Share

Tamu Tak Diundang

Author: Asriaci16
last update Last Updated: 2025-10-28 21:53:03

Setelah menyelesaikan urusan sarapannya di kafe yang tadi mereka kunjungi, akhirnya Irgi memutuskan untuk mengantarkan Agnia pulang sebelum aktivitas hariannya kembali dimulai.

Selama di perjalanan, keduanya memilih diam. Lebih tepatnya, Irgi seolah membatasi Agnia untuk banyak bicara apalagi jika harus membahas soal permintaan Agnia sebelumnya. Setidaknya, sampai Irgi siap kembali membuka topik pembicaraan tersebut.

"Bapak turunin saya di depan aja," celetuk si wanita memecah sunyi.

Sejenak, Irgi menaikkan sebelah alisnya di tengah ia yang melirik ke sumber suara. "Kenapa?" Tanyanya datar.

Mendecak pelan, Agnia yang balas melirik pun menjawab, "Ya gak kenapa-kenapa, Pak! Saya cuma gak mau aja kalo sampe nenek saya liat saya diantar sama bapak."

"Alasannya?" Irgi menoleh singkat.

Sedikit membuat Agnia jengkel, tapi tetap saja ia harus memberi jawaban. "Nenek saya galak," ujarnya bohong.

Padahal, Agnia hanya tidak mau jika sampai neneknya banyak bertanya mengenai siapa dan kenapa Agnia bisa diantar pulang oleh pria matang ini setelah tadi malam Agnia tak kelihatan menginjakkan kakinya di rumah.

"Oh," gumam Irgi pendek.

Namun, cukup berhasil memancing Agnia untuk memekik keki. "Cuma oh lagi?"

Irgi menggedikan bahu. "Memangnya, kamu berharap saya bilang apa?"

Mendengar itu, Agnia pun dirundung kesal setengah mati. Namun, tidak bisa juga menyalahkan pria di sebelahnya.

Alhasil, setelah tak ada lagi yang perlu mereka bincangkan, Agnia kembali diam di tengah rasa dongkol yang menyergap. Sementara Irgi, dia tampak fokus menyetir bersamaan dengan ponselnya yang bergetar.

Sigap, dia menekan tombol kecil yang ada di earphone bluetooth-nya. "Ya."

Sejenak, Agnia menoleh dan sempat memperhatikan raut wajah sang pria yang selalu terlihat tenang dan serius. Sialnya lagi, ekspresi semacam itu rupanya malah membuat Agnia sedikit terpesona.

"Ya, saya akan segera ke sana," pungkas Irgi lugas. Setelahnya, ia pun mengakhiri percakapannya dengan si penelepon.

Tidak mau terciduk karena sempat memandangi sang dosen, Agnia pun buru-buru mengalihkan perhatiannya ke titik lain. Di samping itu, Irgi yang masih sibuk menyetir pun lalu berkata, "Sesuai permintaan, kamu saya turunkan di depan."

Mengangguk, Agnia pun bergumam lirih, "Makasih."

Menoleh sekilas, Irgi yang sempat menatap beberapa saat turut mengangguk juga seiring dengan mobilnya yang ia tepikan tepat sasaran.

"Sudah sampai," ujar Irgi memberi tahu.

Agnia yang sadar dengan lokasi tempat ia minta diturunkan pun lantas membalas, "Iya. Saya turun kalo gitu."

Irgi diam. Namun, di sela itu melalui sudut matanya ia memperhatikan pergerakan Agnia dimulai dari dia yang melepas sabuk pengaman di tubuhnya, sampai pada Agnia yang membuka pintu hingga beranjak turun dari mobilnya.

Selepas memastikan Agnia benar-benar turun dan menutup kembali pintu mobil, Irgi pun memutuskan untuk gegas melaju bersamaan dengan Agnia yang hendak berterima kasih kembali secara formal.

"Makasih ya, Pak. Udah anter saya sampe depan rum... ah," tutur Agnia dongkol. Padahal, ia belum sempat berterima kasih secara resmi kepada dosennya itu.

Namun, siapa sangka jika sang dosen malah keburu mengemudikan lagi mobilnya tanpa sedikit pun basa-basi berpamitan.

