"Pak! Kalau ada masalah pribadi, lebih baik diselesaikan dengan kepala dingin. Dan kalau bisa, tolong jangan bawa-bawa saya ke dalam masalah itu," ujar Islandia dengan senyum kakunya. Sebisa mungkin, gadis itu akan mengelak dan sama sekali tidak akan mengakui kalau dia sudah tidur dengan bosnya. Sampai berkali-kali, pula."Diam. Sekarang bukan waktunya kamu bicara," balas River dengan cukup kasar, membuat hati Isla sedikit tercubit. Dia tahu kalau dia hanya 'digunakan' oleh sang bos, toh, dia juga menggunakan pria itu untuk kesenangannya sendiri. Tapi, Memangnya harus, ya, bersikap searogan itu? Seakan Islandia memang tidak punya hak bicara. Dia 'kan manusia, yang punya hak untuk berpendapat, bukan kambing congek!Suasana hati gadis itu yang tadinya lempeng-lempeng saja jadi mendadak berubah haluan. Islandia gondok sekali."Tuh, kan. Bener, Tante. Kata aku juga apa, mereka pasti udah tidur bareng!" sahut Eloise dengan agak histeris. Jelas sekali kalau wanita itu tidak terima dengan ke
"Bu-bukan saya juga, Pak. Perempuan mana pun yang bakal dapat restu dari keluarga Bapak dan yang sekiranya setara. Pokoknya, jangan sampai Eloise. Nanti bukan cuma saya yang menderita, Bapak juga bakal menderita," elak Isla sambil mendorong sang bos agar pelukan itu terlepas.Mereka pun pada akhirnya kembali sibuk karena banyak pekerjaan yang belum diselesaikan.Namun, memang sial bagi Isla, setelah menyetujui perjanjian itu, dia malah diboyong pulang oleh River dan langsung dilahap semalaman, sampai tengah malam menjemput, River baru berhenti dari kegiatan gilanya."Pak, yang ngotak, dong. Sekali aja sehari, jangan terus-terusan kayak gini. Saya rasanya mau mati," ujar gadis itu sambil turun dari ranjang dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.Begitu keluar setengah jam kemudian, Isla sudah dalam keadaan rapih. Sontak saja ekspresi River berubah jadi mengerut. "Mau ke mana kamu?" tanyanya dengan nada bossy. Tipikal pria itu sekali."Pulang. Sekarang sudah malam. Gara-gara Bapak saya
"Ma-maksud Ibu gimana, ya? Saya lagi sakit dan istirahat di rumah. Jadi, saya tidak tahu kalau Pak River juga ternyata tidak ke kantor, soalnya saya sama sekali tidak diberi kabar mengenai pekerjaan lagi semenjak saya izin sakit," ujar Isla dengan agak tergagap.Sial. Bagaimana bisa wanita itu langsung menebaknya hanya dalam sekali dengar? Tahu saja kalau River sedang ada di rumah Isla. Namun, tentu saja gadis itu harus mengelak. Percuma dia menerima tawaran bosnya kalau langsung ketahuan."Benar?" tanya si nyonya besar dengan nada yang agak tidak percaya. "Tapi, tidak ada kemungkinan lain selain dia bersama kamu. River sama sekali tidak muncul di kantor mau pun di rumahnya. Kalau tidak bersama kamu, terus dia di mana?" Suara Gaia pun berubah jadi keraguan.Bagus. Memang ini yang Isla mau. "Coba Ibu cek apa Pak River di villa pribadinya, atau cari histori penerbangannya, kali saja beliau ke luar negeri. Waktu itu beliau 'kan pernah pergi diam-diam dan membuat keributan di kantor," pap
"Kamu ini, kerja yang benar, dong! Masa kayak begini saja nggak bisa!"Islandia, yang biasa dipanggil Isla, hanya bisa tersenyum ala sales yang sedang menawari dagangannya, padahal dia sedang dicaci maki atas kesalahan yang tidak diperbuatnya. Namun, apa mau dikata? Sebagai budak korporat, sekaligus budak River Angelos, bos-nya yang maha benar, Islandia hanya bisa mengiyakan sambil meminta maaf."Mohon maaf, Pak. Saya keliru memberikan berkas yang seharusnya Bapak tandatangani. Biar saya yang urus soal masalah ini. Nanti saya akan hubungi pihak CFO supaya berkas itu tidak diproses," ujar Isla dengan sangat ramah, meskipun di dalam hatinya dia mengutuk sang bos. Padahal, yang tidak membaca ulang dan main tanda tangan itu, ya, River sendiri. Isla sudah melakukan pekerjaannya sesuai protokol biasa, River lah yang melenceng dan membuat kesalahan ini, namun malah menyalahkan sang sekertaris.CEO sekaligus bosnya ini memang terkenal dengan sifatnya yang menyebalkan, arogan dan bossy, sehing
