Dua hari Wulan di rawat di rumah sakit. Dua hari itu pula Wulan selalu menolak kedatangan Damar. Hanya ada Karina, sahabatnya di kampus yang mengantar saat wanita itu pulang dari rumah sakit. Sungguh sejak perbincangannya malam itu, Wulan benar-benar kehilangan respect pada sosok Damar.
Wulan yang selalu menganggap Damar adalah super heronya, selalu menganggap pria itu adalah segalanya. Kini, Damar tak ubahnya seperti penjahat yang begitu Wulan benci."Lan, kok tumben si kakak mu nggak jemput dan kayaknya juga jarang jengukin kamu deh?" Karina tiba-tiba saja menanyakan keberadaan kakak dari sahabatnya itu."Dia nggak perlu datang! Dan aku juga berharap, aku tidak akan melihatnya lagi," jawab Wulan yang langsung kehilangan moodnya saat sahabatnya itu menyebut nama Damar."Sorry Lan, aku cuma nggak nyangka aja bakal jadi begini." Karina tertunduk merasa bersalah. Iya, Wulan sudah menceritakan segalanya pada Karina. Gadis berusia 19 tahun itu, adalah sahabat Wulan. Mereka bersahabat sejak mereka duduk di bangku SMP. Baik Karin maupun Wulan keduanya tidak pernah menyembunyikan apapun satu sama lain. Mereka membagi segala suka dan duka.Karina mendapat kabar tentang keadaan Wulan dari tantenya yaitu dokter Alia. Karina adalah keponakan dokter Alia. Karina begitu khawatir ketik mendengar sahabatnya dirawat. Wanita berwajah manis itu langsung bergegas ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Wulan langsung menceritakan segalanya pada sahabatnya itu.Karin begitu prihatin mendengar cerita sahabatny itu. Ia tahu betul saat ini sahabatnya itu masih terluka karena kebenaran tentang jati dirinya yang terkuak. Wulan sebenarnya masih dilanda kesedihan saat tiga bulan yang lalu kebenaran tentang statusnya yang ternyata bukan anak kandung dari Tuan prabu dan Nyonya Laura. Sekarang luka itu seakan ditambah bahkan dengan luka yang lebih parah. Luka yang disebabkan oleh kakak angkatnya sendiri. Tidak mudah bagi Wulan menerima segala yang menimpanya saat ini."Ayok kita pulang sekarang, kau yakin akan pulang ke rumah itu?" tanya Karin ragu, wanita berparas ayu itu tak tega jika melihat sahabatnya harus kembali ke rumah dimana ia mendapatkan banyak luka dan trauma."Iya, aku tak punya pilihan, Mama dan Papa pasti akan menanyakan alasan kenapa aku tidak pulang ke rumah, dan aku tidak bisa mengatakan yang sejujurnya pada mereka tentang kejadian malam itu, antara aku dan kak Damar, aku tidak ingin membuat Mama shock dan berakibat fatal bagi kesehatannya," Wulan mengungkap alasan mengapa ia tidak bisa meninggalkan rumah. Wulan tak ingin membuat suasana menjadi semakin sulit dan rumit.Wulan sudah berpikir selama dua hari ini mungkin saja yang dikatakan Damar ada benarnya. Bahwa ketakutannya akan kehamilan, itu tidak akan terjadi. Saat ini yang ada di pikiran Wulan adalah melupakan kejadian malam. Bersikap seperti biasa seolah tak terjadi apapun antara iya dan sang kakak.Wulan akan mencoba melupakan segalanya meskipun sulit. Meskipun nantinya ia tak tahu lagi harus berkata apa. Jika kelak ia bertemu dengan calon suaminya dan mendapati dirinya yang sudah tidak lagi suci.Namun rupanya Wulan tidak ingin memikirkan itu sekarang. Saat ini yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana ia melanjutkan hidupnya. Mengejar cita-citanya membanggakan kedua orang tua yang telah