Share

Skandal Cinta Si Boss Galak
Skandal Cinta Si Boss Galak
Penulis: Mega Silvia

Salah Paham

"Maaf, Pak." Seorang karyawan melangkah tergesa menemui direktur utamanya yang baru sampai di Jakarta. Tak lupa, dia membawa berkas laporan yang disiapkan secara mendadak karena perintah atasannya tersebut.

"Baik. Kamu boleh keluar!" titah Kala sembari mengibasi tangannya. Meminta agar Candrabima, sang karyawan menarik diri. Bima mengangguk namun kakinya berat untuk melangkah pergi. Di tangan Kala, ada nasib dari puluhan ribu karyawan yang kini dicurigai sebagai dalang membengkaknya biaya produksi, sehingga margin keuntungan nyaris tidak ada.

"Hm...." Kala menghembuskan nafas. Lantas melirik ke Bima yang masih nampak kikuk di tengah ruangan.

"Tunggu apa lagi? Keluar!" perintahnya, kali ini dengan bentakan.

Dikala Tjandra terkenal sebagai atasan yang tidak bisa mentolerir kesalahan sekecil apapun itu. Baginya, bersikap manusiawi sama saja membuka kelemahannya. Dan kelemahan nantinya akan menghancurkan diri di kemudian hari.

"Tapi, Pak." Bima tahu, ia dan rekan-rekan lainnya sudah melakukan kesalahan fatal. Selama dua tahun terakhir ini, sistem rekrutmen pekerja pabrik tidak lagi murni seperti dulu. Ada mahar besar yang harus dibayar kepada calon pekerja, mengingat begitu membludak antusiasme masyarakat setiap kali pabrik pembuatan mammer ternama itu membuka lowongan.

Entah siapa yang memulai. Tetapi, sesajen puluhan juta sudah menjadi tolak ukur seseorang bisa diterima bekerja disini. Alhasil, bukan orang-orang kompetenlah yang menduduki posisinya. Namun, hanya sekumpulan orang nekat, bahkan tidak tahu apa yang mesti dilakukan saat berhadapan dengan pekerjaannya. Saling sikut dan berharap modal mereka cepat kembali juga menjadi polemik tersendiri dikalangan para buruh.

Hal itu dicurigai oleh Kala sendiri. Selama ini, ia menjalankan bisnis keluarganya dari jauh sembari dirinya kuliah. Mengawasi lewat laporan-laporan palsu yang disusun dan dikirim kepadanya. Mereka pikir, anak muda berusia dua puluh dua tahun itu cukup polos untuk dibohongi. Nyatanya, Kala sudah lama mencurigainya. Namun, ia masih memiliki prasangka baik dan memilih menunggu jajaran direksi bersikap terbuka padanya.

Sayangnya, sampai ia lulus kuliah, hal itu tidak pernah terjadi.

Bersikap curang sudah seperti candu yang sulit dilepaskan. Bukannya itikad baik. Malah, mereka terkesan ingin menjatuhkan perusahaan karena jiwa tamak mereka. Kala dianggap sebagai batu sandungan. Lelaki itu bahkan nyaris dibuang dari perusahaannya sendiri. 

Kala mengepal berkasnya dengan geram. Hal itu ditangkap oleh mata Bima, sehingga membuat karyawannya itu ingin segera pergi.

"Tunggu, Bima!" Kala menahan langkah Bima yang terlihat ingin keluar dari ruangannya. Ia berdiri dan menuju ke arah Bima.

"Aku mau tahu. Apa ada, selama dua tahun terakhir ini, pekerja yang masuk kesini tanpa melalui bagian penerima kerja?" tanyanya.

Bima gagap. Kalau ia bilang ada, bukannya itu fatal? Secara yuridis, semua pekerja harus melalui rangkaian test yang diterapkan perusahaan.

"Ada tidak?" selidik Kala kembali. Jika Bima mengingat, ada dua orang. Satu adalah dirinya dan satu lagi ....

"Ada, Pak," balasnya lemah dan takut. Bima sendiri bekerja setelah ia mendapatkan referensi khusus. Karena tiket emas itu, maka ia dengan cepat menjadi asisten pribadi Kala. 

"Orang itu saya dan Vanilla, sekretaris Bapak!" tutur Bima pada akhirnya.

"Vanilla," Kala membeo. Yah, tiga bulan yang lalu ia menginterview seseorang lewat meeting online. Namun, karena kesibukkannya, Kala tidak pernah benar-benar melihat wajah Vaniila. Yang ia tahu, gadis dua puluh tahun itu cukup cekatan dan ulet.

"Kalau begitu, panggilkan dia!"

Kala seketika memiliki misi lain yang ingin dia berikan ke Vanilla. Untuk saat ini, sepertinya hanya Vanilla yang bisa Kala percayai sebagai orang yang berpihak kepadanya.

