“Aku hanya sedih karena tidak akan pernah datang lagi ke apartemen ini, Ramon. Apalagi jika nanti Miana meminta untuk menetap di sini,” jawab Vero apa adanya dan memang seperti itulah perasaannya saat ini.“Kau akan aku berikan tempat yang mewah juga. Tidak perlu mencemaskan hal itu!” ucap Ramon dengan nada datar dan mendominan.“Aku sebenarnya tidak peduli apakah itu tempat yang mewah atau biasa saja, Sayang. Namun, yang terpenting bagiku adalah bisa sesering mungkin bersamamu dalam urusan pribadi!” ungkap Vero yang jelas tidak ingin dikatakan sedih karena harus meninggalkan hunian mewah dan unlimited ini.“Aku masih akan tetap bisa bersamamu sepanjang waktu. Kau tenang saja dan percayakan semuanya padaku. Hanya soal Miana saja, aku masih bisa mengurusnya dengan mudah!”“Tapi, Ramon … hubungan ini saja sudah salah. Apalagi jika nanti kalian menikah, aku tidak mau kalau suatu saat semua itu malah menjadi boomerang bagi dirimu sendiri atau mungkin saja bagi diriku!”“Kau mencemaskan ha
Sementara Miana yang juga diminta oleh Ramon untuk datang ke salah satu restoran mewah itu, merasa sangat kesal. Ramon yang memintanya datang untuk bertemu keluarganya. Namun, sekarang dia sendiri yang tidak datang pada acara makan malam kedua keluarga yang akan segera bersatu itu.“Tenanglah, Mia Sayang. Dia pasti sedang sibuk dengan pekerjaannya. Kau jangan mengganggu Ramon seperti itu. Tunjukkan kalau kau itu wanita berkelas,” ujar Leni yang tak lain adalah ibu kandung Miana sendiri.“Mami jangan pernah mengguruiku dalam hal ini. Apa Mami ingin aku bersikap cuek dan tidak memperdulikan calon suamiku? Lalu, akhirnya dia memilih jalang lain yang memberikan perhatian dan selalu membuatnya merasa lebih berarti?” tanya Miana dengan sangat kasar pada sang ibu.Mereka memang tidak memiliki hubungan yang baik satu sama yang lainnya. Namun, akan ada kalanya mereka bersikap layaknya ibu dan anak yang saling mencintai. Hal itu karena Miana memang adalah putri satu-satunya dari pasangan Leny d
Malam itu Ramon dan Vero kembali bercinta dengan penuh gairah. Vero sangat menyukai saat-saat bersama dengan Ramon meskipun pria itu tidak menunjukkan hal yang menurutnya dirasakan seorang kekasih saat bersama pasangannya. Hal itu tentu saja dimaklumi oleh Vero, karena memang Vero bukan lah kekasihnya. Hubungannya dengan Ramon memang hanya sebatas teman ranjang saja. Tidak ada ikatan khusus yang mereka miliki sejak awal. Vero sangat sadar dengan posisinya yang tidak punya hak menuntut apapun pada Ramon. Dia juga tidak bisa melakukan apa saja yang wanita umumnya lakukan pada sang kekasih di depan umum. Pagi harinya, Ramon sudah terlebih dahulu bangun dan menyiapkan sarapan untuk Vero. Saat wanita itu bangun, semua sudah terhidang di atas meja makan dan juga sepasang seragam baru sudah tergantung pada besi gantungan pakaian Ramon yang ada di samping lemari super mewah dan lebar itu. “Wangi sekali aroma masakanmu, Honey.” Vero memberikan sedikit pujian untuk Ramon di pagi hari. “Lalu
“Tuan … ada yang bisa aku bantu?” tanya Vero yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan mejanya. Ramon pasti melamun dan tidak menyadari kedatangan Vero tadi. Padahal, Ramon sendiri yang menekan tombol atau bel pemanggil di meja kerjanya dan langsung terhubung ke ruang kerja Vero satu lagi. “Tentu saja. Kau selalu aku butuhkan dalam hal apapun, Babe,” jawab Ramon dengan maksud yang lain dan tentu saja dapat dipahami oleh Vero. Vero tersenyum malu meski Ramon hanya mengatakan hal sepele seperti itu padanya. Tidak ada terbesit sedikit pun kemarahan dalam hal itu karena memang Vero sadar bahwa dirinya adalah sekretaris serba guna bagi Ramon. Untuk hal pekerjaan dan tentu saja juga urusan peranjangan. Tidak perlu diragukan lagi jika Ramon tidak akan bisa berpaling dari sentuhan dan kenikmatan yang selalu dia suguhkan untuk pria itu. Dalam hal ini, Vero tentu lebih unggul dari wanita manapun termasuk dari Miana – calon istri Ramon yang agresif dan temperamental itu. “Jadi, apa yang