merawatnya sedari kecil. Paling tidak hanya inilah yang Wulan bisa lakukan untuk membalas budi kedua orang tua angkatnya itu.Kini Wulan dan Karin pulang dengan menaiki mobil Karin. Satu jam kemudian akhirnya mereka sampai di kediaman keluarga Aditama."Sayang, putriku!" teriak Nyonya Laura dari dalam rumah di saat melihat Wulan, putri kesayangannya telah kembali."Mamah." Wulan membalas dengan senyuman seraya mendekat kepeluakan sang mamah. Wulan begitu kaget melihat sang mamah rupanya telah kembali."Ya ampun sayang, baru saja mamah akan menyusul mu ke rumah Karin, kata Damar, kamu nginep di sana ya nak?""I-ya Mah, aku nginep di rumah Karin.""Siang Tante," sapa Karin pada Nyonya Laura seraya mencium punggung tangan wanita paruh baya itu."Siang sayang, baru aja loh tante akan kerumah kamu jemput wulan, eh kalian sudah pulang duluan," Nyonya Laura kembali berujar seraya menepuk pundak Karin lembut."Em... Mah, memangnya Mamah kapan pulangnya?""Mamah baru sampai dua jam yang lalu sayang, mama kangen banget nak sama kamu, oh ya mama bawa oleh-oleh lho nak kita masuk sayang, mama beli baju couple loh sayang untuk kita berdua,"Perkataan Nyonya Laura sontak kembali membuat Wulan merasa bersalah. Karin paham betul apa yang rasakan. Mengingat jika posisi sahabatnya itu bukanlah putri kandung keluarga Aditama. Namun, masih dicintai begitu besar dan itu yang membuat Wulan tidak ingin mengecewakan keluarga itu."Em... Mah, aku boleh ke kamar sekarang?"ujar Wulan tiba-tiba saja merasa tak enak hati."Kamu kenapa sayang? Kamu sakit nak?" Nyonya Laura sontak menjadi khawatir melihat Wulan tak seceria biasanya."Tidak Tante, cuma kita berdua mau nyiapin buat acara camp besok Tan," ucap Karin cepat mencari alasan."Oh gitu ya sayang, em... Mau mamah bantuin nggak?" Nyonya Laura mencoba menawarkan diri. Wanita paruh baya itu rupanya masih ingin bersama-sama sang putri."Nggak usah Mamah sayang, Mamah istirahat aja ya," ucap Wulan seraya mencium pipi nyonya Laura. Membuat wanita paruh baya yang masih terlihat ayu di usianya itu tersenyum sumringah. Perhatian dan kasih sayang Dinda benar-benar bagaikan obat termanjur bagi nyonya Laura. Iya, hal yang Wulan dan Damar tidak ketahui tentang nyonya Laura. Adalah tentang penyakit wanita paruh baya itu. Nyonya Laura ternyata mengidap penyakit serangan jantung. Untuk itulah Tuan Aditama dan nyonya Laura selalu rutin ke luar negeri untuk menjalani pengobatan disana. Sementara, selama ini yang Damar dan Wulan tahu adalah mereka pergi keluar kota untuk perjalanan bisnis."Iya sayang have fun ya kalau butuh apa-apa minta sama BI Sari atau Bi Tia, ya sayang." Nyonya Laura berujar lembut seraya mengelus dan mengecup kening Wulan penuh kasih sayang."Makasih Mah, aku ke atas ya," ucap Wulan kemudian melangkah pergi menuju kamarnya. "Da... Tante pamit ke kamar Wulan ya Tan,"Setelah berpamitan mereka pun bergegas pergi naik ke atas menuju kamar Wulan. Namun, Wulan tiba-tiba saja menghentikan langkahnya tepat di depan kamar Damar. Seketika kejadian malam itu kembali terlintas. Bayang-bayang Damar yang merenggut kesuciannya kembali berputar di kepalanya. Bagaimana pria itu menyentuh dan mencumbu tiap jengkal tuhuhhya. Bagaiman rasa sakit saat Damar berhasil merobek selaput dara miliknya dan merenggut sesuatu yang begitu berharga darinya. Semua berputar dan