Share

Pt. 07 - Something is Missing

Semesta memang selalu punya kejutan.

Tapi tak jarang, kejutan yang diberikan terlalu di luar nalar sampai rasanya bisa membuat gila.

Catherine yang kini mencoret-coret kertas di ranjangnya merasa frustrasi dan pusing sendiri. Pasalnya, dilihat dari sudut pandang mana pun semua ini terlalu nyata. Pada awalnya, dia masih berpikir kalau dunia novel yang saat ini dimasukinya adalah mimpi.

Dia berusaha yakin kalau setelah tertidur. Dunianya akan kembali seperti semula.

Tapi setelah seminggu ada di dunia ini. Tertidur dan terbangun di ranjang sutera yang sama. Membuatnya sadar kalau dia tidak punya kesempatan kembali. Ini adalah dunia yang harus dihadapinya.

"Apa di dunia ini tidak ada portal? Aku bisa gila jika begini." Catherine meracau sendiri. Dia saat ini tengah menuliskan alur cerita yang dia ingat di kertas yang selalu dia simpan di laci kamarnya.

Sudah seminggu, dan luka-luka ditubuhnya sudah hampir sembuh. Walau cedera di kakinya belum pulih sepenuhnya.

"Nyonya! Dokter Veronica datang untuk pemeriksaan Anda." Suara Ana pelayan pribadinya terdengar dari luar. Catherine yang sedari tadi memang tidak mengizinkan orang lain masuk ke kamarnya langsung menoleh. Dengan cepat, dia menyembunyikan buku catatan pribadinya ke laci. Tak ingin siapa pun melihat tulisannya itu.

"Biarkan Veronica masuk!" kata Catherine setelah memastikan kalau sudah tidak ada yang mencurigakan dari dirinya.

Tak berselang lama. Veronica terlihat masuk dengan setelan Dokternya. Wanita dengan rambut coklatnya yang diikat itu masuk dengan senyuman cerahnya.

Sejak Xavier melarangnya keluar kamar untuk fokus melakukan pengobatan. Catherine menurut. Dia juga tidak keberatan karena tujuannya dari awal memang tidak berdebat dengan Xavier.

Selama seminggu itu pula dia selalu bertemu dengan Veronica. Dokter cantik yang berasal dari keluar Marquess yang terpandang. Dia bahkan sudah lumayan akrab dengan wanita itu.

Sebagai penulis, Catherine ingat kalau dia pernah memasukkan tokoh Veronica dalam novelnya. Tapi dia bukan orang yang membawa perubahan besar dalam cerita. Seperti Madam Giselle, Veronica hanya figuran yang sayangnya punya alur cerita yang juga lumayan menyedihkan.

Jika perang dengan Albenian sudah terjadi. Maka dua tahun lagi, wabah akan menyerang kota. Veronica yang mempunyai profesi sebagai Dokter jelas akan turun tangan. Sayangnya, dia terkena penyakit mematikan itu dan meninggal.

"Hai Catalina. Aku lihat kondisimu sudah cukup baik." Veronica menyapa ramah. Setelah sebelumnya hubungan mereka canggung karena sifat asli Catalina yang sulit didekati. Kini, Catherine dan Veronica malah terlihat akrab.

Catherine di ranjangnya tersenyum. "Iya, sudah lumayan membaik," jawabnya dengan wajah berseri.

Di kehidupan nyata, Catherine yang berprofesi sebagai penulis lebih sering mengurung dirinya di kamar. Tanpa sadar, dia jadi membatasi lingkungannya sendiri, termasuk lingkungan pertemanannya. Setiap kali melihat Veronica, dia selalu teringat salah satu temannya yang selalu menanyakan kabarnya di dunia nyata tapi sering dia abaikan secara tidak sengaja.

Entah kenapa, Catherine mendadak rindu.

"Baiklah. Sepertinya kita hanya perlu fokus pada pemulihan kakimu sekarang, aku lihat anggota tubuhmu yang lain sudah semakin membaik." Veronica mulai membongkar alat medisnya. Di dunia ini, Catherine sendiri menyamakan alat medis yang ada dengan alat medis di dunianya. Bahkan Kekaisaran Victoria memang terkenal sebagai daerah Kekasairan yang sangat maju.

Banyak sekolah yang di buka untuk umum dan tidak ada penindasan gender tertentu di sini. Catherine memang sengaja menuliskan semua itu karena dia sendiri benci diskriminasi.

"Iya. Aku pikir, aku harus belajar berjalan." Catherine mencoba fokus kembali pada Veronica.

"Itu bagus! Bagaimana dengan ingatanmu, apakah ada perkembangan?" Veronica bertanya ke bagian yang lain. Selain fisik, perkembangan psikologis Catherine juga harus dia pantau.

Catherine menggeleng. Tentu saja dia tidak ingin mengungkapkan kebenaran tentang dia yang ingat segalanya.

"Baiklah. Tidak apa-apa, pelan-pelan saja."

"Tapi Veronica ... "

"Hm, katakan Catalina. Apa kau merasa tidak nyaman pada sesuatu?" tanya Veronica yang sadar kalau raut wajah Catherine berubah menjadi ragu.

"Aku tidak tau harus mengatakan hal ini dari mana. Tapi aku rasa, setelah kecelakaan itu aku takut berada di tempat gelap. Aku ... takut kegelapan."

