Share

Sebuah Permohonan

Author: Asriaci16
last update Last Updated: 2025-10-20 09:52:32

PLAK.

Satu tamparan telak telah mendarat sempurna di pipi Beni. Agnia menatap marah seakan ingin menelannya hidup-hidup. 

"Kenapa lo lakuin itu ke gue, Ben?" 

Beni menunduk. Disaksikan oleh Irgi yang anteng melipat kedua tangannya di dada.

"JAWAB, BENI!" raung Agnia kesal. 

Lelaki itu tampak ragu bahkan untuk sekadar menaikkan pandangan. Akan tetapi, Agnia terus mendesak hingga akhirnya Beni terpaksa buka suara.

"Maafin gue, Nia. Gue khilaf," gumam Beni setia menunduk. Namun, sepertinya Agnia tidak cukup puas dengan jawaban yang Beni layangkan.

"Saya sudah melaporkan perbuatanmu pada pemilik bar di mana kamu bekerja."

Mendengar itu, Agnia yang berniat untuk meluapkan lagi kekesalannya pada Beni pun turut menoleh ke sumber suara.

"Karena itu merupakan tindakan kejahatan, saya juga akan melaporkan temanmu ini pada pihak berwajib. Itupun, jika kamu mau …." ucap Irgi memberi akses. 

Tentu saja, hal itu membuat Beni ketakutan hingga tanpa diduga, ia sigap bersimpuh di kaki Agnia. 

"Jangan laporin gue ke polisi, Nia. Gue minta maaf. Gue bener-bener khilaf. Yang ada di kepala gue saat itu cuma gue kepengin manfaatin situasi supaya gue bisa milikin lo, Nia," ungkap Beni mulai mengaku.

Agnia terperangah. Kini, dia menatap Beni tak percaya.

"Milikin gue?" Desis Agnia syok.

"Gue udah lama suka sama lo, tapi lo selalu keliatan harmonis banget sama Theo. Sampai kemarin, setelah mendengar curhatan lo, tiba-tiba aja gue kepikiran buat ngemilikin lo, Nia," tutur Beni berterus terang.

"What? Maksudnya, lo mau ngemilikin gue dengan cara yang licik?" Agnia memekik tertahan. Dia sungguh tidak menyangka jika Beni benar-benar akan senekat itu.

"Maafin gue, Nia. Karena gue gak punya cara untuk bisa dapetin lo. Dan gue tahu, lo tipe yang susah banget didapetin kalo lo nya sendiri gak suka duluan," ujar Beni setengah frustasi.

Sementara itu, Agnia masih merasa gamang atas apa yang sudah Beni lakukan kepadanya. Padahal, Beni sudah cukup lama Agnia percayai sebagai tempat untuk dirinya curhat. Tapi hari ini, Agnia kecewa. 

"Lo jahat, Ben!" Seru Agnia menghakimi. "Gue benci sama lo," imbuhnya lagi. Kemudian, Agnia melengos pergi tanpa berminat melirik Beni sedikit pun apalagi memaafkannya. 

"Nia, maafin gue, Nia! Gue menyesal. Gue janji gak akan mengulanginya lagi," teriak Beni seraya bangkit dan bersiap mengejar Agnia yang sudah pergi keluar. 

Akan tetapi, rupanya niatannya itu dijegal Irgi. Pria yang sejak tadi menjadi saksi percakapan antara Agnia dan Beni pun kini tampak berdiri tegap, menatap tajam. 

"Perbuatanmu sudah sangat keterlaluan. Untuk itu, saya akan melaporkanmu pada pihak berwajib. Jadi, siap-siap saja!" Pungkas Irgi dengan suara rendahnya yang membuat bulu kuduk Beni meremang.

Setelah itu, Irgi pun ikut menyusul meninggalkan Beni di kamar kostnya.

***

Agnia merasa seperti mimpi buruk. Dua kali, Agnia dikhianati oleh orang yang dia berikan kepercayaan. 

"Menangis saja jika dirasa perlu," celetuk Irgi memecah sunyi. 

Saat ini, mereka sedang dalam perjalanan. Sejak meninggalkan tempat kost Beni, Agnia memang memilih untuk tidak bersuara, begitupun Irgi. 

Namun, rupanya Irgi sedikit peka pada apa yang Agnia rasa. Oleh karena itu, Irgi akan memberi ruang jika memang si wanita ingin menangis. 