"Buset, deh. Untung aja dia dosen gue. Kalo bukan ... udah gue santet juga kali dia sampe muntah paku," gerutu Agnia geram. Kemudian, ia lekas berjalan sedikit mengentak meninggalkan tempat di mana ia diturunkan sesuai permintaan oleh si pemilik mobil tadi.

***

"Jadi, semalaman Agnia gak ada pulang?"

Seorang wanita tua tampak menggeleng. Dia baru kembali dari dapur sambil membawa nampan berisi cangkir teh hangat buatannya sendiri.

"Gak ada loh, Nak Theo. Nenek telponin juga gak nyambung terus. Gak tau nginep di mana anak ini semalam, bikin orang khawatir aja," ungkap wanita tua yang bernama Desi itu mendecak.

Mendengar penuturan nenek Agnia, pemuda yang tak lain adalah pacar dari Agnia ini pun termenung sejenak. Menerka-nerka, keberadaan Agnia sejak terakhir kali perempuan itu pergi dari unit apartemen Nuri pasca menciduk perbuatannya di sana.

"Tapi, nenek udah coba hubungin teman-temannya belum? Barangkali aja Agnia nginep di rumah salah satu temannya," lontar Theo bantu berpikir.

Menghela napas, Desi lalu mendaratkan bokongnya ke atas kursi sembari menyuguhkan teh buatannya ke arah Theo.

"Diminum dulu, maaf nenek cuma bisa bikin teh," tukas wanita tua itu tersenyum tipis.

"Gak apa-apa, Nek. Gak usah repot-repot juga padahal," sahut Theo sungkan.

"Gak repot, kok. Wong cuma teh," dengkus Desi tak masalah. "Oh iya, nenek sebenernya gak punya nomor telepon teman-temannya Nia, Nak Theo. Makanya, sejak semalam pun nenek gak bisa tidur nyenyak gara-gara mikirin anak ini," imbuh Desi mendesah berat.

Sementara itu, Theo bergeming dan berpikir bahwa selain Nuri, sepertinya Agnia memang tidak memiliki teman dekat lainnya. Jika dengan Nuri saja Agnia ada konflik besar, lantas ... pada siapa lagi Agnia mengadu?

"Nia pulang, Nek!" Seru sebuah suara dari luar.

Dalam sekejap, membuat Theo juga Desi beradu pandang dan rasa lega seketika membanjiri dada Desi ketika akhirnya ia bisa mendengar lagi suara cucunya yang semalaman tak pulang.

"Agnia...." Desi sigap bangkit. Walau sudah usia lanjut, tapi tentu ia masih terlihat bugar dan gesit dalam bergerak.

Theo sendiri tak ikut menyusul. Ia memilih tetap duduk sampai mungkin nanti Agnia masuk dan melihatnya ada di sini.

"Nia, kamu dari mana aja sih?" Lontar Desi on point, tepat ketika pintu ia buka dan mendapati cucunya sedang berdiri di teras rumah.

Tersenyum kikuk, Agnia yang merasa bersalah karena baru sempat pulang pun lalu beringsut maju memeluk neneknya.

"Maafin, Nia ya, Nek. Nenek pasti khawatir banget kan karena semalaman Nia gak ada kabar," cicit Agnia masih memeluk.

Sejenak mengusap punggung neneknya lembut, bersamaan dengan munculnya seseorang yang bahkan tidak pernah ia kira akan seberani itu dia menunjukkan lagi wajahnya di depan Agnia setelah apa yang dilakukannya kemarin.

"Katanya nenek gelisah banget loh, Sayang. Aku juga sama, gak tenang banget pas tau semalam kamu gak pulang," celetuk orang itu tiba-tiba.

Berhasil telak membuat tubuh Agnia menegang, disusul dengan Desi yang memutuskan untuk menyudahi pelukannya.

Untuk pertama kalinya, Agnia merasa mual tatkala berhadapan langsung dengan laki-laki bejat seperti sosok yang saat ini berdiri santai di ambang pintu. Seperti tamu tak diundang, Theo tahu-tahu datang memperburuk suasana hatinya. Bahkan dalam ingatannya, Agnia kembali membayangkan saat-saat Theo yang menindih tubuh Nuri di atas ranjang.

