Share

Lelaki Gila Kerja

Justin, pria 34 tahun yang sudah bekerja selama belasan tahun dan akhirnya bisa menduduki posisi head of management, kini harus dibuat gigit jari setelah anak piyik seperti Kala melenggang dan ditempatkan diposisi direktur, tempat yang menjadi harapannya.

Tindakan Kala yang mencurigai sistem penerimaan karyawan juga membuatnya muak. Justin merasa itu sama saja Kala mencurigainya. Meski di depannya Kala terlihat menghormati dia sebagai orang yang lebih tua, tapi sesungguhnya Kala sedang mengibarkan bendera permusuhan diantara mereka.

"Berani-beraninya dia mengusik upeti ku!"

Yah, hampir 50% mahar rekrutment karyawan baru jatuh ke tangannya. Bukan hanya itu, hampir dari setiap proyek, Justin selalu meraup keuntungan maksimal untuk dirinya.

Ia merasa gak perlu takut karena menilai keluarga Tjandra sudah sangat mempercayainya. Hanya mata Kala yang tidak bisa ia tutup. Bagaimanapun, Justin berusaha meyakinkan.

Kala selalu menaruh curiga padanya. Seperti kemarin, Kala melakukan kunjungan tiba-tiba ke pabrik tanpa bilang kepadanya.

Hah?! Dia pikir, bisa tahu busuknya permainan puluhan tahun cuma dengan sekali lihat?!

"Aku pastikan kau gak akan pernah lagi bisa berfikir mencurigai aku. Oh, bukan! Untuk sementara, aku akan menghentikan cara curang. Agar, kau tidak bisa menyelidikinya lebih lanjut. Kau gak tahu, 'kan.., gimana liciknya aku?" Justin menyeringai.

****

Kala masih sangat serius bekerja. Jari-jemarinya tidak berhenti mengetukkan huruf per huruf di atas papan keyboard.

Pandangannya fokus kepada layar segiempat itu. Ia bahkan tidak beranjak sekedar mengambil cangkir kopinya. Sudah satu jam ia seperti ini, mungkin kopi itu juga sudah membeku karena terpaan air conditioner di ruangannya. Sedang Vanilla juga sudah menyerah, ia pasrah seandainya Kala berteriak sewaktu-waktu setelah meminum kopinya. Lagipula, cheese burger darinya sudah habis. Apa Kala tetap akan mengambil makanan yang sudah masuk ke perut?

Vanilla menatap ruangan Kala sambil menyeruput milkshake-nya. Ini enak, ia sampai terlena dan lupa kerja.

"Itu beneran, ya! Pak Kala belum juga minum kopinya. Sejak tadi sampai sekarang, ruangannya sangat tenang. Aku yakin dia bahkan lupa kalau ada minuman di mejanya. Dasar maniak kerja!" Vanilla menggeleng, tidak heran. Mengapa Kala langsung mengusai pekerjaan meski ia tergolong baru menjelajahi rutinitas kantoran.

"Hufft, sudahlah kerja.. kerja.. kerja!" semangat Vanilla.

Detik kemudian, Kala memanggilnya lantang.

"Sekretaris.., sekretaris!" Kala hanya takut salah panggil, jadi ia memakai jabatan Vanilla untuk mengatensinya.

"Apa? Jam 10 malam, tapi aku masih jadi sekretaris? Okelah," gumam Vanilla sambil berdiri. Ia yakin, Kala ingin memarahinya karena kopi keasinan. Dari jauh Vanilla tersenyum smirk. Gak peduli jika nantinya ia mendengar kata kata menyebalkan yang Kala lontarkan karena kesal. Terpenting, misinya balas dendam terlaksana dengan baik.

"Masuk," titah Kala tenang. Reaksi marah sama sekali tidak terlihat di wajah tampannya. Ia malah tersenyum tipis kearah Vanilla.

"Saya cuma mau bilang. Kamu boleh pulang!"

"Hah," Vanilla terangga. Sumpah, ia belum mengerjakan laporan itu. Dari tadi ia malah sibuk nontonin berita para selegram. Padahal, Kala bilangkan minta laporannya selesai hari ini juga.

"Gimana-gimana, Pak?" Vanilla menautkan helaian rambut di belakang telinga. Ia takut salah dengar. Sembari melirik ke jam tangannya.

Kala kembali berkata, "Sudah jam 10 malam. Kamu pulang saja!" lantas menyenderkan punggung disandaran kursi.

Vanilla jadi menelan ludah. Ia bukannya sedang dipecat, kan? Kata-kata ini bukan berarti ia sudah diusir dan gak boleh lagi masuk kerja esok hari, kan? Please! Jangan gitu. Ia masih butuh pekerjaan ini. Di mana lagi bisa mendapatkan gaji yang tinggi ditambah melihat wajah tampan sang bos setiap hari?

"Tapi, tapi laporannya belum selesai, Pak!" Vanilla jadi jujur.

Bukannya gak selesai tepatnya belum dikerjakan olehnya. Kala menyipitkan matanya. Bibir seksinya sedikit cemberut. Dan sebenarnya itu sangat lucu. Seandainya keadaan tidak setegang ini, mungkin Vanilla akan tertawa.

"Ya sudah. Tidak apa," ujar Kala. Sama sekali gak bisa dipercaya. Vanilla sangat ingat, bahkan saat diluar negeri pun. Kala bisa menyiksanya sedemikian rupa. Termasuk tidak bisa mentolerir tindakan menyia-nyiakan waktu.

"Atau kamu memang menyukai lembur?" lanjutnya lagi menatap Vanilla tanpa berkedip.

Vanilla yang gagap menjawab penuh kesungguhan. "Mana ada? Saya justru mau pulang cepat sejak tadi!"

Kala mendelik sebentar, tapi ia juga mengerti. Sudahlah, sedikit melunak apa salahnya? Ia juga gak ingin disebut monster oleh karyawannya. Terutama Vanilla. Orang yang ia rekrut sendiri.

Kala ingin membuktikan jika ia bisa menjadi atasan yang baik dan adil.

Setelahnya, Vanilla pamit undur diri. Tetapi, wanita itu membawa beberapa kerjaan untuk dibawa pulang dan dikerjakan di rumah. Sungguh, ia tidak percaya jika Kala bisa terus baik seperti ini. Palingan, besok ia sudah kembali berulah!

"Aku harus menyelesaikan ini. Ahk, ini juga!" Mungkin ia bakalan begadang semalam suntuk. Tapi, semua gak masalah asal ia bisa bertemu dan mengorbol dengan Kak Senjanya.

Sedang Kala, Ia mengamati tingkah Vanilla dari balik ruangannya. Wanita itu terlihat sangat bahagia ketika mempersiapkan diri untuk pulang. Ia bahkan ikut tersenyum melihat kelakuan Vanilla.

Kala memandangi kopinya. Alasan yang membuatnya meminta Vanilla pulang saja. Sebelum memanggil Vanilla, sebenarnya Kala sempat menyeruput kopi karena haus.

Tapi waktu minum.....

"Beeuh. Apa ini, kok kayak air laut. Asin," gumamnya. Sempat ingin marah tapi ia tahan. Tunggu, ia gak boleh emosional. Mungkin, Vanilla sedang banyak masalah.

Kala jadi memikirkan ucapan Vanilla, "Saya mau ketemu Kakak saya!"

Kata-kata itu teringiang. Jadi, Kala memutuskan menghentikan lembur dan meminta Vanilla pulang saja.

"Nona Cake, sepertinya kamu butuh liburan," analisis Kala seorang diri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status