แชร์

04 || Pernikahan

ผู้เขียน: Kwan Saga
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2022-12-05 15:47:15

Tiba saatnya hari pernikahan Diandra dan Dewa akan dilaksankan setelah satu Minggu berada di rumah sepulang dari rumah sakit waktu itu. Bukan hanya keluarga mempelai wanita saja, saksi bahkan penghulu pun sudah bersiap di sana. Namun, malah Dewa yang belum datang ke acara pernikahan tersebut membuat Diandra gusar menanti kedatangan calon suaminya. 

"Ibu, Ayah, Mas Dewa ke mana, ya?" Diandra begitu panik ketika menunggu kedatangan Dewa. 

"Ayah coba menelponnya, ya?" Teo mengusap pundak putrinya dan mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Namun, belum juga membuka kunci layar ponsel, laki-laki bertubuh gagah dengan paras tampan berkulit sawo matang itu pun akhirnya datang. 

"Maaf, Andra, Bu, Pak, saya terlambat. Tadi ada keperluan yang mendesak." Dewa menjelaskan perihal yang terjadi padanya. 

"Iya, enggak apa-apa, Mas." Diandra tersenyum dengan hati yang tenang dan tentu saja bahagia. 

Awas kamu kalau sampai tega mempermalukan anakku! Ucap Amira kesal dalam hatinya karena Dewa hampir saja membuat malu putri dan keluarganya meskipun pesta pernikahan sederhana. 

"Ya sudah, ayok, Nak Dewa. Penghulu dan para saksi sudah menunggu dari tadi," ucap Teo. 

Kini Dewa dan Diandra duduk berdampingan disaksikan oleh warga sekitar untuk menyaksikan dua anak manusia yang akan bersatu dan sah secara agama di depan penghulu. 

"Bagaimana calon mempelai pengantin laki-laki, apakah Ananda sudah siap?" tanya pak penghulu pada Dewa. 

"Saya siap, Pak!" Tanpa ragu-ragu Dewa menjawabnya. 

"Gimana Pak Teo, apakah ijabnya akan Bapak ambil alih sebagai wali nikah, ataukah akan mewakilkan pada saya?" Penghulu itu bertanya pada Teo. 

"Saya akan menjadi wali nikah untuk putri saya, Pak." 

"Baik, Pak. Kalau begitu, sebelum pada acara ijab, baiknya kita latihan dulu supaya tidak gerogi saat acara dimulai, ya?" Penghulu itu menuntun Teo dan Dewa yang akan melakukan acara ijab kabul sebagai calon mempelai laki-laki dan calon wali nikah. 

Latihan pun dimulai, tidak ada kegagalan. Keduanya tampak sudah siap sehingga acara ijab kabul pun akan segera dimulai. Kini, Teo dan Dewa berjabat tangan pertanda acara ijab akan segera dimulai, tentu saja atas bimbingan dari penghulu. 

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau ananda Dewa Abimanyu bin Seto Abimanyu dengan anak saya yang bernama Catherine Diandra dengan maskawinnya berupa alat salat dan cincin nikah seberat sepuluh gram, tunai." Teo mantap mengucapkan ijab dan disambut dengan jawaban yang semangat dari Dewa.

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Catherine Diandra binti Teo Andra dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai." 

"Bagaimana para saksi? Sah?" Penghulu bertanya pada saksi-saksi nikah disambut dengan jawaban yang kompak dari para saksi dan tamu undangan yang ada di sana.

"Sah!" 

Detik itu juga air mata Amira menetes  saat mendengar kata 'sah' dari saksi nikah bahkan para tamu undangan yang mendoakan pernikahan putri tercintanya. 

Ada kebahagiaan pada Amira, tetapi tidak dipungkiri ada sedih yang mendalam karena harus jauh dengan putri semata wayangnya setelah ijab selesai. 

Ucapan-ucapan selamat serta doa-doa mengiringi sepasang anak manusia yang saat ini telah resmi menyandang status suami dan istri. Senyum lebar pun mengukir indah keduanya, menggambarkan kebahagiaan yang tiada tara. Namun, mata Amira menangkap ada sesuatu dari gerbang rumah mereka. Seorang laki-laki tampak berdiri di luar dengan koper besar di tangannya. Amira pun gegas berjalan menghampiri pemuda itu. 

"Nak Calvin?" ucap Amira pada pemuda bertubuh tinggi dan gendut. 