"Saya lagi gak mau nangis, kok. Saya cuma gak habis pikir aja sama mereka yang sampai hati khianatin saya," ucap Agnia gusar. Pandangannya lurus ke bawah di tengah kedua tangan yang saling meremas. 

"Mereka?" Alis Irgi naik sebelah.

"Ya, mereka..." sahut Agnia menarik napas dalam. Lalu, tiba-tiba pula gadis itu berkata, "Maafin saya ya, Pak."

"Untuk?" Tanya Irgi melirik singkat.

"Untuk tuduhan saya sama bapaklah. Maaf karena saya udah nuduh sembarangan. Saya pikir bapak yang susun rencana kotor itu, eh ... malah si Beni yang jadi pelakunya," cerocos Agnia menyesal. 

"Oh."

"Kok, cuma oh?" Agnia menoleh bingung.

"Jangan mudah percaya. Tidak semua manusia bisa selalu diandalkan," ungkap Irgi bijak. Sekaligus, membelokkan setir guna melaju ke arah kafe yang kebetulan ia lihat. 

"Kita sarapan dulu sebelum saya antar kamu pulang," sahut Irgi tak terbantah. 

Mendengar itu, Agnia mengangguk pasrah. Karena jujur, sekarang pun ia merasa lapar.

*** 

Setelah menjalani serangkaian peristiwa yang cukup melelahkan, akhirnya dua anak manusia ini tuntas juga mengisi perutnya. Setidaknya, kini mereka bisa pulang dengan tenang dan kenyang.

"Sebelum bapak antar saya pulang, saya boleh minta satu hal?" Gumam Agnia memulai percakapan.

"Apa?"

"Perihal apa yang sudah terjadi semalam. Saya mohon banget sama bapak, jangan kasih tau siapa pun ya soal ini. Saya beneran akan malu kalo sampe ada orang yang tahu mengenai apa yang udah saya lakukan sama bapak sebegitunya," urai Agnia sambil menggigit bibir bawahnya resah.

Melihat itu, tentu saja Irgi merasa terganggu. 

"Berusaha menggoda saya lagi, hm?" 

Terkesiap, Agnia yang tidak mengerti arah pembicaraan sang dosen pun sontak menatap heran dan berkata, "Ma-maksud bapak?" 

Irgi mendengkus. "Saya tidak janji bisa bungkam.”

"Hah? Ba-bapak ngomong apa sih?" Rasa panik mulai merasuk ke dalam diri Agnia. 

Irgi menggedikan bahunya tak acuh. Kemudian, ia meraih napkin yang tersedia untuk mengelap mulutnya sekali lagi. 

"Saya akan antar kamu pulang!" Seru Irgi bersiap bangkit. 

Namun, secepat mungkin Agnia menahannya lebih dulu. "Tapi bapak belum janji sama saya," lontar Agnia gelisah.

"Janji apa?" Kali ini, Irgi menatap Agnia dengan sebelah alis yang terangkat.

"Ya janji, Pak. Bapak harus menyimpan sendiri rahasia semalam. Jangan sampe bocor sama siapa pun!" Agnia mendecak kesal. 

Padahal, yang ia ajak bicara ini seorang dosen. Tapi entah kenapa, Agnia merasa kalau dosennya ini lebih lemot dari mahasiswa yang malas belajar.

"Kenapa saya harus?" Tanya Irgi balik. 

Seketika saja, Agnia merasa dongkol.

"Ya emang harus! Kalo bapak gak gembar-gembor soal saya semalam, itu berarti bapak lagi menjaga kredibilitas saya sebagai mahasiswi ber attitude baik. Masa gitu aja harus saya jabarin, sih," desis Agnia keki. 

"Oh ya?" 

"Iyalah, Pak! Bapak kan dosen di kampus tempat saya belajar. Bapak juga pasti tahu tentang perilaku dan prestasi saya selama menjadi mahasiswi di sana."

"Lalu?"

"Ya ... itu! Saya minta sama bapak untuk tutup mulut dan melupakan apa yang terjadi semalam. Terutama, tentang apa yang saya lihat dalam rekaman yang bapak kasih tadi pagi," ujar Agnia langsung menunduk malu. Sialnya, wajahnya selalu memanas setiap kali dirinya ingat pada tayangan video yang ia tonton. 

