Share

2

Sebenarnya, pesta di aula West Stone malam itu tidak ada yang salah. Dekorasinya indah, makanannya sangat enak terutama untuk Isla yang sedang kelaparan, tamunya ramah-ramah dan vibes-nya sangat nyaman, seperti sedang reuni dengan teman-teman lama.

Sampai kemudian, si cacing kremi itu datang. Seorang wanita cantik berambut panjang berwarna merah terang alami dengan gaun berwarna hitam seksi memasuki ruangan pesta dengan anggunnya.

Tatapan tajam wanita itu langsung tertuju pada Isla yang tengah menggandeng River dan tentu saja Isla langsung membuang muka, seakan mata mereka tidak pernah saling terpaku. Isla pun langsung mencengkram lengan River untuk mengisyaratkan kalau ada bahaya yang mendekat.

"Apa?!" bisik River dengan sangat judes.

Cih. Kalau saja Isla sedang dalam suasana hati yang ingin ketenangan, dia pasti akan membiarkan River dalam ketidaktahuan dan tenggelam dalam bencana bernama Eloise. Untung Islandia sedang berbaik hati. "Eloise ada di arah jam tiga, pakai gaun hitam dan sedang dalam perjalanan ke sini," ujar Isla memperingati River.

Dalam satu detik saja, ekspresi River berubah jadi ngeri. "Sial. Saya pergi dulu ke ruang istirahat pria. Bilang sama rekan kerja yang lain kalau saya pusing dan memilih untuk istirahat sebentar," ujar River yang kemudian melepaskan gandengan berlari kencang, seperti sedang dikejar setan.

Yah, memang dia dikejar setan, tapi cantik, sih. Kalau saja River itu pria normal, seharusnya dia akan senang dikejar oleh wanita se-oke Eloise. Isla saja kadang-kadang iri terhadap wanita cantik, anggun nan seksi itu, padahal dia seorang gadis.

Sepengetahuan Islandia dari gosip yang beredar di kantor, Eloise muncul dan hadir di kehidupan River semenjak setahun lalu, di mana perusahaan ayahnya sedang bersaing ketat dengan perusahaan River. Namun, entah bagaimana, Eloise yang saat itu hadir sebagai Manager perusahaan ayahnya tiba-tiba saja menyatakan diri kalau dia cinta mati terhadap River. Tentu saja hal itu ditentang keluarganya, karena River itu rival.

Tapi, Eloise mana mau mendengarkan, sehingga gadis itu tetap masih juga mengejar River. Sementara atasan Isla sendiri malah lari ketakutan, seperti alergi. Padahal Eloise bisa dikatakan sempurna, minusnya hanya karena kelakuan wanita itu saja yang suka gila. Mungkin, River memang tidak tertarik dengan wanita?

"Ke mana Calon Suami aku?" tanya Eloise dengan judes dan arogan, mirip sekali dengan River yang tingkahnya sama, hanya beda jenis kelamin saja.

Inginnya, sih, Isla membalas dengan judes juga, namun, tentu saja dia tidak bisa melakukannya. Imej yang selama ini dia bangun sebagai sekertaris baik hati, penyabar dan cantik, bisa-bisa hancur begitu saja. Apalagi, dia sedang dikelilingi oleh banyak rekan kerja dan klien River.

Senyum ramah Isla pun terpaksa dikembangkan. "Pak River sedang sakit kepala karena tadi banyak bekerja, dan sekarang sedang beristirahat di ruang istirahat para pria." Isla berujar dengan sangat ramah, lalu tak lupa gadis itu juga memberikan wejangan bagi Eloise yang tatapan liarnya sedang mencari di mana ruang istirahat pria. "Sebaiknya Anda jangan ke sana, soalnya di sana wanita tidak diizinkan masuk."

Langsung saja Eloise mendengkus sebal dan pergi begitu saja sambil mengomel dalam bahasa Prancis yang tidak Isla tahu apa artinya.

Namun, entah ada angin apa, di tengah-tengah pesta, Eloise tiba-tiba saja memberikan dua gelas seloki minuman, satu untuk Isla dan satu untuk seorang pria yang merupakan klien sekaligus teman River, yang sedang bicara dengan Isla.

"Thanks me, later. Jangan lupa diminum, ini minuman khusus orang kaya. Orang seperti kamu mungkin hanya akan mencobanya sekali. Jangan lupa untuk manfaatkan kesempatan juga," ujar wanita itu sambil melenggok pergi ke area bar hotel yang jaraknya cukup dekat dari aula pesta.

Tentu saja Isla masih tetap tersenyum dan kembali bicara dengan pria di hadapannya. Sesekali Isla juga menyesap minuman yang ternyata sangat enak itu.

"You okay?" tanya teman bicara Isla setelah mendengar Eloise yang sempat merendahkannya karena status Isla hanyalah pegawai biasa, beda dengan seisi aula hotel yang merupakan orang-orang berduit.