Catherine mengungkapkan fobia aslinya. Dia sengaja mengatakan hal itu karena siapa tahu di dunia ini ada semacam terapi yang turut menyembuhkan fobianya.

Veronica terlihaf berpikir keras. Sejujurnya dia cukup terkejut karena Catherine tidak mengatakan hal ini lebih awal.

"Tenang saja, Catalina. Hal itu mungkin wajar mengingat kau terjatuh pada malam hari dan tenggelam di kolam yang gelap. Sepertinya itu efek trauma. Aku akan mencoba mengkonsultasikan hal ini dengan Guru seniorku." Veronica berusaha bersikap tenang. Sebagai Dokter, dia tidak ingin mengucilkan hati pasiennya.

"Ah satu lagi," kata Veronica membuat Catherine yang baru saja ingin mengeluarkan kakinya dari ranjang menatap Veronica di sampingnya.

"Jika ingatanmu hilang. Apa kau juga tidak ingat bagaimana kau bisa jatuh malam itu? Atau siapa yang sedang bersamamu? Aku pikir, itu perlu diselidiki Catalina."

Catherine terdiam. Sejujurnya, dia sendiri tidak menuliskan detail bagaimana Catalina asli bisa terjatuh sebelumnya. Di prolog cerita, dia hanya menulis kalau wanita itu jatuh dan membuat keributan. Semua orang mencemoohnya karena dia dianggap mencari perhatian.

"Ahk!" Catherine mengerang. Dia memegangi kepalanya yang langsung sakit saat dipaksa mengingat alasan kenapa Catalina asli jatuh dari balko istana kekaisaran malam itu.

Seolah, ada ribuan jarum yang menusuk kepalanya saat ini.

"Catalina!? Ada apa! Apa kepalamu sakit!?" Veronica mendekat dengan panik. Dia berusaha melihat wajah Catherine dengan lebih jelas, tapi tidak bisa. Wanita itu terlihat sibuk dengan rasa sakitnya.

Tidak berselang lama. Tubuh Catherine lemas. Teriakan Veronica hanya terdengar seperti dengungan di telinganya. Beberapa detik kemudian Catherine pun pingsan di pelukan Veronica. Membuat Dokter wanita itu panik sendiri.

"CATALINA!"

Sementara itu di sisi lain. Xavier yang tengah mengurusi dokumen-dokumen negara di ruang kerjanya terlihat damai. Dia di temani Parviz sekretarisnya, tengah membereskan pekerjaan yang terbengkalai selama Xavier pergi ke wilayah saat melakukan ekspedisi.

"Tuan, Rakyat wilayah utara menuntut penurunan harga gandum dan harga pokok makanan lain. Sudah ada sepuluh laporan tentang itu. Bagaimana kita harus menindak lanjutinya?" tanya Parviz yang menyerahkan dokumen berisi keluhan itu pada Xavier.

Kekaisaran Victoria sejatinya membebaskan wilayahnya mengelola pemerintahan mereka sendiri. Bahkan kemakmuran wilayah bisa berbeda tergantung siapa pemimpin mereka di sana.

Sebagai seorang Duke yang punya wilayah kekuasaan sangat luas. Xavier bertanggung jawab atas kemakmuran rakyatnya. Selain ahli strategi dan berperang. Dia juga sejatinya harus punya kemampuan di bidang ekonomi, diplomasi dan politik.

"Sebaiknya diskusikan dengan Marquess Lehman, karena selain keluhan ada banyak hal yang harus diselidiki tentang hal itu. Laporkan padaku jika terbukti ada pejabat atau bangsawan yang korup. Aku akan menindaklanjutinya nanti," ujar Xavier memberi perintah.

Parviz, lelaki dengan rambut coklat itu mengangguk. Di antara semua bangsawan, bahkan para petinggi kekaisaran. Parviz sejatinya sangat menghormati Xavier. Meskipun usianya masih muda. Tapi dia adalah bangsawan yang selalu mementingkan rakyatnya.

Bahkan ketika seluruh dunia mengenalnya sebagai lelaki haus darah dan si gila perang. Orang yang ada di mansion ini paling tahu sebaik dan sebijak apa lelaki itu.

"Tuan! Maaf mengganggu waktu Anda! Ini saya Madam Giselle!" Terdengar suara ketukan sekaligus teriakan di luar pintu.

"Masuklah!" Xavier mempersilakan wanita paruh baya itu untuk masuk. Madam Giselle terlihat masuk dengan terburu-buru, bahkan Parviz yang ada di ruangan itu cukup terkejut karena kedatangannya.

"Tuan, Maaf mengganggu waktu Anda."

"Katakan Bibi. Apa ada masalah?" tanya Xavier akrab. Karena selain kepala pelayan, Madam Giselle pernah menjadi pengasuhnya. Saat kedua orang tuanya terbunuh dan Xavier diangkat menjadi Duke di usia sepuluh tahun. Wanita itulah yang menemani dan merawatnya.

"Anu Tuan. Itu ... Nyonya jatuh pingsan. Anda disuruh ke kamar Nyonya oleh Nona Veronica."

Xavier terdiam. Dia cukup terkejut dengan laporan dari Bibi pengasuhnya itu. Seingatnya, selama seminggu ini Catalina baik-baik saja. Jadi ada apa sekarang?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status