Alih-alih menjawab, Irgi malah melipat tangannya di dada. Membuat Agnia mendecak gemas, dan takut jika dosennya ini tidak mau diajak berkompromi. 

"Pak, timbang ngomong iya aja susah banget! Please ... pak, please. Berhubung bapak yang ada sama saya semalem, jadi wajar dong kalo saya minta bapak tutup mulut ," pinta Agnia dengan sangat. 

Sebagai mahasiswi yang berprestasi, tentu saja Agnia merasa terancam kalau sampai kejadian semalam bisa mempengaruhi nama baiknya di kampus. 

Demi Tuhan! Agnia tidak mau kalau harga dirinya habis tak tersisa  andai dosennya ini memberitahu dosen lain bahwa semalam Agnia telah menggodanya. 

"Kita lihat saja nanti," ucap Irgi seraya bangkit.

Telak, membuat Agnia mengerang kesal tapi tak mampu berbuat apa-apa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Pencarian Masih Berlangsung

    EMERGENCY!!Tiba-tiba, alarm tanda bahaya seketika muncul dari dalam benak Agnia tatkala menyadari bahwa sekarang dirinya sedang dikelabui oleh pemuda desa yang sempat menawarkan diri untuk mengantarnya pulang ke alamat tertuju. Padahal, Agnia sudah meyakinkan diri jika ia tidak akan sampai dibawa kemana-mana oleh pemuda desa ini selain ke rumah mendiang neneknya Irgi. Akan tetapi, disinilah Agnia sekarang. Di antara semak belukar yang wanita ini sendiri langsung menyadari bahwa dirinya sedang dalam bahaya. “Heh, Bang … sebenernya lo mau bawa gue kemana, sih? Perasaan tadi pas berangkat dari rumah menuju pasar malam, gue gak ada ngelewat semak-semak kayak gini,” lontar Agnia yang berjalan di depan si pemuda. Mulai melayangkan protes sebelum perjalanan semakin ngaco apalagi jika sampai menjauhi peradaban.“Ini jalan yang bener kok, Neng. Mungkin, Neng geulis lupa lagi kalo tadi sempat juga lewat ke sini,” sahut pemuda itu beralasan. Membuat Agnia sontak berhenti dari gerak langkahny

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Dihampiri Pemuda Desa

    “Cemburu?” Irgi membeo. Merasa tak percaya dengan asumsi pria paruh baya di hadapannya itu. Mengingat Agnia yang selalu menolak setiap kali Irgi memintanya untuk berada di sampingnya, maka tentu saja Irgi tak akan semudah itu untuk sependapat dengan ayah dari sahabatnya ini. “Kalau bukan cemburu, lantas apa lagi sebutannya? Kalian menikah sudah berapa lama memangnya? Kok, kayaknya kamu masih belum bisa peka sama cara ngambek istrimu,” celetuk Kosim bertanya-tanya.Dalam sekejap, cukup berhasil membuat Irgi didera gugup walau tak terlalu gamblang ia menunjukkan. “Bukan begitu, Pak Kosim. Hanya saja, sebelumnya saya sudah memberitahu Agnia bahwa Hanifah adalah adik dari sahabat saya. Lagipula, kami juga ngobrol seperti pada umumnya orang berbincang santai. Tidak ada gelagat yang mencurigakan yang sampai harus membuat siapapun mengira jika di antara kami ada sesuatu yang dianggap hubungan istimewa,” tutur Irgi menguraikan. Akan tetapi, justru membuat Kosim refleks terkekeh dan menepu

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Diduga Cemburu

    “Punten, Kang,” celetuk sebuah suara menginterupsi. Dalam sekejap, Irgi pun menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang perempuan berjilbab hitam tengah meringis canggung padanya. Mengernyitkan dahinya spontan, Irgi yang semula sedang asyik berbincang dengan Hanifah pun kini sudah mengalihkan perhatiannya penuh terhadap si perempuan berjilbab tersebut. “Ada apa ya?” tanya pria itu menatap bingung.“Sebelumnya saya minta ya, Kang. Tapi, perempuan tadi yang Akang suruh buat pilih-pilih pakaian di stand saya, itu istrinya apa adiknya ya? Ah … pokoknya, siapapun itu, dia tadi mutusin untuk gak jadi beli bajunya. Justru, saya malah disuruh tanya Akangnya saja kata si tetehnya tadi. Makanya saya kesini karena buat mastiin aja kalau-kalau Akangnya mau jadi beli atau enggak,” urai si pelayan stand memberanikan diri untuk meminta kejelasan. Pasalnya, sebagai seorang pelayan yang sudah dipercaya oleh pemilik stand-nya untuk menangani konsumen yang masuk ke stand, perempuan ini dianjurkan u