Pemuda itu tersenyum. "Iya, Bude. Aku hanya ingin berpamitan sama Bude dan Pakde, tapi sepertinya Pakde sedang sibuk, ya? Jadi aku pamit sama Bude aja." Pemuda itu menjawab seolah terburu-buru. 

"Loohhh ... pamit ke mana, Nak?" 

"Aku mau kuliah di luar negeri, Bude." 

"Jauh banget ke luar negeri, Nak Calvin? Lalu, Bude Sasmita gimana? Apa diijinkan, ponakannya kuliah sampai ke luar negeri?"

"Ini semua Papa yang menyuruh, Bude. Aku cuma ikuti aja apa mau Papa dan lagi––" ucap Calvin terhenti. 

"Lagi apa?"

"Tidak, aku keburu-buru, Bude. Salam untuk Pakde dan Andra, ya?" ucap Calvin ketika mobil taksi pesanannya sudah menghampiri. 

"Loohhh ... tidak ingin bertemu dulu dengan Andra? Kalian, kan, teman dekat." 

"Maaf, Bude. Aku buru-buru." Pemuda berbobot lebih dari seratus kilogram itu pun segera masuk ke mobil dan tidak menunggu waktu lama, taksi itu pun meluncur membawa Calvin pergi. 

*** 

Malam ini merupakan malam indah untuk Diandra dan Dewa. Di mana dua insan manusia yang saling mencintai dapat bersatu dalam ikatan yang halal. 

"Kamu cantik banget, Andra," ucap Dewa pada istrinya ketika berada di atas ranjang pengantin. 

Diandra tersenyum mendengar pujian dari suaminya. Untuk pertama kalinya gadis itu tampak salah tingkah ketika hanya ada mereka berdua dalam kamar. Hawa pun terasa panas saat tangan Dewa mulai mengusap lembut pipinya dan mengecup hangat bibir Diandra.

"Aku mau mandi dulu, Mas. Gerah, keringetan," ujar Andra pada Dewa, padahal malam ini diguyur hujan deras. 

"Iya, jangan lama-lama, ya? Nanti masuk angin. Atau, kita mandi bareng, yuk?" ucap Dewa dengan kedipan genit. 

"Ih, enggak mau, Mas!" Mata Diandra membulat ketika menjawab ajakan Dewa. Sedangkan laki-laki yang telah menanggalkan bajunya itu hanya bisa tersenyum melihat reaksi dari istrinya. 

"Iya sudah, tapi besok-besok harus mau kalau aku ajak mandi bareng, ya?" Dewa masih menggoda istrinya. 

"Enggak janji!" Diandra meraih handuk dan berlalu pergi ke kamar mandi. 

Diandra malah terlihat bingung ketika sudah menanggalkan seluruh pakaiannya. Hawa panas serta jantung berdegup kencang saat dia mengingat kata-kata Dewa yang mengajaknya mandi bersama. 

"Iddiiihhhh ... nanti Mas Dewa lihat anu-nya aku, dong?" gumam Diandra saat melihat dua gundukan besar miliknya. Bukan hanya bagian itu, tapi dia memandangi seluruh tubuhnya dan malah menjadi geli sendiri. "Enggak, enggak, aku malu kalau sampe mandi bareng Mas Dewa," sambungnya sambil menggeleng. 

Dewa yang sedari tadi menunggu sudah tidak sabar lagi karena istrinya terlalu lama berada dalam kamar mandi. Akhirnya dia memutuskan untuk menyusul Diandra ke kamar mandi. 

"Sayang? Kamu ngapain? Kok, lama banget." Dewa mengetuk pintu kamar mandi dan membuat orang yang ada di dalamnya terkejut. 

"Sebentar, Mas!" jawab Diandra yang belum melakukan ritual mandi apa-apa. 

Diandra terlihat bingung harus memulai dari mana. Padahal, hal ini sering dia lakukan setiap hari, tapi kenapa dia malah gerogi malam ini? 

Diandra membasuh tubuh, lalu meraih sabun cair kemudian dituangkan pada loffa atau spons yang berbentuk seperti jaring dengan varian banyak warna biasanya. 

Dewa semakin tidak sabar karena Diandra seolah mengulur waktu. Padahal miliknya telah menegang sejak tadi. 

"Sayaaaang?" Suara Dewa semakin terdengar berat menahan hasrat. 