Ketika Bima keluar, Kala kembali duduk di bangkunya sambil menerawang hal yang terjadi.

Seminggu yang lalu, Kala bertandang ke pabrik tanpa memberitahu siapapun. Dari sana, dia bisa melihat tampang-tampang gugup dan tertekan. Namun, Kala mencoba menanggapi biasa saja. Seorang penguasaha bukan hanya dituntut untuk bersikap tegas. Tapi juga berkepala dingin agar keputusan yang diambil tidaklah merugikan siapapun.

Sayangnya, beberapa karyawan kesulitan melakukan pekerjaan mereka. Dari laporan rekrut yang dibaca, tidak ada karyawan baru selama enam bulan terakhir. Artinya mereka sudah ada di sini lebih dari enam bulan. Tapi, mengapa hal dasar saja mereka tidak mengerti?

Kala merasa kesal. Pabriknya bukan lembaga amal. Dia tidak bisa menggaji seseorang yang tidak becus. Sedang, di luar sana, Kala yakin masih ada calon pekerja sesuai dengan kualifikasi yang dia inginkan.

Saat ditegur, salah satu pekerja itu gugup dan bilang ia tahu lowongan dari temannya yang sudah bekerja. Awalnya, Kala tidak mempersoalkan itu. Tapi, dia baru tahu kalau 80% para pekerja memiliki hubungan satu sama lain.

Semakin ditelurusi, keganjalan demi keganjalan terjadi. Bahkan, sekarang, sudah seperti inipun mereka masih berusaha membohongi Kala.

Mereka tidak pernah tahu bahwa Kala akhirnya bergerak sendiri dan melakukan pengecekan. Pria itu telah tahu bagaimana mereka mencoba bermain api.

'Dan siap-siap saja terbakar oleh api yang kalian sulut sendiri!' batinnya bermonolog. Di saat yang sama, seorang gadis mengetuk pintunya.

"Masuk!" ucap Kala.

Orang yang datang adalah Vanilla. Sekretaris yang baru dua kali bertatap muka dengannya. Kala memperhatikan tampilan Vanilla dari atas ke bawah.

'Apa ia salah satu dari orang itu? Apa ia juga ingin berkhianat denganku?' batinnya.

Sedang Vanilla merasa kikuk ditatap Kala sedemikian rupa.

'Tunggu, dia naksir aku?' Vanilla menerka hal yang mustahil. Tapi, sebenarnya itu bisa saja terjadi dengan kecantikan mirip gadis Rusia. Mata yang cerah, hidung bangir serta senyum yang memukau. Semua pria pasti akan tergila-gila padanya. Sayangnya, Kala ada di spesies pria berbeda. Selain pekerjaan, ia tidak tertarik dengan apapun lagi.

"Sudah berapa lama kamu bekerja, emm... emm... cokelat?!" Kala bergumam ragu diakhir kalimat.

Mendengar itu, Vanilla melotot. "Vanilla, Pak. Tapi, Bapak bisa panggil saya Vani!" terangnya.

"Ya, sudah berapa lama kamu bekerja disini, Vani?"

Lho, bukankah ia sendiri yang menerima Vanilla di sini? Apa ia punya penyakit amnesia menahun?

"Tiga bulan, Pak. Tepatnya 5 januari!" Namun, Vanilla tetap menjawab. Kala kembali ingin menyelidiki kesetiaan Vanilla. Ia maju beberapa langkah hingga berada dihadapan karyawannya itu.

"Kamu suka sama saya?" Kala bertanya langsung. Konteks suka yang ia maksud adalah, apa Vanilla menyukainya sebagai atasan? Apa ia cukup mumpuni jadi pemimpin yang disenangi bawahannya? Kalau suka,'kan artinya sama saja meminimalisir sikap menentang kebijakkan perusahaan. Tidak ada, 'kan ceritanya, orang yang disayang perusahaan lantas menggigit perusahaan dari belakang? Yang ada, sudah dikecewakan dan dicurangi makanya bertindak curang balik ataupun anarki seperti melakukan demo dan semacamnya.

Sayangnya Vanilla  justru berpikir ke arah lain.

'Sumpah ini cara menyatakan cinta paling anti mainstream yang ia dapati. Wajah Kala sama sekali tidak menampakkan butuh dijawab. Ia masih mempertahankan keangkuhan lewat sorot matanya,' batin Vanilla yang  merasa dipermainkan.

"Bapak, saya tahu kalau saya cantik. Tapi, jangan nembak langsung juga, dong. Gak tahu malu!" gerutunya dengan lirikan pedas.

Kala menyipitkan matanya. Kenapa reaksi dia jadi gitu? Karyawannya ini salah minum obat, 'kah? Apa sebetulnya Kala yang salah menerima orang? Manusia gak jelas kok malah duduk di posisi sekretarisnya?!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status