Share

Pt. 10 - He Fell First

"Kenapa kalian ke sini?" Xavier terlihat menatap semua pelayan yang berjejer rapi memenuhi dapur. Dia yang saat ini masih menggendong Catherine dalam pelukannya terlihat tidak suka dengan banyaknya orang di ruangan itu.

"Maafkan Saya Tuan. Saya dengar dari ksatria Nolan kalau Tuan dan Nyonya akan memasak." Madam Giselle mewakili semua pelayan untuk berbicara. Bahkan Ana yang sudah terbiasa ada di sisi Catherine saja tidak berani mengangkat kepala karena takut dengan aura intimidasi Xavier.

"Iya. Tapi aku tidak meminta kalian ke sini," kata Xavier tegas.

"Maafkan saya Tuan. Jika memang begitu, biarkan para pelayan dan koki saja yang memasak. Tuan dan Nyonya silakan beristirahat," kata Madam Giselle panik.

"Bibi, jika aku ingin kalian memasak. Maka aku akan memanggil kalian dari tadi. Tapi sekarang istriku ingin memasak. Kalian semua kembalilah." Semua pelayan terlihat berpandangan satu sama lain. Mereka masih tidak menyangka kalau Xavier akan menyebut Catherine sebagai istrinya dengan semudah itu.

Madam Giselle bahkan tidak berhenti menatap kearah Catherine dengan wajah syoknya yang terlihat bahagia. Catherine yang merasa salah tingkah karena semua orang memandanginya akhirnya menatap kesal kearah Xavier.

"Nolan bubarkan semua orang! Jangan biarkan ada siapa pun yang berani masuk ke dapur ini sebelum aku selesai." Perintah Xavier mutlak.

"Baik Tuan."

Setelah mengusir semua pelayan. Xavier akhirnya mulai menurunkan Catherine dengan mendudukkannya di kursi. Sementara dia sendiri sibuk menyiapkan bahan makanan sendirian.

Catherine diam-diam memperhatikannya. Baru kali ini dia cukup terkesima dengan tokoh buatannya sendiri. Dilihat dari sudut mana pun Xavier itu tampan. Tubuhnya yang tinggi dan lengannya yang berotot menambah aura ketampanan yang menyenangkan dari dirinya.

"Xavier, kau bisa memasak?" tanya Catherine iseng. Dia sebenarnya sudah bertanya pertanyaan itu pada Xavier saat perjalanan ke sini. Tapi dia sekali lagi hanya ingin memastikan.

"Kenapa? Kau takut aku racuni?" tanya Xavier yang kini tengah mencuci beberapa sayuran dengan tangannya. Entah kenapa Catherine mendadak bersyukur karena dulu dia menciptakan setting dunia cerita ini tidak jauh dengan dunia modern tepatnya tinggal.

Bisa dibilang, dunia cerita ini seperti dunia modern yang memiliki pemerintahan hierarki saja. Bedanya, belum ada ponsel atau komputer yang canggih. Catherine tidak sempat memasukkannya. Tapi dia akui, dunia ini membuatnya lumayan nyaman juga.

Apalagi dia tinggal di kediaman Duke yang tentunya memiliki fasilitas yang lumayan mewah dibandingkan yang lain. Karena di dunia ini Xavier menyandang gelar Grand Duke yang merupakan gelar tertinggi yang bisa diraih oleh para bangsawan.

Catherine menatap punggung Xavier sekali lagi. Xavier sepertinya sedang sibuk memotong sesuatu. Catherine memaksakan kakinya untuk berdiri. Lagi pula kata Veronica dia memang harus berlatih berjalan.

Catherine merayap dengan susah payah. Tapi saat sudah nyaris dekat dengan Xavier, pegangannya pada ujung meja terlepas. Dia nyaris terjerembab ke belakang jika Xavier tidak menangkapnya dengan tepat waktu.

"Apa yang kau lakukan!?" Nada Xavier terdengar tinggi. Tak bisa disembunyikan, dia sendiri kaget karena nada tingginya.

Catherine yang masih ada dalam pelukan Xavier akhirnya mencoba berdiri. "Maafkan aku, aku hanya ingin membantumu." katanya merasa bersalah.

"Duduklah jika kau ingin membantuku." ucap Xavier mutlak. Catherine yang tahu kalau dia sudah memantik api kemarahan di diri Xavier akhirnya menurut. Tapi tanpa dia duga, Xavier sendirilah yang kembali mengangkatnya ke kursi.

Entah ini perasaan Catherine saja atau bagaimana. Tapi dia merasa kalau Xavier tidak sedingin kelihatannya. Lelaki itu peduli, dia mungkin terlihat menyeramkan fan galak tapi Catherine sama sekali tidak merasa risih dengan hal itu.