"Okay. Very okay. Mbak Eloise memang seperti itu dari dulu. Lagipula, kata Pak River, sudah jadi bagian dari pekerjaan kalau saya bertemu dengan orang-orang aneh. Apalagi klien kita kebanyakan bukan orang sembarangan, jadi lebih baik saya kuat-kuatkan hati aja. Jadi, yah, saya akan anggap angin lalu saja," jawab Isla panjang lebar.

Parahnya ketika lawan bicaranya akan kembali bersuara, tiba-tiba saja River muncul di dekat mereka, lalu dengan kurang ajar pria tersebut merebut minuman dari tangan kawannya yang sedari tadi belum minum sesesap pun.

"Sorry, man. Gue haus banget. Lo ambil minum lagi aja sendiri, di sana banyak cewek-cewek yang bisa lo incar. Jangan yang satu ini, nanti repot," ujar River kepada kawan dekatnya yang langsung menoyor bahu pria itu, lalu pergi ke tempat minuman berada.

Kemudian River pun langsung menenggak minuman di tangannya dengan sekali teguk saja. "Kamu jangan goda teman saya. Nanti hubungan kalian bisa jadi rumit dan mengganggu pekerjaan. Saya nggak mau ganti Sekertaris baru kalau suatu saat nanti kamu kabur karena patah hati," omel River dengan tatapan menusuk sekali. "Lagian, orang seperti kamu tidak akan diterima oleh keluarganya yang konservatif dan kolot. Jadi jangan harap."

Mata Isla langsung mendelik tak kalah tajamnya. "Ya elah, Pak, saya daritadi cuma bicara biasa aja. Nggak menggoda-menggoda. Saya juga tahu diri, kali, kalau saya nggak level sama orang-orang seperti kalian. Bapak ini negative thingking melulu kalau sama saya," balas Isla dengan berani.

"Kamu semakin lama semakin berani, ya," desis River.

"Ini bukan jam kerja. Jiwa budak saya sudah istirahat. Bapak juga di sini bukan bos saya, melainkan partner," balas Isla yang akhirnya meneguk semua minuman yang tersisa karena emosinya mulai tersulut. "Makanya, kalau tidak mau dibantah, cari partner lain saja!"

Karena tidak mau memperpanjang urusan, River segera saja menarik lengan Islandia dan menggeretnya. "Sudahlah, kita pulang saja, saya sudah bertemu dengan semua orang yang saya ingin temui. Sekarang saya sudah capek. Apalagi kalau harus menghadapi kamu."

Terpaksa, Isla pun meletakkan gelas kosongnya di sembarang meja dan mengikuti sang bos yang langsung keluar hotel. Di sana, supir pribadinya sudah menunggu di dalam mobil Rolls Royce milik River. "Masuk. Nanti biar kamu diantar oleh supir saja setelah mengantar saya pulang. Sudah terlalu malam bagi seorang gadis untuk pulang sendirian," ujar River yang masuk ke mobil terlebih dahulu setelah dibukakan pintunya oleh petugas hotel.

Memang, kalau soal keamanan, River sangat baik. Beberapa kali pria itu menyuruh supirnya untuk mengantar Isla ke rumah saat mereka lembur sampai malam, tapi dengan catatan harus mengantar pria itu dulu. Katanya, sih, River malas berlama-lama di dalam mobil.

Mereka kemudian berangkat menuju rumah mewah River terlebih dahulu. Namun, di tengah perjalanan, Isla mulai merasa gelisah dan bergerak tak karuan. Tubuhnya terasa gerah sampai berkeringat, padahal AC mobil menyala dengan kencangnya.

Di sisi gadis itu, River juga merasakan hal yang sama. Napasnya mulai memburu, detak jantungnya berpacu sangat kencang dan hasratnya mulai bangkit. Tepat ketika tiba di rumah mewahnya, River tiba-tiba saja mengajak Isla masuk ke dalam. "Mau masuk dan ikut saya?" tanya pria itu dengan pandangan mata yang sudah tidak fokus.

Gilanya, bukan menolak, Isla malah menyerahkan dirinya sendiri, sampai kemudian dia ada di posisinya sekarang. Terbangun dengan tubuh nyeri, pegal dan yang paling mengejutkan adalah keberadaan River di sisinya. Tanpa busana.

"Argh!" teriak Isla sambil duduk dan mencengkram kepalanya sendiri, syok dengan apa yang baru saja dialaminya. "Ini mimpi, ini mimpi!" Isla mensugestikan dirinya sendiri, padahal nyeri di antara kedua kakinya cukup menjelaskan kalau kejadian itu sama sekali bukan ada di alam bawah sadarnya, tapi nyata.

Lalu, suara histeris Isla pun membuat River terbangun sambil menggeliat dan mengerang. "Berisik! Ini bukan mimpi. Memangnya kamu tidak ingat dengan apa yang sudah kamu lakukan semalam?" tanya sang bos yang sepertinya tidak kaget seperti Islandia.

"Memangnya apa yang saya sudah lakukan?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status