terasa begitu menyakitkan."Lan, ayo," ajak Karin saat melihat sahabatnya itu terdiam dengan air mata yang keluar membasahi kedua pipi mulusnya.Wulan tak menjawab, wanita berparas cantik itu melangkah mengikuti langkah Karin yang membawanya menuju kamar. Sesampainya di kamar, Wulan yang sedari tadi menahan tangisnya, akhinya kembali menangis sejadi jadinya. Seolah meluapkan segala sesak yang ada di dadanya."Akhhh! Aku sudah hancur Rin, aku hancur aku kotor sekarang!" jerit Wulan di pelukan Karin. Untungnya Karin mendekap erat wajah Wulan di pelukannya. Jika tidak, sudah bisa di pastikan suara jeritan Wulan pasti akan terdengar hingga ke bawah."Wulan, dengar! Lan, dengerin aku! Stop nangisnya stop Lan, kamu nggak boleh seperti ini, kamu nggak kotor Wulan," tutur Karin mencoba menghibur dan menguatkan sahabatnya itu. Air matanya pun tak kuasa ia bendung. Sungguh melihat Wulan yang begitu rapuh membuat Karin begitu tak tega."Rin, apa yang harus aku katakan pada James, aku harus gimana Rin?""Lan, kalau kamu yakin James laki-laki yang baik, dia pasti akan terima kamu apapun keadaannya, tapi kalau James nggak terima kamu, setelah kamu cerita semuanya sama dia berarti dia bukan laki-laki baik dan kamu tidak perlu mempertahankan laki-laki seperti dia, kamu harus bangkit Lan."Wulan seketika menghentikan tangisnya mendenagar perkataan sang sahabat. Namun, tak bisa dipungkiri jika saat ini dirinya begitu bimbang. Hubungannya yang baru akan ia mulai bersama James akhirnya harus ia lupakan. Iya, Wulan rupanya sudah memiliki pria yang ia sukai. James dan Wulan sudah tiga tahun menjalin persahabatan. Dan selama tiga tahun ini James ternyata mencintai Wulan dan baru dua bulan ini mereka mulai intens berdekatan.Hubungan yang seharusnya bisa berlanjut ke jenjang selanjutnya. Kini harus kandas bahkan sebelum hubungan itu dimulai. Karena tak mungkin bagi Wulan untuk bersama James. Mengingat dirinya yang kini sudah tidak suci dan tidak pantas lagi untuk bersama pria itu.Keesokan harinya, Wulan terbangun dengan tubuh yang terasa segar. Hari ini Wulan sudah memutuskan untuk melupakan kejadian buruk beberapa hari lalu. Wanita berparas cantik itu mulai menata kembali hidupnya. Wulan kemabli menapaki jalan hidupnya, ia bertekad akan meraih cita-citanya. Mewujudkan segala mimpi-mimpinya dan membanggakan kedua orang tua yang telah merawatnya selama dua puluh tahun."Pagi sayang," "Pagi Nak," sapa Nyonya Laura dan Tuan Prabu pada Wulan secara bersamaan. "Pagi Mah, pagi Pah." Wulan menjawab seraya mencium pipi Mamah dan Papahnya. Kemudian wanita itu mendukan dirinya disamping sang mamah."Sayang, Kak Damar tidak kamu bangunkan sekalian nak?" ujar Nyonya Laura menanyakan tentang Damar."Em... Itu Mah." Wulan tergagap, bingung tak tahu harus menjawab apa."Tolong bangunkan kakakmu, ya nak. Hari ini ada meeting jadi Papah akan ajak kakak kamu biar dia bisa belajar secara langsung," pinta Tuan Prabu pada Wulan untuk membangunkan Damar."Baik Pah." Wulan akhirny
