Share

04 || Pernikahan

Tiba saatnya hari pernikahan Diandra dan Dewa akan dilaksankan setelah satu Minggu berada di rumah sepulang dari rumah sakit waktu itu. Bukan hanya keluarga mempelai wanita saja, saksi bahkan penghulu pun sudah bersiap di sana. Namun, malah Dewa yang belum datang ke acara pernikahan tersebut membuat Diandra gusar menanti kedatangan calon suaminya. 

"Ibu, Ayah, Mas Dewa ke mana, ya?" Diandra begitu panik ketika menunggu kedatangan Dewa. 

"Ayah coba menelponnya, ya?" Teo mengusap pundak putrinya dan mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Namun, belum juga membuka kunci layar ponsel, laki-laki bertubuh gagah dengan paras tampan berkulit sawo matang itu pun akhirnya datang. 

"Maaf, Andra, Bu, Pak, saya terlambat. Tadi ada keperluan yang mendesak." Dewa menjelaskan perihal yang terjadi padanya. 

"Iya, enggak apa-apa, Mas." Diandra tersenyum dengan hati yang tenang dan tentu saja bahagia. 

Awas kamu kalau sampai tega mempermalukan anakku! Ucap Amira kesal dalam hatinya karena Dewa hampir saja membuat malu putri dan keluarganya meskipun pesta pernikahan sederhana. 

"Ya sudah, ayok, Nak Dewa. Penghulu dan para saksi sudah menunggu dari tadi," ucap Teo. 

Kini Dewa dan Diandra duduk berdampingan disaksikan oleh warga sekitar untuk menyaksikan dua anak manusia yang akan bersatu dan sah secara agama di depan penghulu. 

"Bagaimana calon mempelai pengantin laki-laki, apakah Ananda sudah siap?" tanya pak penghulu pada Dewa. 

"Saya siap, Pak!" Tanpa ragu-ragu Dewa menjawabnya. 

"Gimana Pak Teo, apakah ijabnya akan Bapak ambil alih sebagai wali nikah, ataukah akan mewakilkan pada saya?" Penghulu itu bertanya pada Teo. 

"Saya akan menjadi wali nikah untuk putri saya, Pak." 

"Baik, Pak. Kalau begitu, sebelum pada acara ijab, baiknya kita latihan dulu supaya tidak gerogi saat acara dimulai, ya?" Penghulu itu menuntun Teo dan Dewa yang akan melakukan acara ijab kabul sebagai calon mempelai laki-laki dan calon wali nikah. 

Latihan pun dimulai, tidak ada kegagalan. Keduanya tampak sudah siap sehingga acara ijab kabul pun akan segera dimulai. Kini, Teo dan Dewa berjabat tangan pertanda acara ijab akan segera dimulai, tentu saja atas bimbingan dari penghulu. 

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau ananda Dewa Abimanyu bin Seto Abimanyu dengan anak saya yang bernama Catherine Diandra dengan maskawinnya berupa alat salat dan cincin nikah seberat sepuluh gram, tunai." Teo mantap mengucapkan ijab dan disambut dengan jawaban yang semangat dari Dewa.

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Catherine Diandra binti Teo Andra dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai." 

"Bagaimana para saksi? Sah?" Penghulu bertanya pada saksi-saksi nikah disambut dengan jawaban yang kompak dari para saksi dan tamu undangan yang ada di sana.

"Sah!" 

Detik itu juga air mata Amira menetes  saat mendengar kata 'sah' dari saksi nikah bahkan para tamu undangan yang mendoakan pernikahan putri tercintanya. 

Ada kebahagiaan pada Amira, tetapi tidak dipungkiri ada sedih yang mendalam karena harus jauh dengan putri semata wayangnya setelah ijab selesai. 

Ucapan-ucapan selamat serta doa-doa mengiringi sepasang anak manusia yang saat ini telah resmi menyandang status suami dan istri. Senyum lebar pun mengukir indah keduanya, menggambarkan kebahagiaan yang tiada tara. Namun, mata Amira menangkap ada sesuatu dari gerbang rumah mereka. Seorang laki-laki tampak berdiri di luar dengan koper besar di tangannya. Amira pun gegas berjalan menghampiri pemuda itu. 

"Nak Calvin?" ucap Amira pada pemuda bertubuh tinggi dan gendut. 

Pemuda itu tersenyum. "Iya, Bude. Aku hanya ingin berpamitan sama Bude dan Pakde, tapi sepertinya Pakde sedang sibuk, ya? Jadi aku pamit sama Bude aja." Pemuda itu menjawab seolah terburu-buru. 

"Loohhh ... pamit ke mana, Nak?" 

"Aku mau kuliah di luar negeri, Bude." 

"Jauh banget ke luar negeri, Nak Calvin? Lalu, Bude Sasmita gimana? Apa diijinkan, ponakannya kuliah sampai ke luar negeri?"