"Nia ... kamu tidur dimana tadi malam? Nak Theo sampe kaget juga loh pas tau kamu gak pulang. Lagipula, kok, bisa-bisanya juga kamu gak kabarin pacarmu ini?" Komentar Desi mendesah pelan.

Mau tidak mau, Agnia pun mendadak terhambat untuk sekadar mendamprat Theo di depan neneknya. Mengingat Desi memiliki riwayat penyakit jantung akut yang apabila mendengar sesuatu penuh kejut, maka boleh jadi akan berpengaruh besar pada kesehatan jantungnya itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Kecurigaan Nenek

    "P-Pak Irgi?" Lontar Agnia tersendat. Merasa sangat kaget karena entah dari mana dosennya ini bisa tahu nomor ponselnya. "Kamu sedang sibuk?" Tanya Irgi kemudian.Agnia gelagapan. Belum tuntas rasa kagetnya, dia justru malah harus diterpa kebingungan dengan pertanyaan dosennya sekarang. Membuat Agnia memutar otak, hingga ia merasa harus bertanya lagi."Me-memangnya ada apa ya, Pak? Dan ... da-dari siapa Bapak tau nomor saya," tukas Agnia tergagap. Bahkan, jantungnya pun ikut bertalu saking terkejutnya ia ditelepon sang dosen. "Sore ini bisa bertemu?" Agnia mendesis. Alih-alih menjawab pertanyaan, dosennya ini malah seenak jidat terus bertanya. Menyebabkan emosi Agnia terpacu, di tengah usahanya menahan diri agar tidak keceplosan berkata kasar pada dosennya ini."Di-dimana, Pak?" Kali ini, Agnia menyerah. Biar saja nanti Agnia tanyakan lagi ketika mereka bertemu."Saya kirim lokasinya," ujar Irgi datar. Dalam sekejap, membuat Agnia menelan ludahnya kesat karena seolah baru sadar ba

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Terbayang-bayang

    Bukannya segera bersiap, Irgi malah merebahkan tubuhnya di atas ranjang di dalam kamar. Padahal, sebelumnya ia ditelepon oleh asisten rektor yang menginfokan bahwa dirinya diminta untuk hadir dalam rapat bulanan para dosen dan staf kampus. Namun, setelah melepas kemejanya dan melemparnya ke dalam ranjang cucian, ia malah berbaring termenung dengan menjadikan satu lengannya sebagai bantal kepala. "Emh ... ahh, enak banget." Tanpa sadar, Irgi membayangkan wajah agresif Agnia saat sedang mendesah keenakan. Perlahan, kejadian tadi malam pun kembali Irgi tarik hingga berkelebatan jelas di benaknya."Ya ... ahh di situ, nikmat sekali." Racauan Agnia ketika sedang melakukan penyatuan semalam, rupanya benar-benar mengganggu kedamaian pikirannya. Menyebabkan Irgi mendesis kesal, karena untuk kedua kalinya, Irgi merasa libidonya naik ke permukaan."Sial! Apa yang sebenarnya terjadi padaku," bisiknya mendecak. Kemudian, ia lekas menarik diri dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Benar-Benar Murka

    Agnia menahan diri untuk tidak berlaku kasar pada lelaki di hadapannya. Paling tidak, sampai neneknya undur diri untuk memberi waktu pada cucunya berduaan dengan si lelaki. Walau sebenarnya Agnia merasa tak sudi jika harus berinteraksi lagi dengan Theo, tapi sepertinya ini adalah satu-satunya kesempatan yang Agnia punya sebelum mungkin nanti Agnia akan benar-benar memblokade lelaki itu agar tak lagi masuk ke hidupnya."Ya sudah, kalian kalau mau ngobrol silahkan. Kebetulan nenek mau ke warung dulu buat beli sayuran. Kalau ada yang harus diselesaikan ... selesaikan dengan cara baik-baik. Kalian, kan, sudah sama-sama dewasa juga," tukas Desi memberi nasehat. Walau tidak tahu pasti permasalahan yang menimpa kedua sejoli itu, tapi neneknya ini cukup peka bahwa sang cucu diduga sedang berselisih paham dengan pacarnya itu.Theo mengangguk kikuk. Sempat menyahut sedikit, agak berbasa-basi. Lain hal dengan Agnia, sejak diajak masuk ke dalam oleh neneknya, ia memilih untuk diam di tengah per

