Tyler menuangkan wine ke gelas Nathalie yang sudah kembali kosong. Di depannya, Nathalie menatapnya dengan mata berbinar, wajahnya yang semula muram perlahan berubah ceria saat dia mendengarkan Tyler menjelaskan rencananya."Jadi, kita akan mulai dengan mencari tahu keberadaan Chiara. Aku punya beberapa teman di Italia yang bisa membantu kita," ujar Tyler, tangannya bergerak-gerak semangat saat menjelaskan langkah-langkahnya."Aku setuju! Mari lakukan itu, Tyler!" seru Nathalie, tertawa dan bercanda sepanjang percakapan."Aku tidak sabar," tambahnya, lalu menyesap wine di gelasnya.Tyler tersenyum, menikmati antusiasme Nathalie. Mereka berbicara panjang lebar, saling bergantian mengutarakan pendapat. Satu botol wine berganti dengan botol lainnya, wajah Nathalie mulai memerah karena pengaruh alkohol."Oke, satu botol lagi," seru Nathalie dengan tawa yang semakin keras, mengangkat gelasnya tinggi-tinggi."Ini masih belum cukup, ayo tambah lagi," tambahnya dengan penuh semangat."Hei Nat
Tyler membantu Nathalie berdiri dengan lembut, meraih tangannya dan menariknya perlahan. Nathalie tersenyum tipis saat berdiri, lalu menepuk-nepuk celananya untuk membersihkan debu yang menempel. Tyler memperhatikan Nathalie dengan cermat, sedikit bingung melihat kehadirannya di sini."Jadi, apa yang kamu lakukan di sini? Bukannya kamu tinggal di Amerika?" tanya Tyler, alisnya berkerut karena kebingungan.Nathalie membungkuk sedikit, menepuk-nepuk kakinya sekali lagi, kemudian mendongak menatap Tyler. "Ceritanya panjang," sahutnya dengan suara lembut. "Oh iya, bagaimana kabar Damien?"Tyler menghela napas dalam, wajahnya terlihat berat saat menjawab. "Buruk, bahkan mungkin jauh lebih buruk dari kelihatannya."Ekspresi wajah Nathalie berubah menjadi sedih, dia menundukkan kepala, terlihat menyesal. "Ini semua salahku, seharusnya aku tidak mendengar kata-kata Patrick waktu itu."Tyler menatap Nathalie, "Itu semua sudah terjadi, mau bagaimana lagi," ucapnya, mencoba menenangkan wanita ca
Di ruang tamu kediaman Damien, Tyler yang sedang duduk di sofa, menatap Damien, yang baru saja keluar dari kamar dengan handuk melilit pinggangnya."Kamu sudah lama di sini?" tanya Damien, mencoba menghindari kontak mata, mengusap lehernya dengan gugup.Tyler mengangguk, senyum lebar menghiasi wajahnya. "Ya, sejak Dona bilang 'lebih dalam, Damien'."Deg!Damien tersipu, pipinya semakin merah, lalu tertawa pelan. "Astaga, kamu dengar semuanya, ya?"" Hahaha! Tentu saja, bro. Kalian berdua cukup berisik," jawab Tyler tertawa renyah.Mereka tertawa bersama, mencairkan suasana yang sempat canggung. Tyler duduk di sofa, terlihat nyaman dengan kaki disilangkan, tangannya diletakkan di sandaran sofa."Tunggu, aku ambilkan minuman," tawar Damien, mencoba mengalihkan topik.Dia melangkah menuju dapur, membuka lemari pendingin dam mengambil dua botol bir.Dengan langkah ringan, Damien kembali ke ruang keluarga. Ia duduk di samping Tyler, menyerahkan satu botol bir kepadanya sambil tersenyum ram
Di kamar Damien, suara rintihan Damien dan Dona memenuhi ruangan. Damien menindih tubuh Dona, tubuhnya bergerak dengan kekuatan yang intens. Setiap hentakan tubuhnya membuat tempat tidur berderak, iramanya mengisi setiap sudut kamar dengan aura hasrat yang mendalam.Damien memompa dengan penuh gairah, wajahnya mengernyit saat setiap dorongan semakin dalam. Keringat membasahi dahinya, menetes ke tubuh Dona, menciptakan sensasi dingin yang kontras dengan panas tubuh mereka.Dona terpejam erat, bibirnya terbuka mengeluarkan erangan kenikmatan yang terputus-putus. Tangannya mencengkeram bahu Damien, kuku-kuku jemarinya meninggalkan jejak merah di kulitnya.Kamar yang remang-remang hanya diterangi oleh cahaya bulan yang menyelinap masuk melalui celah tirai. Bayangan tubuh mereka tampak seperti siluet yang menyatu dalam tarian gairah yang tak terbendung. Suara desahan dan dentuman tubuh mereka yang saling bertemu menciptakan simfoni yang menggema di antara dinding kamar."Uh... Damien..." D
Damien terbangun dengan perasaan yang lebih baik setelah tidur siang yang panjang. Ia merasa sedikit lebih segar meskipun masih terasa penat. Dengan langkah yang ringan, ia memutuskan untuk keluar dari kamar dan mencari sesuatu untuk dimakan.Saat melangkah keluar dari kamar, aroma harum yang menyebar dari dapur menggelitik hidungnya, memancing perutnya yang kosong. Langkahnya semakin mantap menuju sumber aroma itu.Saat tiba di dapur, suara gemerisik memasak memenuhi ruangan. Dona, yang sibuk dengan panci dan wajan, tersenyum saat melihat Damien masuk."Hai, Dami!" sambut Dona dengan hangat, sambil tetap terampil mengolah masakan di atas kompor.Suara desisan minyak dan bau bawang putih yang digoreng memenuhi udara, perpaduan yang sangat menggugah selera.Damien mengangguk senyum sebagai balasan, "Hai Dona. Dan... maaf sepertinya aku lagi-lagi merepotkanmu," ucapnya sambil melangkah mendekati meja dapur.Ia merasa bersalah dan terharu membuncah di dalam dadanya.Dona tersenyum lebar,