Sebenarnya, pesta di aula West Stone malam itu tidak ada yang salah. Dekorasinya indah, makanannya sangat enak terutama untuk Isla yang sedang kelaparan, tamunya ramah-ramah dan vibes-nya sangat nyaman, seperti sedang reuni dengan teman-teman lama.Sampai kemudian, si cacing kremi itu datang. Seorang wanita cantik berambut panjang berwarna merah terang alami dengan gaun berwarna hitam seksi memasuki ruangan pesta dengan anggunnya.Tatapan tajam wanita itu langsung tertuju pada Isla yang tengah menggandeng River dan tentu saja Isla langsung membuang muka, seakan mata mereka tidak pernah saling terpaku. Isla pun langsung mencengkram lengan River untuk mengisyaratkan kalau ada bahaya yang mendekat."Apa?!" bisik River dengan sangat judes.Cih. Kalau saja Isla sedang dalam suasana hati yang ingin ketenangan, dia pasti akan membiarkan River dalam ketidaktahuan dan tenggelam dalam bencana bernama Eloise. Untung Islandia sedang berbaik hati. "Eloise ada di arah jam tiga, pakai gaun hitam dan
Begitu pertanyaan tersebut terlontar dari mulutnya sendiri, ingatan gadis itu langsung mengalir deras, seperti bendungan yang baru saja dibuka pintu airnya.Islandia ingat saat dirinya dengan pasrah dibawa ke kamar River, lalu didorong ke atas ranjang raksasa milik pria tersebut. Pikiran gadis itu sempat waras sejenak dan ingin pulang karena dirasa ada yang salah dengan kejadian tersebut. "Pak, kayaknya kita nggak bisa ngelakuin ini," ujar Isla saat itu.Kemudian, begitu melihat River yang sudah menurunkan celananya, Isla pun tercengang dan pendapatnya langsung berubah seratus delapan puluh derajat. "Wah, besar. Pasti luar biasa dan enak," ujarnya yang kemudian hilang akal dan ujung-ujungnya malah menuruti gejolak hasrat yang ada di dalam dirinya. Sehingga malam itu, gadis tersebut bertindak di luar nalar sehatnya yang biasa dan berakhir dengan tidur bersama bosnya, atasan langsungnya, yang setiap hari bertemu juga bekerja bersama.Wajah Isla langsung memerah begitu seluruh ingatan se
"Pak, jangan bercanda! Ini masalah penting. Di sini masa depan saya yang dipertaruhkan. Bapak enak cuma celup-celup aja, yang nanggung konsekuensinya saya sendirian," ujar Islandia dengan sangat gelisah. Dia tidak mau kalau sampai hamil di luar nikah, apalagi dengan bosnya.Keluarga pria itu pasti tidak akan setuju dengannya. Wajar saja, Isla itu miskin, bukan level dan tidak setara. Yah, River pun belum tentu mau dengannya. Yang tersisa saat ini hanyalah Islandia sendirian. Bagaimana kalau sampai dia hamil? Mengurus Ivy yang sudah besar saja ternyata sangat merepotkan, apalagi kalau mengurus bayi. Lalu, bagaimana dengan pekerjaannya? Hutangnya? Apa anaknya bisa dijamin akan sehat selalu dan baik-baik saja? Isla begidik membayangkan nasibnya kelak.Dari seberang sana, terdengar suara decakan halus dari River. "Ya sudah, sekarang saya akan datang ke rumah kamu untuk membawa obat pencegah kehamilan. Kamu tunggu di luar rumah saja," titah River, yang kemudian terdengar suara pria itu ber
"Iya-iya apanya?!" Islandia memijit dahinya yang langsung merasa pening. "Pak, saya lagi butuh istirahat. Silakan Bapak keluar dari sini dan kita bertemu lagi besok di hari Senin. Tolong jangan ganggu saya hari ini karena ini hari libur. Nggak sepatutnya kita bertemu padahal bukan hari kerja," ujar gadis itu sambil membukakan pintu kamarnya lebar-lebar."Bukannya nggak sepatutnya kita tidur bersama? Tapi, toh, kita tetap melakukannya," balas River dengan gestur mengangkat bahu.Sial. Kenapa bosnya membawa hal itu lagi, sih?! "Lupakan saja, Pak. Anggap kita berdua khilaf saat itu. Lagipula, kita ada di dalam pengaruh perangsang!" sahut Islandia yang semakin lama semakin dibuat kesal. "Ck. Perangsang itu pun dari Eloise. Saya cukup yakin kalau dia melakukan itu supaya saya kecelakaan dengan pria lain dan secara otomatis, saya tidak punya kesempatan apa pun untuk menggoda Bapak."Parahnya, River sama sekali tidak peduli dengan kenyataan itu dan malah bertindak naris. "Yah, saya wajari ti