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Tamu Tak Diundang

    Setelah menyelesaikan urusan sarapannya di kafe yang tadi mereka kunjungi, akhirnya Irgi memutuskan untuk mengantarkan Agnia pulang sebelum aktivitas hariannya kembali dimulai.Selama di perjalanan, keduanya memilih diam. Lebih tepatnya, Irgi seolah membatasi Agnia untuk banyak bicara apalagi jika harus membahas soal permintaan Agnia sebelumnya. Setidaknya, sampai Irgi siap kembali membuka topik pembicaraan tersebut."Bapak turunin saya di depan aja," celetuk si wanita memecah sunyi. Sejenak, Irgi menaikkan sebelah alisnya di tengah ia yang melirik ke sumber suara. "Kenapa?" Tanyanya datar.Mendecak pelan, Agnia yang balas melirik pun menjawab, "Ya gak kenapa-kenapa, Pak! Saya cuma gak mau aja kalo sampe nenek saya liat saya diantar sama bapak.""Alasannya?" Irgi menoleh singkat.Sedikit membuat Agnia jengkel, tapi tetap saja ia harus memberi jawaban. "Nenek saya galak," ujarnya bohong. Padahal, Agnia hanya tidak mau jika sampai neneknya banyak bertanya mengenai siapa dan kenapa Agn

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Sebuah Permohonan

    PLAK.Satu tamparan telak telah mendarat sempurna di pipi Beni. Agnia menatap marah seakan ingin menelannya hidup-hidup. "Kenapa lo lakuin itu ke gue, Ben?" Beni menunduk. Disaksikan oleh Irgi yang anteng melipat kedua tangannya di dada."JAWAB, BENI!" raung Agnia kesal. Lelaki itu tampak ragu bahkan untuk sekadar menaikkan pandangan. Akan tetapi, Agnia terus mendesak hingga akhirnya Beni terpaksa buka suara."Maafin gue, Nia. Gue khilaf," gumam Beni setia menunduk. Namun, sepertinya Agnia tidak cukup puas dengan jawaban yang Beni layangkan."Saya sudah melaporkan perbuatanmu pada pemilik bar di mana kamu bekerja."Mendengar itu, Agnia yang berniat untuk meluapkan lagi kekesalannya pada Beni pun turut menoleh ke sumber suara."Karena itu merupakan tindakan kejahatan, saya juga akan melaporkan temanmu ini pada pihak berwajib. Itupun, jika kamu mau …." ucap Irgi memberi akses. Tentu saja, hal itu membuat Beni ketakutan hingga tanpa diduga, ia sigap bersimpuh di kaki Agnia. "Jangan

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Menuduh Pak Dosen

    "Jujur aja! Tadi malem bapak apain saya? Kok, bisa-bisanya saya jadi satu ranjang sama bapak dalam keadaan telanjang bulat gini," tukas Agnia resah. Dalam keadaan tubuh dibalut selimut hotel, ia mencoba mengorek informasi dari pria yang saat ini sedang duduk bersandar ke kepala ranjang. Melirik, Irgi yang merasa masih sedikit ngantuk dengan keadaan rambut berantakan lantas menjawab, " Kamu tanya sama saya?"Membulatkan mata, Agnia yang kepalang panik pun lalu kembali terpancing untuk melayangkan sahutan. "Maksud bapak apa? Ya, iyalah! Kalau bukan tanya sama Bapak, terus saya harus tanya sama tembok? Bapak ini ngigau, ya?"Mendengkus, Irgi membalas, "Kamu yang ngigau. Saya cuma ikutin kemauan kamu saja."Lagi, mata Agnia terbelalak seiring dengan mulutnya juga yang ikut ternganga. "Ikutin kemauan saya? Maksud bapak apa?" Irgi mendecak. "Tadi malam, kamu sendiri yang minta saya masukin kamu. Kamu memaksa saya, akhirnya saya melakukan apa yang kamu minta."Mendengar itu, Agnia terper

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status