Vero merasa tidak nyaman berada di sekitar Ramon dan Miana karena mereka yang tengah bertengkar hebat saat ini. Pertengkaran itu juga disebabkan oleh dirinya dan tentu Vero menjadi merasa bersalah karena sudah membuat Ramon marah besar kepada Miana. Seharusnya, Vero tidak melawan dan membantah semua ucapan Miana sehingga masalah ini tidak terjadi.Dengan gerakannya yang perlahan tapi pasti, Vero beringsut dari belakang tubuh Ramon dan berniat untuk pergi meninggalkan ruangan itu. Ia merasa tidak pantas berada di tengah pertengkaran sepasang kekasih yang tidak lama lagi akan melangsungkan pernikahannya itu. Vero mengira gerak geriknya itu tidak akan diketahui oleh Ramon karena lelaki itu masih menatap tajam pada Miana.“Tetap di sini! Jangan coba-coba pergi tanpa perintah dariku!” teriak Ramon pada Vero yang sudah hampir sampai di ambang pintu.Langkahnya terhenti dan dia berbalik untuk melihat Ramon. Ternyata, pria itu sudah mengalihkan pandangannya dari Mania dan kini tengah mendelik
Yang jelas, Vero hanya bisa membalas pelukan Ramon dan menikmati berada di dalam dekapan pria perkasa yang dicintainya itu. “Untuk apa meminta maaf, Tuan?” tanya Vero setengah berbisik karena penasaran untuk apa Ramon meminta maaf padanya. “Karena aku tidak bisa menjagamu dengan baik. Membiarkan Miana menghina dan menyakitimu di depan mata kepalaku sendiri,” jawab Ramon semakin mengencangkan pelukannya pada tubuh Vero. Sesekali, pria itu mengecup puncak kepala Vero dan menyandarkan dagunya di atas kepala wanita itu. Terasa sangat indah dan nyaman bagi Vero, meskipun ia tahu bahwa semua ini hanya sementara dan tidak bisa ia dapatkan kapan pun. Nyatanya, tetap saja Ramon bukan lah pria yang diciptakan untuk dirinya dan Vero harus terima kenyataan pahit itu. Ia tentu saja harus sadar diri dan bisa menerima takdir bahwa diirnya hanya lah sebagai cadangan saja. Ketika Ramon membutuhkan dirinya, maka dia harus bersedia. Jika Ramon tidak ingin bersamanya, maka ia harus pergi dan pura-pura
Walaupun ia sangat sadar diri bahwa dirinya tidak akan pernah sepadan dengan Ramon, tetap saja hatinya sedih ketika menyadari kenyataan jika pada akhirnya mereka hanya sebatas rekan di atas ranjang saja dan Ramon sama sekali tidak mencintai dirinya. Rasa cinta Vero kepada Ramon akhirnya hanya bertepuk sebelah tangan dan gadis itu sempat merasa bahwa dirinya harus pergi menjauh dari kehidupan Ramon. Hanya dengan pergi jauh dari kehidupan pria itu, Vero merasa bisa melepaskan semua perasaannya pada Ramon dan mungkin bisa memulai lagi kehidupannya yang baru. “Hhmmpp … aakhh …,” desah Vero ketika tangan Ramon sudah bermain di antara selangkannya. Ramon memainkan jari jemarinya dengan lincah dan lihai di area kewanitaan Vero dan membuat wanita itu menggelinjang kenikmatan. Sementara, lidahnya sudah bermain cantik di kedua bukit kembar Vero yang sangat menggoda dan membuatnya semakin bersemangat itu. Ramon terus melakukan aksinya dan Vero sudah mendongakkan kepalanya sambil matanya terpej
“Di mana dia? Dia menyuruhku datang dan sekarang ruangannya malah terkunci seperti ini! Kaca ini juga jenis terbaru dan pasti tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam ruangannya,” gumam Rayhan ketika ia berada di depan ruangan kerja Ramon. Sementara Ramon melihat Rahyan berkacak pinggang di depan pintu ruangannya dengan wajah kesal. Ramon memang sengaja membuat Rayhan menunggu dan menjadi kesal seperti itu karena ia belum selesai mengenakan pakaiannya secara utuh. Sementara Vero sudah dia perintahkan untuk istirahat saja di dalam kamarnya yang memang ada di ruangan itu. Jadi, Ramon tidak perlu khawatir akan Rayhan yang akan bertemu dengan Vero saat ini. Namun, Ramon tahu bahwa pertemuan Rayhan dan Vero tidak mungkin bisa terus dia hindari karena sekarang Rayhan akan bekerja di negara dan perusahaan ini untuk beberapa waktu ke depan. Itu semua karena ayahnya sudah murka pada Rahyan dan menganggap Rayhan tidak becus mengurus perusahaan yang diserahkan kepadanya di luar negeri. Jad