Dua tahun yang lalu, rumah tangga yang Damien bina bersama Dona berakhir kandas. Walau begitu, Dona masih tetap memperhatikan Damien, bukan lagi sebagai istri, melainkan sebagai sahabat.Selama empat tahun berumah tangga, Dona sudah berusaha menjadi istri yang baik, berusaha membuat Damien melupakan sosok Chiara, satu-satunya wanita yang pernah merebut hati Damien. Namun, usahanya sia-sia, kehilangan Chiara menyebabkan luka yang sangat dalam di Damien. Dan akhirnya Damien kembali ke kebiasaan lamanya, bersenang-senang dengan wanita yang bekerja di hotelnya.Dona tetap berusaha bertahan, merawat Damien dengan baik. Jika bukan Damien yang memutuskan berpisah, dia mungkin akan tetap menjadi istri Damien. Mendampingi dan merawat Damien walau sadar, jika setiap malam Damien akan menghabiskan waktu bersama wanita lain.Wanita cantik itu duduk di kursi, memandang Damien dengan tatapan yang dalam. "Damien, kita perlu bicara serius tentang hal ini, kamu tidak bisa seperti ini terus," ucapnya t
Enam tahun kemudian, di Diamond Rose Hotel, Kanada. Matahari pagi menembus jendela kamar suite, memancar hangat namun tidak cukup untuk meredakan sakit kepala Damien yang berdenyut-denyut.Perlahan, ia membuka matanya, mencoba memahami situasi sekitarnya. Pemandangan yang dilihatnya adalah kamar hotel yang kacau balau. Botol-botol minuman tergeletak sembarangan, pakaian tersebar di seluruh lantai. Damien menghela napas panjang, merasa pusing dan sedikit mual.Di sampingnya, dua wanita muda terbaring tanpa busana. Damien mengenali mereka sebagai resepsionis hotelnya, Ana dan Lila, keduanya masih tertidur pulas.Damien berusaha mengingat kejadian semalam, ia merasa seolah-olah kabut tebal menghalangi ingatannya. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi-jadi saat ia mencoba mengingat detail-detailnya.“Damn,” erangnya pelan, memijat keningnya sendiri.Dengan susah payah, Damien bangkit dari tempat tidur. Kepalanya terasa berat, langkahnya gontai saat ia berjalan menuju meja di sudut kamar
Keesokan harinya, jam menunjukkan pukul 9 pagi. Matahari pagi yang hangat menerobos jendela besar di kamar presidential suite, menyinari wajah Damien dan Dona yang baru terbangun. Wajah Damien terlihat lebih baik dari hari sebelumnya, sedikit lebih cerah dan bersemangat.Dona bangkit lebih dulu, menghela napas dalam sebelum melangkah menuju kamar mandi. Setelah mandi, Dona keluar dari kamar mandi dengan rambut basah terurai. Ia mengeringkan dan mengatur rambutnya dengan cepat, lalu mempersiapkan pakaian yang akan dikenakannya.Dia memilih mengenakan gaun berwarna pastel yang membuatnya tampak anggun. Sementara itu, Damien perlahan bangun dari tempat tidur, melangkah pelan menuju kamar mandi.Tok Tok Tok!Dona berjalan menuju pintu kamar ketika terdengar ketukan lembut. Ia membukanya dengan sedikit tersipu malu, menyapa room service yang ternyata merupakan kenalannya."Buongiorno, Dona!" sapa pria itu sambil tersenyum lebar. "Selamat ya, akhirnya kamu dipilih menjadi pendamping Damien.
“Chiara... Kamu begitu cantik, sayang,” gumam Damien, jemarinya menelusuri garis leher Dona, menyapu setiap inci dengan kelembutan. Kepalanya menunduk, mencium bahu wanita cantik itu dengan lembut sebelum bergerak ke arah payudara, mengulum putingnya dengan lembut.Suara desahan yang keras terdengar dari bibir Dona, kepala gadis itu mendongak ke atas, matanya terpejam dalam kenikmatan yang mengalir. Jari-jarinya meraih rambut Damien, menariknya dengan lembut.Damien mengamati setiap gerakan tubuh Dona, sementara lidahnya bermain di sekitar pucuk Dona. Tangannya lalu bergerak turun, menyentuh pinggul Dona, dan meminta agar Dona untuk melebarkan kakinya.Wanita bertubuh seksi itu mengikuti permintaan Damien, membuka kedua pahanya. Mulut Damien melepas pucuk Dona, kepalanya bergerak turun, dan memberikan kecupan kecil di setiap kulit Dona yang ia lewati.Gerakan Damien berhenti, menatap keindahan yang ada di depannya, tanpa ragu ia menjulurkan lidahnya bermain di area kewanitaan Dona yang