Share

MindBlowing

"Pak di mana-mana. Kalau mau cintanya diterima, ngomongnya itu yang lembut. Kalau perlu, sambil bersimpuh supaya bisa diterima. Bukannya jutek kayak Bapak." Vanilla merasa bisa bercuap semua yang ada di benaknya. Karena, saat ini yang ia hadapi bukan Dikala, si direktur utama. Tapi, pria yang lagi merayunya dan sebagai wanita, ia boleh dong bersikap jual mahal?

"Kamu ngomong apa, sih?" Kala menggeleng. Ia semakin tidak paham ke arah mana pembahasaan Vanilla. Padahal, cukup jawab kalau ia puas dengan semua kebijakkan Kala. Kalau itu ia katakan, Vanilla sudah bisa pergi dari ruangannya.

"Saya rasa walaupun kamu mengkhianati saya, kamu gak ada gunanya sama sekali. Kamu juga gak mungkin bisa mengalahkan saya!" Kala jengah. Ia mengangkat tangan meminta Vanilla pergi. Baru kali ini dirinya dihina dan itu membuat Kala marah.

Sama halnya dengan Vanilla yang merasa sudah salah menilai Kala.

"Maksud Bapak apa bilang saya gak ada gunanya? Saya setiap hari lembur karena tugas-tugas dari Bapak terus! Bapak kok seenaknya bilang saya gak berguna?" Dari suaranya, Vanilla terdengar amat kecewa.

Kala yang tadinya sudah berbalik jadi kembali menghadap Vanilla. Ditatapnya gadis itu. Ia sebetulnya tidak bisa melihat wanita menangis. Bawaannya, selalu saja ingin menghibur. Kebetulan, hatinya tidak terbuat dari besi.

Kala membuka mulut. Mungkin ia bisa menarik kata-kata tidak berguna menjadi kurang berguna. Yah, minimal lebih baik,'kan?

"Bapak tadi nembak saya. Ta---tapi juga ngatain saya gimana, sih?" Kalimat protes itu semakin memperkeruh suasana.

"Sebentar kapan saya nembak kamu?!" sungut Kala dengan mata melotot. Gak jadi deh menghibur Vanilla. Habisnya dia fitnah gitu.

"Tadi Bapak tanya, apa saya suka sama Bapak. Saya gak tahu dari mana Bapak bisa menarik kesimpulan kalau saya suka. Tapi, yah, emang saya suka. Gak ada yang gak suka sama Bapak. Tampang ganteng, punya jabatan yang wah, tajir pula! Bahkan, nenek-nenek yang sudah sekarat juga mau sama Bapak. Tapi, saya butuh waktu, Pak. Jangan paksa saya terima cinta bapak secepat ini!"

Matanya melirik ke Kala. Ia harap, bosnya itu memberikan ruang dan waktu. Gak lama, kok paling hanya satu-dua hari sampai Vanilla menjawab 'I do.' Karena kalau kelamaan, tawaran jadi kekasih Kala keburu expired, kan?

Sayangnya Kala justru membatu. Ia gak bisa bicara karena terlalu mindblowing.

Jadi, dari tadi, Vanilla menyangkanya sedang menembak untuk jadi pacar? Astaga! Mana mungkin?!

Namun Kala tak mengatakan ketidaksetujuannya secara langsung. Ia tidak ingin membuat Vanilla malu di depannya. Kala kembali duduk di kursi sambil menutupi mulutnya yang ingin tertawa.

"Terserah kamu. Cepat kembali kepekerjaanmu!" ucapnya karena Vanilla masih berdiri dihadapannya.

Vanilla menyipitkan mata, "Bapak gak mau dengar jawaban saya?!"

Kini malah Vanilla yang sangat ingin ditanyai Kala. Tapi, Kala menggeleng.

"Saya sudah tahu jawabannya. Dari reaksi kamu dan penilaian kamu ke saya, pasti kamu bakalan jawab bersedia," beber Kala santai.

Vanilla mendelik, 'Dih, kepedean!' runtuknya dalam hati.

"Sudahlah Vani. Silahkan kembali bekerja!" Kala tersenyum lembut. Dan itu membuat Vanilla terperangah. Ia sampai meragukan semua kata makian yang sering ia lontarkan buat pria itu, seperti:

1. Pak Kala sakit jiwa!

2. Apa dia artificial intelligence. Kok bisa, sih gak ada capeknya?! Tapi,'kan akunya manusia. Aku capek banget soalnya minggu ini lembur terus!

Bahkan, sebelum masuk ke ruangan Kala, Vani berjanji ingin mengundurkan diri.

