung berjala ke arah luar. Setelah di luar, Joya melihat Hasan ada di sana. Dengan susah payah Joya menelan salivanya.

"Mau apa, Pak?" tanya Joya pada Hasan, seingatnya batas akhir pembayaran hutangnya masih lama. Masih ada satu minggu lagi.

"Ikut saya," ucap Hasan sambil berjalan menjauhi minimarket.

Joya yang masih merasa kebingungan berjalan mengikuti Hasan. Akhirnya, mereka berada di depan sebuah mobil berwarna hitam keluaran Eropa.

"Masuk," perintah Hasan pada Joya sambil membukakan pintu mobilnya. Joya dengan patuh masuk ke dalam mobil Hasan, dengan cepat Hasan menutup pintu mobilnya dan berjalan ke pintu satunya lagi.

Perasaan Joya benar-benar tidak enak, saat melihat raut wajah Hasan yang masuk ke dalam mobil, makin membuat Joya tidak enak. "Mau apa, yah?"

"Kamu, udah punya uang lima ratus juta-nya?" tanya Hasan sambil menatap penuh dengan nafsu pada Joya.

Joya menelan salivanya dengan susah payah, "Belum, Pak."

"Inget waktunya," ucap Hasan sambil mengusap paha mulus Joya.

Sentuhan tangan Hasan benar-benar menyengat tubuh Joya, perasaan jijik langsung menyelimuti Joya. Rasa mual langsung Joya rasakan, dengan cepat Joya mendorong tangan Hasan, menjauhkan tangan hasan dari tubuhnya.

Tepisan tangan Joya ternyata menyulut Hasan. Pria dengan seringai menjijikkan itu perlahan kembali mendekati Joya. 

Setengah membungkuk, Hasan berbisik di telinga Joya, "Kamu bisa melunasi utang ayah kamu yang miskin ... itu, dengan tidur sama saya. Puasin  saya. Mau?" Hasan terkekeh.

Aroma napas dan parau suara laki-laki itu nyaris membuat Joya muntah.

****

Komen (5)
goodnovel comment avatar
margaretta putri tirani
Menarik banget jadi bikin baper
goodnovel comment avatar
Hazirah Abdullah
lintah darat dasar buaya darat
goodnovel comment avatar
Nietha
q ngebayangin da di possi joya rasanya mo ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status