Damar menggenggam erat pergelangan tangan Wulan. Pria itu tak memperdulikan meski pun Wulan terus meronta. "Sayang udah mau berangkat?" tanya nyonya Laura pada keduanya putra putrinya.Wanita paruh baya itu melihat aneh pada kelakuan Damar dan Wulan. Biasanya putra-putrinya itu selalu rukun, tapi saat ini nyonya Laura melihat ada yang tidak beres diantara kedua anaknya itu."Eh... i-iya Mah." Wulan menjawab dengan nada tergagap. Pasalnya wanita berparas cantik itu tengah sibuk meronta mencoba melepaskan diri. Hingga tak menyadari jika sang mamah sudah berdiri dihadapan mereka."Iya Mah, takut terlambat, nanti suami Mamah marah-marah lagi," imbuh Damar dengan nada dingin. Damar rupanya masih kesal dengan teguran sang Papah saat di meja makan tadi."Damar! Jaga bicara mu nak, Papah begitu agar kamu lebih disiplin lagi sayang." Nyonya Laura menegur tegas ucapan putranya, dengan penuh kelembutan. Wanita paruh baya itu mencoba memaklumi kekesalan putranya."Iya, iya Mah, ya sudah aku beran
Sore harinya Damar sedari tadi sudah stand by di parkiran kampus untuk menjemput Wulan dari pukul empat sore. Meskipun tadi pagi mereka bertengkar namun, Wulan tetap mau menjemput Wulan. Sementara, Wulan yang sudah tahu jika sang kakak menjemputnya, terpaksa ikut pulang bersama Damar. Wanita berparas cantik itu keluar dari kampusnya. Setelah mendapatkan notifikasi pesan bahwa Damar sudah ada di parkiran kampusnya. Wulan melangkah malas menuju tempat di mana Bima memarkirkan mobilnya. Meski dengan wajah cemberut. Wulan tetap masuk ke dalam mobil sang kakak. Karena mau tidak mau dirinya memang harus pulang bersama Wulan agar sang mamah tidak merasa khawatir dan curiga pada mereka."Come on Lan, jangan cemberut gitu ya, hem," ujar Damar melirik Wulan yang masih saja terlihat cemberut.Sementara, Wulan hanya diam tak menjawab. Sebenarnya ia sudah benar-benar enggan untuk berbicara dengan kakaknya itu. Terlalu malas menanggapi ucapan dan sikap Damar yang egois dan tak berperasaan. Satu ja
Tok!Tok!Tok!"Wulan, Sayang, makan malam yuk nak." Ketukan pintu diiringi dengan panggilan lembut terdengar dari luar kamar Wulan. Nyonya Laura mengetuk, pintu kamar sang putri. Karena sedari tadi putri cantiknya itu tak kunjung datang ke meja makan untuk makan malam."Wulan Prabu Aditama, bangun sayang, cepat turun ya nak, semua sudah menunggu untuk makan malam," Panggil nyonya Laura sekali lagi namun, tetap dengan suara yang terdengar lembut."Eummm... Iya Mah." Wulan akhirnya menjawab akan tetapi, masih dengan mata terpejam."Ya sudah mamah tunggu di bawah ya nak," ujar nyonya Laura seraya berlalu kembali ke meja makan."Iya Mah." Wulan menjawab seraya perlahan bangkit dari tidurnya namun, masih didalam posisi duduk diatas ranjangnya."Akhhh! Ummm!" teriak Wulan namun, dengan cepat membekap mulutnya sendiri. Wulan benar-benar kaget melihat penampakan dirinya di depan cermin meja rias yang menghadap kearahnya. Wulan begitu terkejut manakala mendapati penampilan dirinya yang polos
Dua bulan sudah Yesi berada di kediaman keluarga Aditama. Selama dua bulan ini, wanita berparas cantik itu selalu memantau segala gerak gerik yang Damar dan Wulan.Sementara, Damar dan Wulan, kini semakin dekat. Tak ada yang curiga, karena kedekatan mereka memang sudah terlihat dari dulu. Bedanya sekarang ada rasa yang lain yaitu cinta yang mereka hadirkan disana. Bukan cinta persaudaraan melainkan cinta antara dua jenis manusia yang berbeda jenis.Bahkan kini, Damar sudah merencanakan jika minggu depan saat mamah dan papahnya kembali dari luar kota. Ia akan berterus terang prihal hubungannya dengan Wulan. Iya, satu minggu sudah tuan prabu dan nyonya Laura pergi keluar kota.Seperti yang sudah-sudah Wulan dan Damar hanya tahu, jika orang tua mereka pergi untuk urusan bisnis. Namun, yang sebenarnya mereka pergi karena untuk melakukan pengobatan lanjutan pada nyonya Laura.Damar rupanya sudah merencanakan untuk bicara berdua dengan sang papah. Pemuda itu ingin berterus-terang dan memin