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Gelagat yang Beda

    “Udah ya, Pak. Kalo sekiranya udah gak sanggup buat lanjut cerita, Bapak gak usah maksain lagi. Paling nggak, saya sudah bisa menangkap garis besarnya, kok, walaupun Bapak gak ceritain seluruhnya…” ucap Agnia tak ingin memaksa.Dia cukup peka saat ini. Apalagi setelah melihat Irgi yang sekuat tenaga menahan diri untuk tidak meluapkan amarahnya di depan Agnia, membuat sang wanita lantas mengulurkan tangannya impulsif guna memberi usapan lembut di pundak dosennya. “Saya turut prihatin ya, Pak. Minimal, sekarang saya jadi tau penyebab Bapak selalu bersikap dingin selama di lingkungan kampus. Karena emang Bapak sengaja jadiin watak dingin itu sebagai tameng dari rasa sakit hati Bapak itu, kan?” lontar Agnia menebak. Tidak peduli jika pun ia salah dengan tebakannya. Yang jelas, kini Agnia sudah sedikit lebih paham dengan kesakitan Irgi di masa lalu bahkan hingga hari ini. Irgi masih bergeming. Namun, perlahan ia pun menaikkan pandangannya. Beradu tatap dengan sang wanita, yang kini seda

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Flashback 5 tahun lalu

    “Ru-Rumah Bapak?” beo Agnia tersendat. Menyudahi aksi bersandarnya, Irgi kini sudah kembali duduk tegak seraya mengangguk dan menatap sang wanita serius. “Ya. Menjadi tempat saya pulang ketika letih. Rumah yang benar-benar nyaman, dan tidak seorang pun boleh menempati rumah itu kecuali saya seorang,” tandas Irgi posesif. Untuk sesaat, berhasil telak membuat Agnia tercenung kaget di tengah Irgi yang sigap bangkit dari duduknya dan menggeser meja kayu di hadapannya agak menjauh. Dilanjut dengan ia yang mengambil posisi berlutut, tepat di depan Agnia yang masih duduk di kursi. “Jadilah rumah saya, Agnia. Bukan untuk sementara, melainkan sampai saya meregang nyawa pada suatu hari nanti…” pinta sang pria sangat serius. Menyorotkan pandangan penuh permohonannya pada Agnia seolah ia sedang melamar si wanita secara tidak langsung. Agnia termangu. Kini, pria itu tidak hanya meminta dirinya menjadi miliknya. Tetapi bahkan lebih-lebih dari hanya sekadar memiliki. “Saya tahu ini seperti sed

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Ketika Pak Dosen Bercerita

    “Biasanya, doa anak kecil yang masih polos seperti mereka cenderung cepat dikabulkan sama Tuhan. Makanya, saya bantu aminkan saja dulu. Perihal sisanya, biar Tuhan saja yang mengatur,” celetuk Irgi melirik ke sebelahnya. Dilanjut dengan menunjukkan ekspresi jahil yang tentu saja membuat Agnia mendelik seraya berkata, “Apaan sih, Pak! Bapak ngebet banget punya anak kayaknya. Sama istri sendiri emang gak pernah usaha bikin? Kok, ngodenya malah sama saya mulu perasaan. Ajakin istrinya aja sana, Pak, kalo udah gak tahan pengen keturunan.” Entah Agnia yang keterlaluan dalam menyahut, atau memang si prianya saja yang sedang berhati sensitif. Mendengar lontaran kalimat si wanita barusan, Irgi pun mendadak murung di tengah kepala yang menunduk lunglai. Melihat perubahan ekspresi yang ditunjukkan oleh sang pria, sontak membuat Agnia menjadi peka hingga ia langsung didera perasaan menyesal tatkala mendapati Irgi yang tahu-tahu sudah melenggang sendiri tak mengajak si wanita. “Loh, Pak!” Agn

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status