"Sebentar, Mas. Aku lagi sabunan." Diandra masih juga belum keluar dan akhirnya Dewa mendorong pintu kamar mandi yang ternyata tidak dikunci. "Eh, Mas mau ngapain?" Diandra refleks menutupi dua gundukan yang terhalang oleh busa sabun. 

Tentu saja hasrat Dewa semakin tidak terkendali saat melihat istrinya yang sedang berendam di dalam bathtub dengan busa yang melimpah. 

"Mas, Mas mau ngapain?" tanya Diandra dengan degup jantung yang makin kencang saat Dewa melangkah dan mendekati dirinya. 

Quote:

Malam pertama yang tidak pernah terlupa, saat pertama kali dia mengecup hangat bibir ini dan seketika itu tubuhku bergetar hebat. _KwanSaga_

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (2)
goodnovel comment avatar
Mimah e Gibran
uhukkk aku gak liat.........
goodnovel comment avatar
Suci Komala
Senyum dahh baca part ini.. wwhehee
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Skandal Sang Sopir   98 || Raka Danu [TAMAT]

    Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa usia pernikahan Calvin dan Diandra sudah menginjak dua tahun. Tepat di hari pernikahan mereka yang kedua, perut Diandra terasa mulas saat siang hari. Betapa syoknya dia ketika melihat celana dalamnya ada bercak darah dan ia pun berteriak."Bi! Bibi! Tolong aku!" teriakan itu menggelegar ketika rasa mulas sedikit mereda. Rasa mulas bercampur sakit yang datang lalu menghilang, datang dan menghilang, terus saja terulang hingga ritmenya semakin cepat. "Iya, Non." Pembantunya datang menghampiri. "Aku udah mules-mules, Bi. Di celanaku juga udah ada bercak darah. Apa aku mau melahirkan, ya?" tanya Diandra sambil memejamkan mata menahan rasa sakit dan mules. "Iya, Non, sepertinya cepat itu. Mari Bibi tolong, Non Diandra duduk dulu di tempat tidur dan Bibi akan panggil dulu Pak Winoto," ujar asisten rumah tangga itu yang akan memanggil laki-laki yang menjadi sopir. Diandra mengangguk dan berjalan ke tepi ranjang dibantu oleh asisten rumah tanggany

  • Skandal Sang Sopir   97 || Fusena Andaru

    Rumah dua lantai yang terlihat elegan di atas lahan yang luas di depan, belakang serta samping kiri dan kanannya kini sudah selesai dengan rentan waktu sekitar enam bulan pengerjaan. Calvin dan Diandra kini sudah tinggal di rumah tersebut. Diandra mengatur segala perabotan di rumah itu. Ia merasa bahagia hidup bersama Calvin. Rasa syukur atas limpahan rahmat dan kebahagiaan yang menurutnya sempurna dari Tuhan. Mulai dari memiliki suami yang baik, sabar, tampan dan begitu perhatian padanya. Keadaan mereka yang tentu saja tidak merasa kekurangan bahkan dapat dikatakan bergelimang harta tetapi tidak sama sekali membuat mereka merasa tinggi hati. Seperti saat ini, Diandra dan Calvin berencana ke panti asuhan sekadar ingin memberikan santunan wajib untuk anak-anak yang mungkin kurang beruntung. "Sudah siap, Sayang?" Calvin berbisik pada istrinya yang sedang duduk di kursi riasnya. "Dikit lagi, kamu tunggu di mobil aja, Ko. Enggak lama, tinggal dikit lagi," jawab Diandra sambil menepuk-

  • Skandal Sang Sopir   96 || Over Thinking

    Calvin terbangun. Antara merasa sadar dan bermimpi saat ia merasa ada seseorang yang terisak. Perlahan matanya terbuka dan ia sempat terkejut saat istrinya terlihat duduk memunggunginya dengan suara tangis pelan. "Sayang? Kamu kenapa?" tanya Calvin setelah ia duduk di samping Diandra. Diandra tidak menjawab, ia masih terisak dan tidak mau menatap suaminya. Lagi-lagi Calvin cukup kesulitan mengorek tentang apa yang sedang dirasakan oleh Diandra. Padahal seharusnya Diandra sudah lebih bisa terbuka pada Calvin. Namun, nyatanya traumatik itu cukup sulit dihilangkan. Trauma tentang kepercayaan yang ternodai oleh perselingkuhan masih terbawa hingga dipernikahannya yang kedua. "Coba jelaskan, please, Ket. Kalau seperti ini terus, gimana aku tau salah aku di mana?" "Maafin aku." Diandra berucap bersama suara tangis serta air mata yang tertumpah di pipi, bahkan pangkal hidungnya pun sudah memerah karena terus-menerus menangis. "Sini." Calvin memeluk erat Diandra. Calvin memberikan waktu b