"Ini semua Papa yang menyuruh, Bude. Aku cuma ikuti aja apa mau Papa dan lagi––" ucap Calvin terhenti. 

"Lagi apa?"

"Tidak, aku keburu-buru, Bude. Salam untuk Pakde dan Andra, ya?" ucap Calvin ketika mobil taksi pesanannya sudah menghampiri. 

"Loohhh ... tidak ingin bertemu dulu dengan Andra? Kalian, kan, teman dekat." 

"Maaf, Bude. Aku buru-buru." Pemuda berbobot lebih dari seratus kilogram itu pun segera masuk ke mobil dan tidak menunggu waktu lama, taksi itu pun meluncur membawa Calvin pergi. 

*** 

Malam ini merupakan malam indah untuk Diandra dan Dewa. Di mana dua insan manusia yang saling mencintai dapat bersatu dalam ikatan yang halal. 

"Kamu cantik banget, Andra," ucap Dewa pada istrinya ketika berada di atas ranjang pengantin. 

Diandra tersenyum mendengar pujian dari suaminya. Untuk pertama kalinya gadis itu tampak salah tingkah ketika hanya ada mereka berdua dalam kamar. Hawa pun terasa panas saat tangan Dewa mulai mengusap lembut pipinya dan mengecup hangat bibir Diandra.

"Aku mau mandi dulu, Mas. Gerah, keringetan," ujar Andra pada Dewa, padahal malam ini diguyur hujan deras. 

"Iya, jangan lama-lama, ya? Nanti masuk angin. Atau, kita mandi bareng, yuk?" ucap Dewa dengan kedipan genit. 

"Ih, enggak mau, Mas!" Mata Diandra membulat ketika menjawab ajakan Dewa. Sedangkan laki-laki yang telah menanggalkan bajunya itu hanya bisa tersenyum melihat reaksi dari istrinya. 

"Iya sudah, tapi besok-besok harus mau kalau aku ajak mandi bareng, ya?" Dewa masih menggoda istrinya. 

"Enggak janji!" Diandra meraih handuk dan berlalu pergi ke kamar mandi. 

Diandra malah terlihat bingung ketika sudah menanggalkan seluruh pakaiannya. Hawa panas serta jantung berdegup kencang saat dia mengingat kata-kata Dewa yang mengajaknya mandi bersama. 

"Iddiiihhhh ... nanti Mas Dewa lihat anu-nya aku, dong?" gumam Diandra saat melihat dua gundukan besar miliknya. Bukan hanya bagian itu, tapi dia memandangi seluruh tubuhnya dan malah menjadi geli sendiri. "Enggak, enggak, aku malu kalau sampe mandi bareng Mas Dewa," sambungnya sambil menggeleng. 

Dewa yang sedari tadi menunggu sudah tidak sabar lagi karena istrinya terlalu lama berada dalam kamar mandi. Akhirnya dia memutuskan untuk menyusul Diandra ke kamar mandi. 

"Sayang? Kamu ngapain? Kok, lama banget." Dewa mengetuk pintu kamar mandi dan membuat orang yang ada di dalamnya terkejut. 

"Sebentar, Mas!" jawab Diandra yang belum melakukan ritual mandi apa-apa. 

Diandra terlihat bingung harus memulai dari mana. Padahal, hal ini sering dia lakukan setiap hari, tapi kenapa dia malah gerogi malam ini? 

Diandra membasuh tubuh, lalu meraih sabun cair kemudian dituangkan pada loffa atau spons yang berbentuk seperti jaring dengan varian banyak warna biasanya. 

Dewa semakin tidak sabar karena Diandra seolah mengulur waktu. Padahal miliknya telah menegang sejak tadi. 

"Sayaaaang?" Suara Dewa semakin terdengar berat menahan hasrat. 

"Sebentar, Mas. Aku lagi sabunan." Diandra masih juga belum keluar dan akhirnya Dewa mendorong pintu kamar mandi yang ternyata tidak dikunci. "Eh, Mas mau ngapain?" Diandra refleks menutupi dua gundukan yang terhalang oleh busa sabun. 

Tentu saja hasrat Dewa semakin tidak terkendali saat melihat istrinya yang sedang berendam di dalam bathtub dengan busa yang melimpah. 

"Mas, Mas mau ngapain?" tanya Diandra dengan degup jantung yang makin kencang saat Dewa melangkah dan mendekati dirinya. 

Quote:

Malam pertama yang tidak pernah terlupa, saat pertama kali dia mengecup hangat bibir ini dan seketika itu tubuhku bergetar hebat. _KwanSaga_

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Mimah e Gibran
uhukkk aku gak liat.........
goodnovel comment avatar
Suci Komala
Senyum dahh baca part ini.. wwhehee
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status