Namun, hanya satu buah senyuman dari Kala, semua sumpah serapahnya seakan tak ada artinya lagi. Dia hanya tahu mengikuti perintah atasannya itu.

"Baiklah, Pak!" Vanilla akhirnya mundur meski dia masih mupeng tingkat langit ke-7 waktu di senyumin Kala.

"Berarti, hari ini, laporan untuk rapat minggu depan bisa selesai, 'kan?" Kala berkata dari balik laptopnya. Ia jadi tidak bisa melihat reaksi Vanilla yang mau membom bangkunya saat itu juga.

"Pak, yang benar saja. Kemarin, Bapak bilang bisa diselesaikan hari rabu. Ini masih senin, Pak!" Takutnya, Kala lupa hari, 'kan? Apa ... jangan-jangan, weekend dia juga gak istrirahat dan malah bekerja?!

Kala terlihat berfikir, ia menyentuh pelipisnya dengan telunjuk.

"Kalau bisa lebih cepat. Kenapa gak?!" putusnya. Ayolah, baginya, Vanilla hanya kurang motivasi hidup. Dia saja bisa. Kok, bekerja seharian penuh tanpa merasa lelah? Yah, ciri-ciri kutu buku yang berevolusi menjadi workaholic gitu, deh!

Vanilla menggeleng cepat. Tidak, hari ini ia ada janjian makan malam sama kakaknya, Senja. Kalau situ mau lembur, lembur saja sendiri. Tapi, jangan ajak orang!

"Gini deh, Pak. Saya selesaikan di hari Selasa. Tapi, hari ini izinkan saya pulang on time!" Vanilla menangkup kedua tangannya dan juga setengah membungkukkan badan.

Kala tertawa sampai memperlihatkan jejeran giginya. Dari sini, ia memang terlihat sangat ramah. Padahal, ada iblis pencinta kerja yang bersarang dalam jiwanya. Kala kembali menghadap Vanilla. Ia mengapit tangkupan tangan Vanilla.

"Jangan gitu!" titahnya tulus.

Vanilla tersenyum. Yes! Seenggaknya, bosnya masih punya perasaan, 'kan?

"Berarti, saya boleh pulang cepet, Pak?!" Vanilla amat bahagia. Janji, habis ini, ia gak akan bikin keributan lagi. Vani akan jadi anak baik. Eh! Karyawan yang baik.

Bibir Kala cemberut. Ia juga memegangi jidat Vanilla. Membuat Vanilla melirik ke arah tangan besar penuh kelembutan itu.

"Kamu gak panas. Terus, kenapa minta pulang cepat?!" Kala jadi heran.

Astaga, Kala mendekat cuma untuk memeriksa suhu tubuh Vanilla. Lagi, kalaupun panas betulan apa iyaah diperbolehkan pulang sama Mister tega itu? Paling, cuma disuruh minum obat. Kayakya, Vanilla baru bisa bebas kalau dirinya sudah dikafani, deh!

"Pak, tapi,'kan..."

Kala sudah berbalik dan memasukkan tangannya ke kantong celana.

"Dalam kontrak kerja yang kamu tanda tangani, tertulis jika kamu bersedia lembur saat dibutuhkan!" Kala selalu bisa mengingat isi kontrak dengan baik tanpa membukanya.

Otaknya bagaikan kumpulan galeri foto. Sekali melihat, ia langsung bisa hafal dan menganalisis dengan cermat.

Ia membuktikan kemampuannya. Meski beberapa tahun terakhir cuma bisa memonitor dari jauh, tapi ia termasuk pengusaha muda yang sukses. Kala bisa meningkatkan pemasaran ke pangsa benua Eropa. Bukan hanya itu, pertama kalinya orang yang menjabat direktur utama bisa menuntut jajaran direksi tanpa merasa takut? Ya cuma, Kala!

Contohnya, Justin, kepala manajemen yang bekerja menggantikan posisi Kala selama ia tidak di sini. Ada juga, beberapa manajer lain yang pastinya sudah bekerja sangat lama. Lebih lama dari usianya yang baru 22 tahun itu. Tetapi, semua tidak membuat mental Kala ciut. Ketika salah, maka ia katakan salah tanpa menutupinya. Ia seperti batu permata keluarga Tjandra.

Tunggu! Bukan, deh! Ia robot yang dikendalikan hanya tahu soal keuntungan tanpa mempertimbangkan yang lain.

"Saya tahu, Pak. Saya sudah menandatangi kontrak itu. Tapi, yang gak saya tahu kalau ternyata saya harus lembur setiap hari. Saya juga punya kehidupan lain, Pak!" Vanilla jadi meradang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status