  • Skandal Sang Sopir   95 || Curiga

    Pernikahan Calvin dan Diandra sudah berjalan tiga bulan. Mereka tampak bahagia meski di awal-awal pernikahan cukup banyak penyesuaian. Ya, pasti akan ada banyak hal yang harus diterima, dimaklumi dan diubah. Mereka saat ini dua kepala yang harus menjadi satu hati. Dua pemikiran yang harus bisa sejalan tentu saja sulit. Namun dengan saling menerima dan saling melengkapi akan dapat dijalani dengan baik, meski di awal-awal pasti akan terasa sulit. "Sarapan dulu, Ko!" Diandra berteriak di meja makan memanggil Calvin. Saat ini Diandra memilih menjadi istri yang full time di rumah, tentu saja mengurus rumah dan suaminya. Memanjakan diri dengan aktivitas yang ia sukai dan meninggalkan kantor di mana ia bekerja. Hal ini atas kesepakatan mereka berdua tentunya. "Iya, Sayang!" jawab Calvin yang keluar dari kamar bersama dasi yang ia pegang. Diandra bangkit dari kursi, lalu meraih dasi itu untuk dipakaikan di kerah kemeja suaminya. Calvin menatap wajah yang terlihat khusuk memasangkan dasi,

  • Skandal Sang Sopir   94 || Pernikahan.

    Calvin dan Diandra saling menatap, wajah mereka berdua terlihat bingung dan juga panik. "Mas? Mas Dewa?" Diandra mencoba menepuk-nepuk tangan Dewa, tetapi tidak ada pergerakan. Calvin meletakkan telunjuk di bawah hidung Dewa bermaksud mengecek napas laki-laki yang tiba-tiba tidak sadarkan diri. Lalu melanjutkan pada pergelangan tangan untuk mengecek detak nadinya. Hilang. "Kamu tunggu di sini, aku akan kembali secepatnya." Calvin gegas persegi dari ruang inap Dewa. Diandra bingung dengan sikap Calvin, hatinya berkata kalau ada hal buruk menimpa Dewa. Ia ingin mengecek tubuh Dewa, tetapi rasa takutnya membuat nyalinya menciut. Lima, sepuluh, lima belas menit berlalu Calvin belum juga kembali hingga akhirnya Diandra nekat untuk mengecek keadaan mantan suaminya. Mulai napas dari hidung, detak di nadi dan perlahan meski terasa sesak, ia memberanikan menempelkan telinganya pada dada Dewa yang masih terpejam tak berdaya. Mata Diandra membulat ketika tanda-tanda kehidupan tidak ditunjuk

  • Skandal Sang Sopir   93 || Sesal

    Dewa telah dipindah ruangan. Saat ini Magdalena masih setia menjaganya. Kekhawatiran menyelimuti wajah cantik Magdalena setelah enam jam berlalu, Dewa belum juga siuman. Padahal, kata dokter kondisinya sudah stabil. Sekitar jam delapan malam akhirnya ada pergerakan dari tubuh Dewa. Bibirnya mengatup-atup, tetapi belum ada suara. Sontak, Magdalena pun terlihat bahagia dan takjub bahwasannya seseorang yang ia cintai telah sadar dari komanya. "Dewa?" Magdalena menggenggam tangan Dewa dengan hangat. "Andraaaa ...." lirih Dewa dengan tatapan kosong melihat langit-langit kamar inap. Ada yang sakit, tetapi tidak berdarah ketika Dewa malah menyebutkan nama wanita lain padahal yang menjaga dan membawanya ke rumah sakit itu Magdalena. Namun, ia tidak bisa marah ketika menyadari begitu mengkhawatirkannya keadaan Dewa saat ini. Rasa ibanya mengalahkan rasa kecewa yang dirasakan Magdalena. **Pernikahan Diandra semakin dekat. Semuanya sudah dipersiapkan dengan matang. Perbincangan hangat pun

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status