Damar Wulan telah selesai dengan acara jalan-jalan meteka. Kini mereka berdua sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Namun, sepanjang perjalanan wajah Damar terlihat datar. Sampai-sampai Wulan, yang ada disebelahnya pun tak berani buka suara. Damar benar-benar sedang dalam mode emosi saat ini.Bagaimana tidak, saat di mall tadi dirinya benar-benar dibuat kesal akan sikap dan perilaku James pada Wulan. Pria itu benar-benar membuatnya naik pitam. Sikap dan perhatian pria itu pada Wulan membuat Damar sangat cemburu.Apalagi saat James mengelap sisa makanan di bibir Wulan. Sontak saja, Damar langsung naik darah dan langsung menghajar James. Keributan pun tak terelakkan membuat seisi restoran menjadikan mereka pusat perhatian. Keribukan itu pun disaksikan oleh kedua sahabat Wulan Karin dan Mery.Jika Karin sudah tahu akan alasan kenapa Damar bisa semarah itu pada James. Lain halnya dengan Mery. Mery yang tak tahu apa-apa. Hanya bisa terdiam dengan wajah bingungnya. Gadis itu hanya terdi
Tante Tantri begitu bahagia setelah mengatakan niatnya pada Damar. Namun, tidak dengan Damar. Pria itu terus saja menekuk wajahnya. Sungguh ini adalah hari terburuknya. Dan tentang perjodohannya, pria itu akan bertanya langsung pada kedua orang tuannya."Pah, Mah, apa benar aku dan Yesi mau di jodohkan?" ucap Damar langsung melontarkan pertanyaan pada kedua orang tuanya. Begitu sambungan telponnya tersambung dengan sang papah."Maksudnya?" Nyonya Laura menjawab dengan wajah bingungnya. Ketika mendengar pernyataan dari sang putra. Saat ini telpon tuan Prabu tengah dalam mode loudspeaker. Nyonya Laura nampak bingung. Karena ternyata wanita paruh baya itu tak tahu apapun tentang rencana yang ternyata dibuat oleh tuan Prabu dan tuan Sanjaya. Rupanya dulu ketika tuan Sanjaya belum mengalami stroke. Mereka berdua sempat merencanakan perjodohan Yesi dan Damar tanpa sepengetahuan nyonya Laura."Iya sayang, jadi dulu aku dan Sanjaya pernah berencana untuk menjodohkan Yesi dan Damar, tapi wak
Tuan Prabu Laura akhirnya pulang. Wanita paruh baya itu terlihat begitu tak suka melihat keberadaan adik iparnya itu. Nyonya Laura, sudah merasakan sesuatu yang tidak enak."Assalamualaikum Mba Laura, Mas Prabu," sapa Nyonya Tantri berbasis basi."Waalaikumsalam." Tuan Prabu dan Nyonya Laura kompak menjawab salam."Anak-anak ke mana Tantri?" tanya Nyonya Laura dengan nada dingin."Damar pergi ke kantor Mba, kalau Yes—""Apa Wulan juga berangkat ke kampus?" ujar nyonya Laura memotong ucapan sang adik ipar. Nyonya Laura sama sekali tak tertarik tentang Yesi. Sontak saja hal itu membuat nyonya Tantri itu kembali menahan gejolak kekesalannya."Iya Mba, Wulan kuliah." Nyonya Tantri menjawab dengan senyum kecut."Kalau Yesi saya sudah tahu dia pasti sedang dikamar sambil bermain handphone," ucap nyonya Laura yang seolah tahu yang sebenarnya ."I-iya Mba dia ada di kamar." Nyonya Tantri kembali menjawab dengan senyum hambarnya.'Dasar anak bodoh bukannya ikut menyambut kepulangan calon mertu