Xavier kemudian terlihat mendekati Catherine lagi. "Kau bisa memotongnya jika kau mau membantu," katanya sambil menyerahkan segenggam sayuran yang sudah dia cuci. Catherine tersenyum. Lihatkan? Sebenarnya Xavier adalah pria yang cukup baik.

Setelah beberapa waktu berlalu. Xavier yang dibantu oleh Catherine berhasil menyelesaikan masakannya.

Xavier menyiapkan hidangan buatannya di depan Catherine. Ada krim sup udang yang terlihat sangat lezat dan juga beberapa olahan sayuran yang melengkapi semuanya.

Catherine menatap semua makan itu. Perutnya yang sudah lapar merasa tergugah begitu saja. Wanita itu kemudian mulai mengambil piring dan menyendok beberapa makanan yang ada di depannya.

"Enak!" Pujinya tulus. Sejenak, dia lupa kalau dia adalah seorang wanita bangsawan di dunia ini. Tapi makanan di depannya sungguh sangat enak, sehingga membuat Catherine makan dengan sangat lahap. Dia bahkan tak sadar kalau sedari tadi Xavier memperhatikannya.

"Kau tidak makan?" tanya Catherine yang heran karena saat ini Xavier hanya diam saja dan menatapnya di kursi tanpa memakan apa pun.

"Makanlah. Kau bisa memakan semuanya," balas Xavier.

"Tidak. Kau juga harus makan Xavier. Tidak enak jika aku makan sendiri seperti ini. Makanlah." Catherine menyodorkan piring. Wanita itu menatap Xavier seakan dia menunggu lelaki itu mengambil piringnya.

Xavier akhirnya mau tidak mau mengambil piring itu dan mulai menyendokkan makanan yang dia masak sendiri dengan tangannya. Keduanya kemudian makan dengan tenang sampai selesai.

***

Tiga hari kemudian, Catherine sudah mulai bisa berjalan sendiri. Kakinya sudah sangat membaik. Dia bahkan sudah bisa berkeliling kamar dengan kakinya sendiri.

"Sepertinya seminggu lagi kau akan mulai bisa berlari, Catalina!" Puji Veronica antusias. Dokter cantik itu seperti biasa selalu berkunjung ke kamar Catherine untuk memeriksa keadaannya.

Catherine tersenyum, dia senang karena akhirnya dia tidak harus duduk atau berbaring di kasur lagi. Jujur saja dia sudah cukup muak. Dia ingin sesekali menjelajahi kediaman Duke ini dan mungkin juga berjalan-jalan di taman.

"Kau terlalu memujiku. Ini semua berkat latihan darimu, Ve."

"Tidak perlu sungkan. Aku melakukan ini karena aku memang menyukainya," balas Veronica.

Keduanya kini tengah minum teh di sofa dengan beberapa cemilan yang disediakan. Catherine baru sadar kalau beberapa kue yang ada di dunia ini adalah kue yang sama yang ada di dunianya. Karena kebanyakan, Catherine memasukkan kue kesukaannya pada ceritanya sendiri. Ternyata ini ada gunanya.

"Aku dengar kau memasak bersama Xavier tiga hari yang lalu." kata Veronica membuka topik baru.

Catherine yang baru saja meminum tehnya mengangguk. Dia menyimpan cangkirnya dengan anggun. "Aku baru tahu kalau Xavier ternyata pintar memasak. Krim sup udang buatannya sangat enak!" kata wanita itu antusias.

"Krim sup udang?" tanya Veronica memastikan pendengarannya.

"hm, iya. Dia memasakkanku krim sup udang."

"Apa Xavier juga ikut memakannya?" tanya Veronica lagi. Catherine yang merasa kalau tatapan Veronica berubah kemudian mengangguk. "Aku tidak suka makan sendirian jadi aku meminta Xavier untuk makan bersamaku. Apa ada yang salah?"

Ekspresi Veronica pahit. Wanita itu mencoba tenang, tapi Catherine terlanjur melihat ekspresinya.

"Ada apa?" tanya Catherine menuntut penjelasan.

"Apa kau bertemu Xavier lagi selama tiga hari ini?" tanya Veronica dengan kelopak matanya yang layu. Wajahnya tetap ramah, tapi rasanya ada yang salah.

Catherine terlihat berpikir. Dia berusaha mengingat-ngingat. Lalu kemudian wanita itu menggeleng. "Xavier tak pernah datang lagi setelah malam itu. Dia sepertinya sedang sibuk, atau memang tidak ingin datang menemuiku," jawabnya pesimis.

Veronica menggenggam tangan Catherine. "Catalina, Xavier bukan tidak ingin datang menemuimu. Selama tiga hari ini, dia sakit. Xavier ... dia demam karena alergi udang."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status